"Ah umm ya tuhan, apa ini, ini benar-benar nikmat, aku nggak tahan lagi umm," Nisa memejamkan mata sambil menggigit bibirnya sendiri saat merasakan Leon dengan putaran gelombang besarnya sedang bergoyang dan mengobrak-abrik milik Nisa yang makin terasa basah juga dalam."Umm Nisa sayang kamu benar-benar sempit sayang ah aku tahu dan yakin 5 tahun ini, kamu menjaga ini hanya untuk aku kan ahhh ah ini aku benar-benar menyukai milikmu. Aku kecanduan milikmu," rancu Leon, dia sedang memompanya makin dalam dan membuat Nisa tak bisa menahan suaranya."Ummmmm aaaahhh ummm jangan berhenti ah," rancu Nisa makin menggila kemudian tiba tiba saja Nisa merasakan tubuhnya bergetar hebat, seperti akan ada badai yang menerjang keluar dari kedua kakinya.Leon menarik benda besar miliknya yang belum tertidur dan tanpa ragu memasukkan wajahnya diantara kedua kaki Nisa, sepertinya Leon siap menampung gelombang besar yang akan keluar tersebut."Keluarkan sayang jangan di tahan lagi, aku akan memakan semua
"Kamu sudah bangun?" Leon duduk di tepi ranjang sambil menggeser kereta makan yang sudah dia siapkan."Uhm!" Nisa menggeliat pelan. Seluruh tubuhnya sakit. Ringsek seperti dilindas buldozer. Itu semua ulah perbuatan Leon."Aku bantu," Leon sigap mendekat, namun Nisa segera menarik selimutnya tinggi, dia takut kalau hal gila seperti beberapa jam lalu terjadi kembali.Manik hitam Nisa berputar memindai kamar yang beberapa jam lalu mereka melakukan pergulatan panjang."Bisakah kamu memberikan aku baju," ucap Nisa lirih juga tertunduk malu, dia takut kalau tubuhnya disentuh lagi oleh Leon. Sudah dapat dipastikan kalau tubuhnya tidak akan menolak Leon. Nisa takut kebablasan seperti tadi.Leon tersenyum melihat reaksi Nisa yang salah tingkah juga gugup. Menatap kearah Leon sangat waspada dan berhati-hati, itu tergambar jelas di pelupuk mata Leon kalau gadisnya belum benar benar menerimanya."Pakai bajuku sementara waktu ya, tadi aku tidak jadi membawa barang-barangmu. Itu semua karena kamu
Sudah dapat dipastikan tubuh Leon akan kembali terbakar melihat pemandangan di depan matanya. Berapa kalipun Leon melakukannya pada Nisa, dia tidak akan puas. Leon sudah gila kehilangan Nisa selama 5 tahun. Mana mungkin bisa menahan geloranya."Kenapa masih diam, aku kan bilang buka kaosmu dan lebarkan kedua kakimu," sekali lagi Leon berkata karena Nisa masih belum menuruti perintahnya."Ya ampun dasar Nisa bodoh. Apa kamu tadi salah bicara," Nisa memutarkan bola mata sambil menggigit bibirnya, dia merasa sudah salah bicara. Padahal niatnya tadi agar Leon tidak mengganggunya saat makan.Leon mendekat dan menarik kaki Nisa, "Aghh!" Nisa menjerit dan ingin menutup kedua kakinya."Kamu lebarkan sendiri atau aku yang akan memintanya secara paksa," Leon sudah benar-benar menarik kakinya hingga kaki itu melebar.Nisa segera menahan tangan Leon dan menyentuh tangannya, "Aku lelah, apa kamu nggak bisa membiarkan aku tidur saja, uhm?" wajah Nisa sudah mengiba, dia tidak mau jadi gila seperti t
Nisa membuka matanya, sedikit takjub dengan pemandangan yang dia lihat. Sosok menyebalkan dan membuatnya seperti hidup dalam penjara padahal mereka baru saja bertemu. Kini dia ada di pelupuk mata Nisa.Cahaya sinar matahari pagi menembus gorden berwarna putih. Warna kekuningan itu seperti hangat pelukan seorang ibu. Nisa mencoba bergerak, namun tubuhnya kini sedang berada dalam lingkaran tangan besar milik Leon."Kamu beneran sudah tidak waras Nisa, bagaimana bisa kamu melakukannya berkali-kali dengan laki-laki bejat dan mesum ini. Gilanya tubuhmu malah gak menolaknya," semburat wajah kemerahan mengalir seperti aliran darahnya yang datang dengan tiba tiba.Deru nafasnya mengalir dan dia hampir saja melompat karena malu. Malu pada diri sendiri, apalagi saat ini dia merasa seperti wanita murahan.Berkali-kali dia memaki dirinya, tetap saja, dia tidak bisa mengubah apapun. Yang terjadi sudah menjadi bubur dan alhasil dia benar-benar menikmati. Dan dia memberanikan diri menatap sosok meny
"Nggak mungkin secepat itu, aku harus bisa berbicara dengannya terlebih dahulu. Dia bukan tipikal laki-laki posesif seperti kamu, tapi dia sudah aku anggap sebagai seseorang yang sangat berharga," sepertinya Nisa salah berbicara. Dia menggigit bibir juga memejamkan matanya. Takut salah berbicara.Leon mengeratkan giginya, "Hah, masih saja kamu membahasnya. Sudah aku katakan, putuskan hubunganmu dengan dia!" intonasi suaranya sedikit berteriak, dia benar-benar marah mendengar ucapan dari Nisa."Kalau begitu, biarkan aku pulang dan berbicara dengannya. Aku harus bertemu dengannya agar dia nggak mencemaskan aku lagi," pastikan momen saat Nisa meminta izin tepat dan tidak mungkin ditolak oleh Leon."Aku akan ikut denganmu," huh rasanya Nisa ingin sekali mendorong tubuh Leon dan menghantamkan kepalanya ke tembok. Laki-laki itu keras kepala, benar-benar ingin membuat Nisa dalam kesulitan."Yang benar saja, bagaimana aku bisa menyelesaikan masalahku dengan cepat kalau kamu adalah biang dari
"Kamu nggak bisa bilang begitu dong Leon, Raka, Awww!"Nisa kembali menjerit saat lehernya digigit oleh Leon."Leon, apa-apaan sih? Kamu kayak vampire aja?" gerutu Nisa, dia benar-benar kesal dengan tingkah Leon yang kekanakan."Aku sudah bilang, jangan sebut nama laki laki lain dihadapanku. Aku nggak suka. Yang harus kamu tahu, aku adalah kekasihmu. Semasa kuliah kita berpacaran dan kamu harus segera mengingat. Dia hanya beberapa tahun saja bersamamu, sedangkan aku adalah calon masa depan kamu. Setelah bersama denganku, kamu nggak akan aku izinkan untuk memikirkan atau berhubungan dengan laki-laki lainnya," tegas Leon.Dia benar-benar tidak suka kalau hati juga pikiran Nisa memikirkan lelaki lain."Aku benar-benar nggak ingat apapun. Tolong, ahh Leon, kamu mau ngapain lagi umm hentikan Leon ahhh!" Nisa sedang berbicara, tapi setan merah menggila itu malah kembali memainkan tangannya di belahan bibir Nisa yang mudah sekali terpancing dan basah."Kita lakukan sekali lagi sayang, umm,
Nisa terdiam saat mendengar pertanyaan dari Raka. Napasnya seolah berhenti mendadak. Dia juga tidak boleh membuat Raka makin terluka dengan kenyataan yang harus dia ketahui.Nisa juga tidak boleh membohongi Raka. Saat ini detik ini, mereka bertemu memang untuk membicarakan masalah itu."Emm, sebentar ya, aku ganti baju dulu," yakin Nisa juga tidak nyaman dengan baju yang dipakainya. Apalagi bau dari baju itu sudah tercium aroma khas tubuh dari Leon. Mungkin aroma itu menyengat hingga tercium oleh hidung Raka.Bukan Nisa ingin menghindari pertanyaan Raka, tapi dia harus mengatur perkataan yang tepat agar tidak membuat Raka makin terluka.Tanpa banyak bicara Raka mengikuti Nisa ke kamarnya."Raka, kamu tunggu saja di luar. Aku nggak akan lama kok," Nisa berbalik, dia tetap nggak nyaman kalau Raka mengikutinya."Ada apa? Kenapa aku nggak boleh melihat apa yang pacar aku lakukan? Kamu kan hanya berganti baju. Kita ini sudah berhubungan hampir 4 tahun Nisa, tapi sepertinya kamu nggak perna
"Raka, aku mohon, ini bukan permainan saling membakar atau membalas. Aku mohon, Raka, aku tahu kamu pasti mengerti keadaanku kan? Uhm?" Nisa mencoba berbicara meski dia tidak yakin apakah bisa merubah keputusan menggebu Raka saat ini."Buka semua, biarkan aku melihatnya juga. Tukar bajunya sekarang dihadapanku kalau kamu memang benar-benar pernah menganggap aku sebagai seseorang yang berarti," tantang Raka, dia masih belum mau mengalah dan menuntut Nisa untuk berganti baju di hadapannya.Raka ingin melihat apapun yang belum dia lihat. Dia menahan semua dan mencoba mengerti keadaan Nisa selama 5 tahun itu."Nggak gitu dong, Raka, kamu kan tahu, aku nggak mungkin melakukan itu," hampir saja suara Nisa tidak dapat terdengar, dia malu dan merasa bersalah dengan keadaannya saat ini."Kenapa? Kenapa hanya aku yang nggak boleh melihat juga menikmati nya? Kita ini pacaran kan, Nisa? Atau kamu hanya benar benar menjadikan aku sebagai pelarian dan kamu hanya merasa nggak enak saja dengan apa