Kecepatan mobil Axel membelah jalanan dengan begitu cepat, genggaman tangannya bahkan mencengkram erat stir mobil, sesekali memukul stir mobil untuk melampiaskan amarahnya."Arrghhhh..."pekik Axel saat mengingat pertengkaranya dengan Anjani. Axel tidak tahu arah tujuannya hendak kemana, dalam benaknya hanya terpikirkan wajah Anjani dan Sandra berulang kali terbayang dibenaknya.Memiliki dua istri sangat tidak mudah, tanpa Axel sadari perlahan menyakiti kedua hati istri-istrinya, tetapi untuk kehilangan salah satu dari mereka pun Axel tidak bisa. Semakin dalam Axel menekan pedal gas mobilnya dan semakin cepat pula laju mobilnya, kini mobil Axel mengarah ke arah puncak, dia berniat untuk menemui sahabatnya dan menenangkan diri terlebih dahulu dari rumitnya hubungan pernikahannya.Satu jam kemudian Axel tiba di sebuah rumah yang sederhana tetapi memiliki pekarangan rumah yang cukup luas dan asri.Ilham, salah satu teman dekat Axel ketika berkuliah dulu, Ilham temannya yang memiliki ke
Sepanjang jalan pulang dari rumah sakit Anjani hanya terdiam, di saat dalam perjalanan tadi pun mereka tidak banyak berbicara, Anjani hanya menjawab jika Axel bertanya. Axel jelas tahu jika istri pertamanya itu sedang merajuk, tapi entah disebabkan oleh apa lagi kali ini, Axel pun tidak paham."Aku akan istirahat, Mas boleh pergi," ucap Anjani santai tanpa memandang Axel dan hendak berjalan pergi ke kamarnya. Tidak terima dengan sikap yang kurang sopan dari Anjani, Axel ingin segera meluruskan permasalahan yang bahkan Axel tidak mengetahui.Axel segera memegang lengan Anjani. "Baby, tolong jelaskan apa yang terjadi kepadamu?" "Memangnya apa yang harus ku katakan, Mas?" "ini, ini kamu harus jelaskan," Axel menunjuk pada diri Anjani. "Kenapa tiba-tiba kamu seolah marah kepadaku tanpa aku tahu salahku?" Anjani terkekeh. "Mas sadar toh kalau aku marah?" "Dengarkan Mas, sikapmu yang selalu seperti ini tidak akan baik untuk hubungan kita." "Aku bersikap biasa saja Mas." Anjani berusa
Bella terlihat sangat syok dan tidak bisa menahan tangisannya setelah Marco memberitahukan keadaan Claire saat ini, Claire akan lumpuh seumur hidupnya."Kita akan membawa Claire berobat kemanapun agar dia bisa kembali pulih, Mas janji," hibur Marco agar Bella berhenti bersedih.Tetapi Bella segera menggelengkan kepala. "Tidak, dokter sudah bilang bahwa tingkat keselamatannya akan sangat kecil, Aku sama sekali tidak sanggup untuk kehilangan putriku!""Keadaan Claire akan seperti itu, kita sebagai orangtua tentu bisa menerima kekurangan anak, tetapi pasangannya kelak, apakah bisa menerima kekurangan putri kita?" Marco nampak putus asa."Putri kita sempurna, Mas!" Bella menyusut air matanya agar tidak terlihat bersedih lagi. "Ada kita yang akan merawat dan menerimanya tanpa memandang kekurangannya, Claire kita tidak akan sendirian."Marco segera memeluk Bella, agar mereka bisa saling hati satu sama lain, ada hal yang mengganjal di hati Marco, yaitu respon Tristan atas keadaaan Claire. "K
Ruangan rawat inap Claire memang cukup luas dan mewah, bakan ada tempat khusus untuk menerima tamu jadi keluarga yang berkunjung tidak akan mengganggu pasien.Namun di ruang tamu, situasi menjadi canggung ketika Bella, Axel dan kedua istrinya duduk bersama. Anjani duduk di sebelah kanan Axel yang langsung berdekatan dengan Bella, sedangkan Sandra hanya terdiam duduk di sisi Axel yang lain.Ketika Axel hendak memegang tangan Sandra untuk menguatkan istri keduanya itu, segera Sandra menepis tangan Axel. Sandra tidak ingin di sindir ataupun di permalukan lagi oleh Anjani.Nyatanya suaminya tetap tidak bisa berkutik ketika menyangkut Anjani dan calon anak mereka. Sandra benar-benar kecewa dengan sikap Axel tapi Sandra hanya bisa terdiam.Bella tersenyum kepada Anjani lalu mengelus perut menantu pertamanta yang mulai membuncit. "Bagaimana kabarmu dan cucuku di sana? Baik-baik saja bukan?" Anjani merasa senang, kehadiran anaknya mampu menarik perhatian mertuanya. "Kami baik-baik saja. Ma.
Setelah beberapa jam menjalani perawatan, Claire dan Alvin akhirnya di pindahkan ke ruang rawat inap biasa.Kali ini Axel mengajak Ayahnya untuk berbicara empat mata mengenai restu sang Ayah untuk pria yang baru mereka temui. "Aku tidak habis pikir kalau Papa langsung memberikan restu kepada pria itu!" Axel menatap Marco tidak percaya. "Kita bahkan belum mengenalnya dengan baik! Kita tidak bisa memberikan Claire kepadanya dengan mudah, Claire itu kesayangan kita, Pa!"Marco tersenyum melihat kekhawatiran putranya. "Papa yakin kepadanya, Xel.""Apa!" Axel sangat terkejut mendengar ucapan sang Ayah. "Papa bahkan baru bertemu dengan pria itu kenapa bisa langsung yakin begini, hah!""Papa memiliki alasan tersendiri, Xel.""Alasan apa itu yang cukup masuk akal hingga membuat Papa langsung memberinya restu!""Ibumu," Marco tersenyum. "Ibumu terlihat sangat bahagia saat tahu Tristan memiliki hubungan dengan Claire, dan Papa yakin jika ibumu memiliki firasat yang baik untuk masa depan Claire
Axel dan Sandra bergandengan saat masuk ke dalam rumah sakit, perhatian kecil dari Axel seperti itu saja sudah membuat Sandra bahagia. Walau sebenarnya suaminya itu sedang gelisah tapi tetap tidak melupakan kehadiran Sandra. Dari ujung lorong terlihat kedua orangtuanya dan dua orang paruh baya yaitu orangtua dari Alvin tengah menunggu. "Itu mama dan Papa, ayo kita segera kesana." "Tenanglah Xel, aku yakin Claire akan baik-baik saja," Sandra mencoba menenangkan Axel yang terlihat sangat gelisah. "Semoga saja, dia adikku satu-satunya, separuh hatiku." "Aku mengerti itu."Tak berapa lama mereka akhirnya sampai di dekat Bella dan Marco, Bella hanya terdiam tapi jejak air mata dan kesedihan di wajahnya tidak bisa di bohongi.Marco dengan setia memegang tangan Bella walau harus terus berusaha menahan airmatanya yang hendak mengalir."Ma... Pa... Bagaimana keadaan Claire?" Axel langsung bertanya ketika sampai dihadapan kedua orangtuanya. "Axel.." Bella langsung memeluk Axel dan menangi