Share

Bab 2

Author: Vina Julianti
AC ini sudah dipakai bertahun-tahun. Kemarin masih berfungsi dengan baik, tapi entah kenapa malam ini tiba-tiba mode pendinginnya rusak.

Sudah kupencet berkali-kali pakai remote, tapi angin yang keluar tetap saja panas.

Setelah aku menyerahkan remote ke pria itu, dia pun mencoba mengatur ulang beberapa kali. Lalu bilang bahwa kalau AC tak bisa dingin, kemungkinan masalahnya ada di unit luar.

Begitu turun dari bangku, dia mendadak menggaruk kepala sambil tersenyum malu.

“Kak, aku boleh minta segelas air nggak? Seharian berkeliaran di luar, aku belum sempat minum sama sekali.”

Barulah aku sadar, sejak dia masuk tadi, aku belum menawarkannya minum. Aku pun buru-buru mengambil satu botol dari meja samping ranjang dan menyerahkannya.

Itu botol sisa malam sebelumnya, waktu aku dan suami habis bermesraan, yang diambil asal dari tumpukan botol yang belum habis diminum.

Melihat dia membuka tutup botol dan meneguk air dengan tenggorokan yang tampak bergerak naik turun, aku jadi agak kehilangan fokus.

Tanpa sadar, tanganku menyentuh lengannya yang kekar.

Dia menghentikan gerakan minumnya, lalu menatapku sambil menyeringai nakal, “Kak, kamu nggak takut ketahuan suamimu?”

Sejak di pintu masuk tadi, saat mengambil sandal rumah pria milik suamiku, dia pasti sudah sadar bahwa ada tuan rumah laki-laki di rumah ini.

Namun, tanganku tak berniat mundur. Dengan ujung jari, aku menggambar lingkaran di lengannya, terus mengirimkan sinyal padanya.

“Suamiku lagi ziarah ke kampung, nggak mungkin balik dalam tiga empat hari ini,” ujarku sambil menggigit bibir dan menatapnya dengan ekspresi penuh harap.

Biasanya, kalau aku pasang ekspresi begini, sesibuk apapun suamiku, dia pasti langsung berhenti bekerja dan memanjakanku.

Aku yakin semua pria di dunia ini sama. Nggak ada yang bisa menolak godaan dari seorang istri yang kesepian….

Detik berikutnya, tanganku ditahannya dan tubuhku langsung ditarik masuk ke pelukannya.

Bibirnya menyentuh leherku dan kakiku langsung lemas seketika.

“Ayo ke ranjang, tindih aku….” Aku mengangkat tangan, mengelus janggut tipis di dagunya dengan telapak tangan yang mulai panas.

Napasnya mulai terengah-engah, jelas dia mulai terbakar oleh godaanku.

Dipeluk oleh dada bidangnya membuatku seperti tersihir. Aku menarik tangannya dan membimbingnya ke arah dalam jubah tidurku.

Tiba-tiba, ponselku berdering nyaring dan memotong semua gerakanku begitu saja.

Itu nada dering khusus untuk suamiku. Dia menelepon di jam segini pasti hanya untuk satu hal, yaitu memastikan aku ada di rumah atau tidak.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Godaan Teknisi AC   Bab 9

    Di hari-hari berikutnya, Hansen pindah kembali ke rumah.Kami mulai menata kembali pernikahan ini, berusaha memperbaiki luka-luka yang pernah ada di antara kami.Hansen menjadi jauh lebih perhatian. Dia menyempatkan diri untuk menemaniku setiap hari dan memedulikan perasaanku.Sementara aku mulai belajar untuk jujur pada diri sendiri, tidak lagi menyimpan semuanya dalam hati.Namun, semuanya belum benar-benar selesai.Meskipun teknisi AC itu sudah ditahan polisi, bayang-bayangnya masih menghantui kami.Beberapa hari kemudian, aku menerima pesan singkat dari nomor tak dikenal. Isinya hanya beberapa kata, “Kamu nggak akan bisa lari.”Jantungku langsung berdebar dan buru-buru menunjukkan pesan itu ke Hansen.Dia mengernyit dan berusaha menenangkanku, “Jangan takut, aku akan melindungimu.”Meski begitu, aku tetap merasa tak tenang.Hari-hari selanjutnya, aku mulai merasa ada yang memperhatikanku diam-diam. Bahkan, suatu kali saat pulang, aku seperti melihat sosok yang familiar sekilas di u

  • Godaan Teknisi AC   Bab 8

    Setelah polisi pergi, suasana di dalam rumah mendadak sunyi.Hansen berdiri di ambang pintu, tampak agak canggung dan gelisah.Dia menatapku, seolah ingin bicara tapi ragu-ragu.“Kok… kok kamu bisa datang ke sini?” Akhirnya aku yang memecah keheningan dengan suara bergetar.Hansen menghela napas, lalu melangkah pelan ke arahku.“Aku terus khawatir denganmu.”“Setelah bercerai, rasanya hatiku nggak tenang. Aku takut kamu nggak baik-baik saja sendirian.”“Setiap hari aku menyetir ke sini untuk melihatmu, tapi tak kusangka….”Perasaanku campur aduk. Semua pikiran dalam benakku seperti terhubung jadi satu.Setiap malam sebelum tidur, aku terbiasa berdiri sejenak di depan jendela.Andai aku lebih memperhatikan, mungkin aku akan sadar ada mobil hitam yang parkir di jalan depan rumah hampir setiap malam.Dan bunga di halaman selalu disiram, bunga di vas balkon juga selalu diganti.Hansen memang menepati janjinya untuk melepaskanku, tapi dia tetap peduli dengan hidupku.“Say….” Baru saja mau m

  • Godaan Teknisi AC   Bab 7

    Setelah malam itu, Hansen resmi pindah keluar dari rumah.Dia membawa pergi pakaian dan beberapa barang pribadinya, serta meninggalkan kunci rumah di atas meja.Kami pun tak pernah bertemu lagi. Semua urusan perceraian kami diselesaikan lewat pengacara.Prosesnya berjalan sangat lancar. Sangking lancarnya, seolah-olah tidak pernah ada cinta di antara kami.Setelah bercerai, aku tinggal sendirian di rumah yang dulu kamu tempati bersama.Setiap sudut ruangan dipenuhi kenangan, tapi yang kurasakan justru kesepian yang luar biasa.Setiap kali melewati ruang tamu dan melihat meja makan tempat kami sering duduk bersama dulu atau masuk ke kamar tidur dan melihat ranjang yang dulu kami bagi berdua, rasa nyeri langsung menyeruak di dada.Aku tahu butuh waktu untuk memproses semua perasaan ini dan aku juga butuh waktu untuk menemukan kembali diriku yang percaya diri.Namun, yang tak kusangka, semuanya belum benar-benar selesai.Di minggu pertama setelah bercerai, teknisi AC itu datang lagi ke ru

  • Godaan Teknisi AC   Bab 6

    “Sayang, aku beliin tiramisu kesukaanmu.”Begitu pintu terbuka, aku menarik napas dalam-dalam. Mencoba mengumpulkan keberanian untuk menghadapinya.Hansen masuk sambil menenteng kotak kue yang tampak mahal, wajahnya dihiasi senyuman lembut. Seketika, aku merasa semuanya begitu menyedihkan.Aku memaksakan senyuman dingin, “Kok kamu pulang? Bukannya ada jamuan makan malam ini?”“Aku kangen denganmu,” jawabnya sambil berjalan masuk dan meletakkan kue di meja. Lalu melanjutkan, “Kamu terus menghindariku akhir-akhir ini, masih marah ya?”Aku diam memandangi pria di depanku. Pria yang dulunya merawatku seperti seorang ayah dan entah kenapa aku justru ingin ketawa.Berapa banyak wajah yang sebenarnya dimiliki pria ini?Hansen mendekat dan ingin memelukku.Aku pun reflek menghindar.Dia tertegun dan tampak tersinggung, “Sayang, kamu sudah nggak mencintaiku lagi?”Aku menatapnya dan tiba-tiba merasa sangat lelah.Selama ini, aku hidup dalam kebohongan yang dia ciptakan, seperti orang bodoh ya

  • Godaan Teknisi AC   Bab 5

    Setelah keluar dari rumah sakit, suamiku mengambil cuti seminggu dari kantor untuk merawatku.Nomor yang tersimpan di ponselku tak pernah berhasil kuhubungi, aku juga tak pernah menerima telepon darinyaKupikir semua sudah berlalu begitu saja. Sampai akhirnya tiga bulan kemudian, aku menerima sebuah paket di malam hari.Ternyata ada sepotong celana dalam milikku di dalamnya dan masih ada bekas yang terlihat jelas.Aku langsung tahu siapa pengirimnya.Aku langsung mengambil ponsel dan menekan nomor yang selama ini tak pernah kulupakan.Begitu tersambung, tidak ada suara dari seberang sana.Tak ada pilihan lain, aku pun membuka suara lebih dulu, “Apa maumu?”“Aku mau memuaskanmu.”Seketika, aku pun kesal dengan ucapannya.“Kamu gila?”Namun, teknisi AC itu malah mulai curhat padaku.“Aku memang gila! Sejak malam itu, aku memikirkanmu sampai mau gila! Gila sampai harus mencium baumu dulu baru bisa tidur!”Sejujurnya, setelah kejadian itu, suamiku terus berusaha menebus semuanya. Apapun

  • Godaan Teknisi AC   Bab 4

    “Ah….” Aku tak bisa menahan diri dan mengeluarkan suara.Dari sudut mataku, kulihat suamiku tampak sangat puas di balik video.Tepat saat senyuman suamiku semakin lebar, tiba-tiba tubuhku dilanda rasa sakit yang begitu hebat.Kemudian, setetes darah menyebar di atas seprai dan wajah teknisi AC langsung berubah panik.Di layar video, ekspresiku mengerut, jelas terlihat aku sedang kesakitan.Suamiku langsung menyadari ada yang tak beres. Wajahnya berubah dari senang jadi cemas, lalu khawatir.“Sayang, kamu kenapa?”Perut bagian bawahku terasa nyeri, disertai sensasi kuat seolah ada sesuatu yang jatuh dari dalam.Aku spontan menekan tombol untuk menutup telepon.Belum sempat melakukan apapun, pandanganku gelap dan aku pun pingsan.Saat terbangun, yang kulihat hanyalah dinding putih di sekelilingku.Aku baru sadar kalau diriku sedang berada di rumah sakit.Seorang perawat masuk untuk mengganti cairan infusku dan dengan nada tenang berkata, “Pecahnya kista ovarium itu bukan hal sepele. Untu

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status