Share

Luka hati Sang Ibu

Bab 2

.

Langkah kaki tanpa alas Nek Syam keluar dari rumah nya sendiri, air mata nya terus saja mengalir tanpa henti.

Bukan fisiknya yang sakit, tapi hati yang hancur lah sebab ia menangis. Dalam hati ia mengutuk anak dan menantunya.

" Air susu kau balas dengan tuba, menyesal aku melahirkan anak durhaka seperti kamu janah. Sia sia aku berkorban jiwa dan raga saat mengandung sampai melahirkan mu, inilah balasanmu pada wanita yang telah membawamu lahir kedunia ini??" Batin nek Syam merutuki anak perempuan bungsunya.

Tak ada yang lebih menyakitkan dari pada di hardik dan di usir oleh anak kandung mu sendiri, bahkan seribu kali lebih menyakitkan dari sayatan belati.

Apalagi anak yang kau gadang gadang menjadi pelindung mu dihari tua, justru dialah yang menancapkan luka begitu dalam.

***

Tok..tok...tok...

Bunyi pintu rumahku diketuk, aku segera bergegas membuka pintu.

Krieeet....

"Emak..." Ucapku kaget, tiba tiba ibu mertuaku sudah berada didepan pintu.

"Murni...ijinkan emak tinggal disini ya, emak gak tahu harus kemana lagi."

" Loh...emak kenapa bicara begitu, ayok masuk Mak.." aku memapah tubuh rentanya dan momboyong nya ke kursi tamu.

"Cerita sama murni Mak, apa yang terjadi?" Pintaku penasaran pa emak mertua yang kelihatan sedih dan putus asa.

"Emak di usir dari rumah.." ucap emak sambil menutup mulut dengan dua telapak tangan keriputnya.

Aku mengusap bahunya pelan, ku coba memberinya semangat.

"Siapa yang usir emak ?" Tanyaku lagi.

"Janah sama Ramli."

"Astagfirullah.." aku kaget bukan main, bagaimana mungkin kakak iparku yang tak lain adalah anak perempuan bungsu emak mertua mengusir ibu kandungnya sendiri.

"Bagaimana bisa kak janah mengusir emak, apa yang terjadi Mak?"

"Emak hanya minta dimasakin sayur daun singkong lemak, udah lama emak kepingin. Tapi janah gak mau masakin, katanya ia sibuk jagain cucu nya. Ketika emak minta buat jagain cucunya dia malah marah marah, dan Ramli juga ikut ikutan marahin emak."

"Hanya gara gara sayur daun singkong lemaak ?? " Aku seperti tak percaya, karena kak janah adalah anak bungsu kesayangan emak mertua.

"Iya murni, bahkan kemarahan janah sampai kemana mana, mereka bahkan tega meminta ganti beras yang sudah emak makan selama ini..." Tes.. air mata emak mertua menetes sambil menceritakan keluhnya.

"Mak..kalau hanya sayur daun singkong. Murni bisa masakin buat emak, ngapain emak maksa kak janah kalau memang dia gak sempat."

"Emak gak mau nyusahin kamu murni, kamu sudah seharian mengajar disekolah mana mungkin emak suruh kamu. Kamu juga capek kan pulang mengajar?" Bener juga kata emak, dari pagi aku menghabiskan waktu di sekolah tempatku mengajar, hanya sore hari aku baru pulang kerumah.

"Iya sih Mak... Tapi kalau emak mau, murni bisa kok masakin sekarang." Kucoba menghibur hatinya agar emak berhenti menangis.

"Gak usah murni, emak sudah gak selera lagi. Emak sakit hati murni, emak gak nyangka dia tega mengusir emaknya sendiri."

Kembali emak mertua meneteskan air mata, entah berapa banyak air mata yang sudah ia tumpahkan, Hampir membasahi kerudung lusuh yang ia pakai.

"Emak yang sabar ya.. mungkin kak janah laagi capek ngurus cucu nya, jadi ia gampang emosi." Aku mencoba menengahi masalahnya.

"Enggak murni, dia bukan janah anak emak lagi. Dia...Sudah menjadi orang lain semenjak menikah dengan si Ramli. Dia sudah bukan janah anak emak yang dulu. Dia sudah menjadi bayangan si Ramli, kata katanya sekarang beda dengan dulu. Dulu janah tidak begitu.."

Aku tidak tahu harus berkata apa, memang benar, kak janah sekarang suka marah marah dan berkata kasar. Entah mengapa ia sekarang berubah.

Ku rangkul tubuh ringkih emak mertua, ku dekap raga Yang sudah renta itu. Ku Elus bahu nya, ku coba menenangkan hatinya yang sedang kacau.

"Emak..sabar ya, mungkin kakak lagi khilaf. Emak gak usah khawatir, emak tinggal saja disini sama murni dan bang Ahmad. Rumah kami kan rumah emak juga." Ucapku sambil mengusap punggung emak mertua, tubuhnya kian hari makin kurus. Aku merasa terenyuh melihatnya.

"Makasih murni.. kamu menantu emak yang paling baik. Tak salah Ahmad memilihmu jadi istrinya, semoga kamu kelak mendapat menantu yang baik ya nak." Ucap emak mertua sambil mmengusap lenganku.

"Amin..." Balasku singkat.

Aku tak ingin emak mertua larut dalam kesedihan. Ku ajak emak kedapur untuk makan siang.

"Mak..yuk kita kedapur. Tadi murni masak ikan tongkol tumis loh. Enak pokoknya Mak.." aku memapah emak menuju dapur.

"Emak enggak lapar mur.." aku tahu emak berbohong, mana mungkin sudah jam tiga sore ia tak lapar.

"Mak..nanti emak sakit perut loh kalau gak makan, nanti lambung Mak sakit gimana?"

Akhirnya emak mertua menurut dan mengikuti ajakan ku, ku papah ia untuk duduk di kursi makan. Lalu ku ambil piring dan menyendok nasi, tak lupa ku taruh ikang tongkol tumis dipiringnya.

Emak langsung melahap nasi dengan tangan polosnya, tampak ia sangat kelaparan. Ah.. lagi lagi aku teriris melihat emak mertuaku. Ia kembali mengingatkanku pada almarhum ibuku.

Bersambung...

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status