Share

Bab 3

Auteur: Vina Julianti
Aku menoleh dan mencium pipi pria di belakangku, lalu memohon dengan suara manja, “Tunggu sebentar, suamiku telepon.”

“Nggak boleh angkat!”

Lengannya malah memelukku makin erat, sama sekali tak berniat melepaskan.

“Siapa suamimu? Coba pikirkan baik-baik! Yang sedang memelukmu erat-erat sekarang, inilah suamimu.”

Ucapan nakalnya itu sukses membuat wajahku memerah.

Sejujurnya, aku juga tak ingin angkat. Tapi, suamiku orang yang posesif dan curigaan. Kalau aku tak angkat telepon kali ini, bisa-bisa jadi masalah besar.

Dulu, aku pernah memutuskan teleponnya malam-malam karena terlalu mengantuk.

Dia curiga aku selingkuh waktu itu, lalu langsung menyetir belasan jam dari luar kota hanya untuk memastikan sendiri.

Aku tak mau kejadian itu terulang lagi, jadi mau tak mau harus sabar dan minta izin dulu ke pria di sampingku.

“Angkatlah.”

Begitu mendapat izin, aku segera memberi isyarat ‘ssstt’ padanya.

“Sayang, sudah tidur? Banyak sekali nyamuk di rumah lama ini. Aku seperti kantong darah hidup di sini.”

Aku berdeham pelan, lalu menjawab, “Sudah, aku baru saja selesai maskeran dan mau tidur.”

Usai bicara, aku langsung merasa bagian belakang tubuhku jadi dingin. Aku menoleh dan melihat pria itu sudah mengangkat jubah tidurku.

“Kamu….”

“Istriku yang genit, ada apa?”

Mendengar suara suamiku lagi, aku langsung buru-buru mengalihkan topik.

“Sayang, tidur saja lebih awal. Nyamuk nggak bakal menggigitmu lagi kalau sudah tidur,” ujarku sambil menendang pelan pria di belakangku, memberi peringatan agar dia segera berhenti.

Namun, dia tetap tak mau berhenti, Bahkan mendorongku, membuatku terpaksa bertumpu dengan lutut dan kedua tangan di atas ranjang.

“Aaah….” desahku saat merasakan ciuman basah dari belakang, tubuhku reflek bergetar halus sulit dikendalikan.

Tiba-tiba, suamiku menggoda dengan nada genit, “Sayang, jangan menggodaku. Cepat buka kameranya, aku mau melihatmu.”

Aku buru-buru menendang pria itu lagi agar dia menghentikan aksinya.

Namun, dia malah menahan pinggangku dengan satu tangan dan tangan lainnya mulai membuka tali celana olahraga yang dipakainya.

“Sayang, cepat dong, biar kulihat….”

“Aku sendirian di ranjang tua ini, seluruh badanku sampai gatal sangking kangennya denganmu. Rasanya nggak nyaman sekali.”

“Iya iya, tunggu sebentar ya. Aku ke kamar mandi dulu, sayang.”

Baru saja berniat cari alasan untuk menutup telepon, tiba-tiba terdengar suara suamiku yang kesal, “Jangan ditutup! Aku mau dengar! Nggak boleh dimatiin….”

Aku tahu ini karena rasa posesifnya lagi muncul.

Biasanya, kalau dia bersikap manja seperti ini, aku pasti senang bukan main.

Namun, situasi sekarang beda. Ada pria lain di kamar ini dan dia sedang menatapku dengan sorot mata penuh hasrat.

“Bagaimana kalau hari ini jangan….” Belum sempat aku menolak, tiba-tiba tubuhku terasa terangkat.

Begitu aku sadar, kulihat teknisi AC itu sedang menggendongku menuju kamar mandi.

Saat dia mengangkat kedua kakiku dan memposisikan pantatku tepat menghadap ke kloset, aku langsung terdiam tak berkutik.

“Sayang, belum sampai kamar mandi?”

Setelah kembali sadar, aku menjawab terbata-bata, “Sudah sampai….”

Di bawah tatapan pria di belakangku yang menyeringai nakal, terdengarlah suara deras air seni menghantam kloset di dalam kamar mandi.

“Sayang, kamu basah sekali hari ini!”

Aku tidak menjawab. Mungkin karena pikiranku benar-benar kacau dan aku sendiri pun tak tahu bagaimana menghadapi teknisi AC ini.

Begitu dia menggendongku kembali ke atas ranjang, tiba-tiba terdengar suara suamiku dari telepon,

“Sayang, kok kamu aneh sekali hari ini?”

Secara reflek, seluruh saraf tubuhku langsung menegang.

Jangan-jangan ketahuan?

Namun, suamiku malah menghela napas berat, lalu berkata, “Sepertinya aku semakin kangen denganmu.”

Aku menghela napas lega.

Namun detik berikutnya, suamiku malah berseru dengan semangat, “Sayang, bagaimana kalau kita video call sambil main sekali?”

Belum sempat aku merespon, telepon langsung terputus dan nada dering panggilan video menggema.

Aku buru-buru menjulurkan tangan untuk menolak, tapi tiba-tiba ada tangan lain yang lebih cepat dariku dan langsung menekan tombol terima.

Aku langsung panik dan cepat-cepat mengarahkan kamera ke wajahku. Barulah berhasil menutupi pria di belakangku.

“Sayang, kok wajahmu merah sekali?”

Di bawah tubuhku, teknisi AC sedang memegang kakiku dan menekannya ke perut berototnya.

Begitu merasakan pantulan dari otot-ototnya, suaraku jadi serak, “Mungkin… karena pakai masker wajah baru barusan. Sepertinya alergi.”

Di layar video, tiba-tiba suamiku tersenyum padaku dan berkata, “Sayang, coba tegakin ponselmu, aku mau lihat kamu mainin mainan itu.”

Aku syok bukan main.

Tiba-tiba, terdengar suara getaran.

Belum sempat aku bereaksi, teknisi AC langsung menyodorkan mainan elektrik kecil itu ke tanganku.

“Istri genitku nakal ya, diam-diam mainin mainannya sendirian tanpa bilang-bilang. Kamu harus dihukum hari ini, temani aku satu jam lebih lama.”

Saat aku hampir menangis dan benar-benar tak tahu harus berbuat apa, teknisi AC menggenggam tanganku yang memegang mainan elektrik itu, lalu menyelipkannya masuk ke dalam jubah tidurku….

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Godaan Teknisi AC   Bab 9

    Di hari-hari berikutnya, Hansen pindah kembali ke rumah.Kami mulai menata kembali pernikahan ini, berusaha memperbaiki luka-luka yang pernah ada di antara kami.Hansen menjadi jauh lebih perhatian. Dia menyempatkan diri untuk menemaniku setiap hari dan memedulikan perasaanku.Sementara aku mulai belajar untuk jujur pada diri sendiri, tidak lagi menyimpan semuanya dalam hati.Namun, semuanya belum benar-benar selesai.Meskipun teknisi AC itu sudah ditahan polisi, bayang-bayangnya masih menghantui kami.Beberapa hari kemudian, aku menerima pesan singkat dari nomor tak dikenal. Isinya hanya beberapa kata, “Kamu nggak akan bisa lari.”Jantungku langsung berdebar dan buru-buru menunjukkan pesan itu ke Hansen.Dia mengernyit dan berusaha menenangkanku, “Jangan takut, aku akan melindungimu.”Meski begitu, aku tetap merasa tak tenang.Hari-hari selanjutnya, aku mulai merasa ada yang memperhatikanku diam-diam. Bahkan, suatu kali saat pulang, aku seperti melihat sosok yang familiar sekilas di u

  • Godaan Teknisi AC   Bab 8

    Setelah polisi pergi, suasana di dalam rumah mendadak sunyi.Hansen berdiri di ambang pintu, tampak agak canggung dan gelisah.Dia menatapku, seolah ingin bicara tapi ragu-ragu.“Kok… kok kamu bisa datang ke sini?” Akhirnya aku yang memecah keheningan dengan suara bergetar.Hansen menghela napas, lalu melangkah pelan ke arahku.“Aku terus khawatir denganmu.”“Setelah bercerai, rasanya hatiku nggak tenang. Aku takut kamu nggak baik-baik saja sendirian.”“Setiap hari aku menyetir ke sini untuk melihatmu, tapi tak kusangka….”Perasaanku campur aduk. Semua pikiran dalam benakku seperti terhubung jadi satu.Setiap malam sebelum tidur, aku terbiasa berdiri sejenak di depan jendela.Andai aku lebih memperhatikan, mungkin aku akan sadar ada mobil hitam yang parkir di jalan depan rumah hampir setiap malam.Dan bunga di halaman selalu disiram, bunga di vas balkon juga selalu diganti.Hansen memang menepati janjinya untuk melepaskanku, tapi dia tetap peduli dengan hidupku.“Say….” Baru saja mau m

  • Godaan Teknisi AC   Bab 7

    Setelah malam itu, Hansen resmi pindah keluar dari rumah.Dia membawa pergi pakaian dan beberapa barang pribadinya, serta meninggalkan kunci rumah di atas meja.Kami pun tak pernah bertemu lagi. Semua urusan perceraian kami diselesaikan lewat pengacara.Prosesnya berjalan sangat lancar. Sangking lancarnya, seolah-olah tidak pernah ada cinta di antara kami.Setelah bercerai, aku tinggal sendirian di rumah yang dulu kamu tempati bersama.Setiap sudut ruangan dipenuhi kenangan, tapi yang kurasakan justru kesepian yang luar biasa.Setiap kali melewati ruang tamu dan melihat meja makan tempat kami sering duduk bersama dulu atau masuk ke kamar tidur dan melihat ranjang yang dulu kami bagi berdua, rasa nyeri langsung menyeruak di dada.Aku tahu butuh waktu untuk memproses semua perasaan ini dan aku juga butuh waktu untuk menemukan kembali diriku yang percaya diri.Namun, yang tak kusangka, semuanya belum benar-benar selesai.Di minggu pertama setelah bercerai, teknisi AC itu datang lagi ke ru

  • Godaan Teknisi AC   Bab 6

    “Sayang, aku beliin tiramisu kesukaanmu.”Begitu pintu terbuka, aku menarik napas dalam-dalam. Mencoba mengumpulkan keberanian untuk menghadapinya.Hansen masuk sambil menenteng kotak kue yang tampak mahal, wajahnya dihiasi senyuman lembut. Seketika, aku merasa semuanya begitu menyedihkan.Aku memaksakan senyuman dingin, “Kok kamu pulang? Bukannya ada jamuan makan malam ini?”“Aku kangen denganmu,” jawabnya sambil berjalan masuk dan meletakkan kue di meja. Lalu melanjutkan, “Kamu terus menghindariku akhir-akhir ini, masih marah ya?”Aku diam memandangi pria di depanku. Pria yang dulunya merawatku seperti seorang ayah dan entah kenapa aku justru ingin ketawa.Berapa banyak wajah yang sebenarnya dimiliki pria ini?Hansen mendekat dan ingin memelukku.Aku pun reflek menghindar.Dia tertegun dan tampak tersinggung, “Sayang, kamu sudah nggak mencintaiku lagi?”Aku menatapnya dan tiba-tiba merasa sangat lelah.Selama ini, aku hidup dalam kebohongan yang dia ciptakan, seperti orang bodoh ya

  • Godaan Teknisi AC   Bab 5

    Setelah keluar dari rumah sakit, suamiku mengambil cuti seminggu dari kantor untuk merawatku.Nomor yang tersimpan di ponselku tak pernah berhasil kuhubungi, aku juga tak pernah menerima telepon darinyaKupikir semua sudah berlalu begitu saja. Sampai akhirnya tiga bulan kemudian, aku menerima sebuah paket di malam hari.Ternyata ada sepotong celana dalam milikku di dalamnya dan masih ada bekas yang terlihat jelas.Aku langsung tahu siapa pengirimnya.Aku langsung mengambil ponsel dan menekan nomor yang selama ini tak pernah kulupakan.Begitu tersambung, tidak ada suara dari seberang sana.Tak ada pilihan lain, aku pun membuka suara lebih dulu, “Apa maumu?”“Aku mau memuaskanmu.”Seketika, aku pun kesal dengan ucapannya.“Kamu gila?”Namun, teknisi AC itu malah mulai curhat padaku.“Aku memang gila! Sejak malam itu, aku memikirkanmu sampai mau gila! Gila sampai harus mencium baumu dulu baru bisa tidur!”Sejujurnya, setelah kejadian itu, suamiku terus berusaha menebus semuanya. Apapun

  • Godaan Teknisi AC   Bab 4

    “Ah….” Aku tak bisa menahan diri dan mengeluarkan suara.Dari sudut mataku, kulihat suamiku tampak sangat puas di balik video.Tepat saat senyuman suamiku semakin lebar, tiba-tiba tubuhku dilanda rasa sakit yang begitu hebat.Kemudian, setetes darah menyebar di atas seprai dan wajah teknisi AC langsung berubah panik.Di layar video, ekspresiku mengerut, jelas terlihat aku sedang kesakitan.Suamiku langsung menyadari ada yang tak beres. Wajahnya berubah dari senang jadi cemas, lalu khawatir.“Sayang, kamu kenapa?”Perut bagian bawahku terasa nyeri, disertai sensasi kuat seolah ada sesuatu yang jatuh dari dalam.Aku spontan menekan tombol untuk menutup telepon.Belum sempat melakukan apapun, pandanganku gelap dan aku pun pingsan.Saat terbangun, yang kulihat hanyalah dinding putih di sekelilingku.Aku baru sadar kalau diriku sedang berada di rumah sakit.Seorang perawat masuk untuk mengganti cairan infusku dan dengan nada tenang berkata, “Pecahnya kista ovarium itu bukan hal sepele. Untu

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status