"Apa maksud ucapan kamu? Aku nggak ngerti?"Nisa bukan sedang mencari alasan, memang dia belum memahami ucapan Leon."Aku nggak peduli, pokoknya, malam ini, kamu harus ikut bersamaku," Leon bersikeras, dia sudah tidak mau lagi mendengarkan penjelasan dari Nisa."Ti-tidak, Maafkan aku, aku tidak mau pergi dari sini, aku mohon," Nisa berkata, mendorong tubuh Leon saat dia dipaksa akan masuk kedalam mobil."Kau gila? Membiarkan kau disini, itu sama dengan halnya aku membiarkan akses laki-laki lain untuk merebutmu. Kamu adalah milikku, hanya untuk diriku, tidak boleh ada yang menyentuhmu selain diriku. Aku sudah kehilanganmu satu kali, tidak mungkin aku bodoh untuk kedua kalinya kehilangan dirimu."Sampai saat ini Nisa masih belum mengerti maksud dari semua ucapan Leon. Baginya perasaannya terhadap laki-laki dihadapnya masih abu-abu."Bagaimana ini? Kalau besok pagi Raka menjemputku dan tidak melihatku. Dia pasti akan mencemaskan aku lagi. Aku nggak boleh bikin Raka cemas terus. Selam
"Masa laluku? Bagaimana dia tahu? Apa benar benar dia ada hubungannya dengan masa laluku? Aku sungguh nggak ingat apapun tentang dia."Batin Nisa berbicara, dia tertegun dan memandangi wajah Leon. Dia terus mencoba mengingat, apa saja yang bisa dia ingat tentang masa lalunya. Nisa yakin tidak melupakan apapun dan dalam masa lalunya Dia sangat meyakini tidak ada di hidupnya."Aznii, kamu mendengar aku kan? Katakan dengan jujur. Apa yang terjadi dengan dirimu 5 tahun belakangan ini. Ceritakan semuanya dengan sejelas-jelasnya agar aku bisa tahu di mana letak kesalahannya," Leon mencoba memberikan tekanan kembali, sebenarnya dia sudah tidak nyaman berbicara bahasa formal dengan gadisnya, tapi mau dikatakan apalagi dia harus terima.Kondisi Nisa saat ini memang belum bisa menerima kehadiran Leon. Leon harus secara sabar menangani perasaan sensitif Nisa apalagi setelah apa yang dilakukan Leon, Leon yakin saat ini bisa pasti sangat membenci dirinya."Aku nggak mau menjelaskan apapun dan aku
"Ah umm ya tuhan, apa ini, ini benar-benar nikmat, aku nggak tahan lagi umm," Nisa memejamkan mata sambil menggigit bibirnya sendiri saat merasakan Leon dengan putaran gelombang besarnya sedang bergoyang dan mengobrak-abrik milik Nisa yang makin terasa basah juga dalam."Umm Nisa sayang kamu benar-benar sempit sayang ah aku tahu dan yakin 5 tahun ini, kamu menjaga ini hanya untuk aku kan ahhh ah ini aku benar-benar menyukai milikmu. Aku kecanduan milikmu," rancu Leon, dia sedang memompanya makin dalam dan membuat Nisa tak bisa menahan suaranya."Ummmmm aaaahhh ummm jangan berhenti ah," rancu Nisa makin menggila kemudian tiba tiba saja Nisa merasakan tubuhnya bergetar hebat, seperti akan ada badai yang menerjang keluar dari kedua kakinya.Leon menarik benda besar miliknya yang belum tertidur dan tanpa ragu memasukkan wajahnya diantara kedua kaki Nisa, sepertinya Leon siap menampung gelombang besar yang akan keluar tersebut."Keluarkan sayang jangan di tahan lagi, aku akan memakan semua
"Kamu sudah bangun?" Leon duduk di tepi ranjang sambil menggeser kereta makan yang sudah dia siapkan."Uhm!" Nisa menggeliat pelan. Seluruh tubuhnya sakit. Ringsek seperti dilindas buldozer. Itu semua ulah perbuatan Leon."Aku bantu," Leon sigap mendekat, namun Nisa segera menarik selimutnya tinggi, dia takut kalau hal gila seperti beberapa jam lalu terjadi kembali.Manik hitam Nisa berputar memindai kamar yang beberapa jam lalu mereka melakukan pergulatan panjang."Bisakah kamu memberikan aku baju," ucap Nisa lirih juga tertunduk malu, dia takut kalau tubuhnya disentuh lagi oleh Leon. Sudah dapat dipastikan kalau tubuhnya tidak akan menolak Leon. Nisa takut kebablasan seperti tadi.Leon tersenyum melihat reaksi Nisa yang salah tingkah juga gugup. Menatap kearah Leon sangat waspada dan berhati-hati, itu tergambar jelas di pelupuk mata Leon kalau gadisnya belum benar benar menerimanya."Pakai bajuku sementara waktu ya, tadi aku tidak jadi membawa barang-barangmu. Itu semua karena kamu
Sudah dapat dipastikan tubuh Leon akan kembali terbakar melihat pemandangan di depan matanya. Berapa kalipun Leon melakukannya pada Nisa, dia tidak akan puas. Leon sudah gila kehilangan Nisa selama 5 tahun. Mana mungkin bisa menahan geloranya."Kenapa masih diam, aku kan bilang buka kaosmu dan lebarkan kedua kakimu," sekali lagi Leon berkata karena Nisa masih belum menuruti perintahnya."Ya ampun dasar Nisa bodoh. Apa kamu tadi salah bicara," Nisa memutarkan bola mata sambil menggigit bibirnya, dia merasa sudah salah bicara. Padahal niatnya tadi agar Leon tidak mengganggunya saat makan.Leon mendekat dan menarik kaki Nisa, "Aghh!" Nisa menjerit dan ingin menutup kedua kakinya."Kamu lebarkan sendiri atau aku yang akan memintanya secara paksa," Leon sudah benar-benar menarik kakinya hingga kaki itu melebar.Nisa segera menahan tangan Leon dan menyentuh tangannya, "Aku lelah, apa kamu nggak bisa membiarkan aku tidur saja, uhm?" wajah Nisa sudah mengiba, dia tidak mau jadi gila seperti t
Nisa membuka matanya, sedikit takjub dengan pemandangan yang dia lihat. Sosok menyebalkan dan membuatnya seperti hidup dalam penjara padahal mereka baru saja bertemu. Kini dia ada di pelupuk mata Nisa.Cahaya sinar matahari pagi menembus gorden berwarna putih. Warna kekuningan itu seperti hangat pelukan seorang ibu. Nisa mencoba bergerak, namun tubuhnya kini sedang berada dalam lingkaran tangan besar milik Leon."Kamu beneran sudah tidak waras Nisa, bagaimana bisa kamu melakukannya berkali-kali dengan laki-laki bejat dan mesum ini. Gilanya tubuhmu malah gak menolaknya," semburat wajah kemerahan mengalir seperti aliran darahnya yang datang dengan tiba tiba.Deru nafasnya mengalir dan dia hampir saja melompat karena malu. Malu pada diri sendiri, apalagi saat ini dia merasa seperti wanita murahan.Berkali-kali dia memaki dirinya, tetap saja, dia tidak bisa mengubah apapun. Yang terjadi sudah menjadi bubur dan alhasil dia benar-benar menikmati. Dan dia memberanikan diri menatap sosok meny
"Nggak mungkin secepat itu, aku harus bisa berbicara dengannya terlebih dahulu. Dia bukan tipikal laki-laki posesif seperti kamu, tapi dia sudah aku anggap sebagai seseorang yang sangat berharga," sepertinya Nisa salah berbicara. Dia menggigit bibir juga memejamkan matanya. Takut salah berbicara.Leon mengeratkan giginya, "Hah, masih saja kamu membahasnya. Sudah aku katakan, putuskan hubunganmu dengan dia!" intonasi suaranya sedikit berteriak, dia benar-benar marah mendengar ucapan dari Nisa."Kalau begitu, biarkan aku pulang dan berbicara dengannya. Aku harus bertemu dengannya agar dia nggak mencemaskan aku lagi," pastikan momen saat Nisa meminta izin tepat dan tidak mungkin ditolak oleh Leon."Aku akan ikut denganmu," huh rasanya Nisa ingin sekali mendorong tubuh Leon dan menghantamkan kepalanya ke tembok. Laki-laki itu keras kepala, benar-benar ingin membuat Nisa dalam kesulitan."Yang benar saja, bagaimana aku bisa menyelesaikan masalahku dengan cepat kalau kamu adalah biang dari
"Kamu nggak bisa bilang begitu dong Leon, Raka, Awww!"Nisa kembali menjerit saat lehernya digigit oleh Leon."Leon, apa-apaan sih? Kamu kayak vampire aja?" gerutu Nisa, dia benar-benar kesal dengan tingkah Leon yang kekanakan."Aku sudah bilang, jangan sebut nama laki laki lain dihadapanku. Aku nggak suka. Yang harus kamu tahu, aku adalah kekasihmu. Semasa kuliah kita berpacaran dan kamu harus segera mengingat. Dia hanya beberapa tahun saja bersamamu, sedangkan aku adalah calon masa depan kamu. Setelah bersama denganku, kamu nggak akan aku izinkan untuk memikirkan atau berhubungan dengan laki-laki lainnya," tegas Leon.Dia benar-benar tidak suka kalau hati juga pikiran Nisa memikirkan lelaki lain."Aku benar-benar nggak ingat apapun. Tolong, ahh Leon, kamu mau ngapain lagi umm hentikan Leon ahhh!" Nisa sedang berbicara, tapi setan merah menggila itu malah kembali memainkan tangannya di belahan bibir Nisa yang mudah sekali terpancing dan basah."Kita lakukan sekali lagi sayang, umm,