Share

06 - Hello, Dude!

--Bali.

Renata dan Wenda sampai di Bali dan langsung menuju ke hotel untuk beristirahat. Renata merebahkan tubuhnya, merentangkan kedua tangan dan kakinya seolah ranjang ini hanyalah miliknya. Wenda sampai berdecak kesal melihatnya, lalu menarik kaki pendek Renata untuk menggeser tubuh mungil sahabatnya supaya dirinya bisa ikut berbaring di ranjang.

"Ren, malam naik yuk! Kamu tuh butuh hiburan, coba deh one night slee,." ujar Wenda sambil mengedipkan sebelah matanya untuk menggoda Renata.

Renata membulatkan matanya dan menatap wajah Wenda dengan kesal. "ONS kepalamu!! Enggak ya! Kalau cuma minum, ayok!"

"Ck, denger ya, kamu minum sampai gak sadarkan diri. Bangun-bangun sudah di kamar orang lain dalam keadaan naked, sama saja ONS bodoh!"

"Aku tidak akan mabuk, tenang saja. Aku ini sudah pro."

"Sepertinya otakmu memang sudah error! Gak heran sampai merelakan suaminya untuk menikah lagi," ejek Wenda lalu beranjak menuju kamar mandi, meninggalkan Renata yang terdiam di tempatnya.

Apa yang diucapkan Wenda sepertinya benar. Otak Renata memang sudah error.

Renata tertawa dengan keras, menertawakan kebodohannya sendiri. Sepertinya Renata memang butuh pelampiasan untuk melupakan permasalahannya sejenak, dan pergi ke night club boleh juga. Wenda memang sahabat paling pengertian.

***

--Jakarta.

Yogi duduk termenung di ruang kerjanya, helaan napas berat lolos dari bibirnya. Sial, ia tidak dapat fokus hari ini. Pikirannya terus tertuju pada Jola.

Apa yang harus ia lakukan pada gadis itu? Tidak mungkinkan dirinya langsung melakukan skin to skin pada Jola? Dia ini bukan pria mesum. Yogi menggeram kesal sambil mengacak surai hitamnya.

"Oh, apa yang sedang kau lakukan?" Suara Andra terdengar, membuat Yogi mengarahkan tatapan tajamnya pada bawahannya itu.

"Ck, siapa yang menyuruhmu masuk?" Yogi bersuara dengan nada dingin.

Andra terkekeh kecil mendengarnya. "Ini jam makan siang, kau bukanlah atasanku saat ini."

"Peraturan dari mana itu, heh?"

"Aku yang membuatnya." Andra tersenyum miring lalu duduk di hadapan Yogi sambil menyilangkan kakinya. "Apa yang mengganggu pikiranmu?"

Yogi kembali menghela napas berat. Sepertinya ia memang membutuhkan teman untuk berbagi dan bertukar pikiran. Tapi apakah Andra ini orang yang tepat?

Yogi membasahi bibir bawahnya, kemudian memandang serius wajah Andra.

"Ini rahasia, apa kau bisa dipercaya?"

"Aku bahkan sudah bekerja denganmu selama lima tahun!"

"Hm..." Yogi menggumam, merasa ragu untuk berbagi masalahnya.

Yogi ragu, namun ia butuh teman untuk berbagi cerita. Yogi bisa mati muda jika terus memikirkan jalan keluar masalahnya sendiri dan tidak tau apa yang harus ia lakukan.

"Aku... baru saja menikahi seorang gadis muda."

"ANJING, BANGSAT! KAU BERSELINGKUH DENGAN GADIS MUDA? RENATA KURANG CANTIK APA, NJING?" Andra terlonjak ditempatnya.

Pria bermata segaris itu benar-benar tidak habis pikir dengan Yogi yang tega menduakan wanita secantik dan sesabar Renata.

Dimata Andra, Renata adalah wanita tersabar karena mau menjadi pendamping hidup dari seorang Prayogi Kalingga Diandra  yang terkenal dengan sifat dinginnya itu.

"SIALAN, AKU TIDAK MENYELINGKUHI RENATA! DIA YANG MEMINTAKU UNTUK MENIKAHI GADIS ITU!" Andra terdiam memandang wajah Yogi dengan bibir sedikit terbuka.

Andra tentu saja terkejut, bagaimana mungkin Renata yang meminta Yogi untuk menikah lagi? Renata tidak mungkin sebodoh itu, bukan? Andra jelas tau bahwa Renata adalah wanita yang berpendidikan dan terlahir dari keluarga terhormat, jadi tidak mungkin wanita itu bertindak bodoh seperti ini tanpa sebuah alasan.

"Apa alasan Renata?" tanya Andra dengan nada serius.

Yogi menyandarkan tubuhnya kemudian memandang ke arah foto pernikahannya dengan Renata yang terletak di atas meja kerjanya.

"Anak. Renata tidak bisa memberikanku anak," jawab Yogi.

Andra tersenyum tipis. Jadi ini alasan Renata sehingga meminta suaminya untuk menikah lagi. Andra paham, pasti perihal anak adalah permintaan dari keluarga Diandra.

Lima tahun Andra bekerja pada Yogi, tentu saja dirinya mengetahui bagaimana keluarga dari atasannya itu. Renata pasti terpaksa, kasihan sekali wanita cantik itu. Pernikahan Yogi dengan gadis muda itu pasti sangat melukai perasaannya.

Saat berkencan, dan ternyata pasangan berselingkuh saja terasa menyakitkan. Apa lagi jika suami menikah lagi. Andra tidak bisa membayangkan sehancur apa perasaan Renata saat ini.

"Ndra, apa yang harus aku lakukan sekarang? Renata memintaku bersikap baik dengan gadis itu,” tanya Yogi dengan nada putus asa.

Andra menghela napas sejenak lalu menepuk bahu Yogi sebanyak dua kali.

"Perlakukan gadis itu seperti kau memperlakukan Renata. Gadis itu juga istrimu, jadi kau harus bersikap adil."

Yogi memangku wajahnya dengan kedua telapak tangannya, memandang wajah Andra disertai wajah sedihnya.

"Masalahnya aku tidak tau harus memulai dari mana." Suara Yogi terdengar seperti sebuah rengekan yang membuat Andra terbahak di tempatnya.

"OHOK...OHOK... Wajahmu menjijikan HAHAH!

Jimin sampai terbatuk saking kerasnya ia tertawa.

"SIALAN, KELUAR SANA!"

"HAHAH santai..." Andra memperbaiki posisi duduknya.

"Ajaklah gadis itu untuk mengobrol, seperti menanyakan hal yang disukainya, kapan ia berulang tahun atau tentang keluarganya. Sejenis obrolan random."

“Kami bahkan bukan remaja labil untuk membicarakan hal semacam itu."

"KAU SUDAH TAU BAHWA KAU ADALAH PRIA BERUMUR, LALU KENAPA MENIKAHI GADIS MUDA? DASAR PEDOFIL!!"

"SUDAH KUBILANG RENATA YANG MEMINTAKU!"

"CK, BILANG SAJA KAU TENGAH BAHAGIA SETENGAH MATI, SAMPAI TIDAK TAU INGIN MELAKUKAN APA DI MALAM PERTAMAMU, IYAKAN???"

Yogi bangkit dari duduknya, lalu mengambil gelas yang terletak di sisinya. "PERGILAH SEKARANG SEBELUM GELAS INI MELAYANG KE WAJAHMU!"

Andra kembali terbahak sambil beranjak berdiri, rasanya puas sekali mengejek bosnya itu. "SELAMAT UNTUK PERNIKAHAN KEDUAMU, SEMOGA MALAM INI KAU BERHASIL MEMBOBOLNYA!" teriak Andra lalu menutup pintu ruang kerja Yogi.

Yogi membuang napas kasar, sialan. Rasanya sangat percuma cerita dengan Andra, bukannya mendapatkan solusi malah dirinya menjadi emosi. Yogi menyesal sudah bercerita pada pria bermata segaris itu.

***

Jola baru saja selesai menyiapkan makan malam, sebelumnya dia sudah membereskan rumah. Mulai dari mencuci pakaian, menyapu, mengepel, membersihkan debu di perabotan, dan terakhir melipat pakaian bersih yang sudah tertumpuk selama dua hari.

Jola menata hasil masakannya di meja makan, setelah itu dirinya beranjak menuju kamar untuk membersihkan diri. Dia tidak ingin terlihat jelek di hadapan Yogi, nanti pria itu semakin jijik padanya.

Yogi melangkah memasuki rumahnya, dalam hati terus berusaha meyakinkan dirinya untuk memulai sebuah hubungan yang baik dengan Jola. Semua harus dimulai dengan baik dan berjalan apa adanya. Gadis itu sudah berkorban demi dirinya dan Renata, sangat jahat rasanya jika ia memperlakukan Jola dengan tidak baik.

Yogi tidak ingin membuat Jola merasa tertekan dalam pernikahan ini, jadi ia sudah berjanji dalam hati untuk tidak menyakiti perasaan gadis itu. Setidaknya, dengan bersikap baik pada Jola akan bisa mengurangi rasa bersalah dalam dirinya.

"Oh, M—mas sudah pulang?" sapa Jola yang baru saja tiba di anak tangga terakhir, pandangan matanya langsung bertemu dengan Yogi yang kini berdiri diambang pintu masuk.

"Hm..." Yogi hanya bergumam.

Jola melangkah mendekati pria itu. "Ingin kusiapkan sesuatu?" tanya Jola dengan nada perhatian.

Yogi hanya diam sambil menatap wajah polos Jola.

'Apa kau bisa berjanji Gi, untuk tidak menyakiti gadis sebaik ini?'

"A—apa ada sesuatu di wajahku?" tanya Jola sambil meraba wajahnya, akan sangat memalukan jika diwajahnya terdapat noda atau apapun itu.

Eh, tapi dirinya baru saja habis mandi. Rasanya mustahil jika terdapat noda di wajahnya ini.

"Ah, tidak ada. Aku akan membersihkan diri." jawab Yogi lalu melangkah meninggalkan Jola seorang diri.

Jola menghela napas kecewa, ‘Ini masih awal, aku harus bersabar. Ingat kata Mbak Renata, bahwa Mas Yogi memiliki sisi hangat. Aku akan mendapatkannya nanti, itupun jika aku bisa seberuntung Mbak Renata.'

***

--Bali.

Waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam, Renata dan Wenda sudah duduk di dekat meja bar. Pahadal niat awalnya Wenda ingin open table, tapi Renata melarangnya.

Mereka hanya minum berdua, untuk apa open table segala? Jadilah mereka hanya duduk di kursi bar, menikmati koktail masing-masing, sesekali tertawa keras karena mengomentari penampilan orang yang terlihat aneh di mata mereka.

"OH, TARA!!!" teriak Wenda.

Renata yang duduk disebelahnya sampai mendesis saat mendengar suara cempreng milik Wenda yang mengalahkan dentuman musik EDM.        

Seorang pemuda dengan tampilan bad boy, maksudnya, pemuda dengan kaos putih polos yang dilapisi jaket kulit, dipadukan riped jeans. Pemuda itu melangkah menghampiri Wenda dan Renata.

"LO NGAPAIN DI BALI?"

"HAH, AKU INI LEBIH TUA DUA TAHUN DARIMU, YANG SOPAN!" Wenda memukul kepala pemuda itu hingga membuatnya mengaduh kesakitan.

Sementara Renata yang melihat kejadian itu hanya terkekeh kecil.

"SAKIT ANJING!" umpat Tara.

"SUDAH TAU LEBIH TUA DUA TAHUN, NGAPAIN KENCAN SAMA YANG MUDA, HEH?"

"DIEM GOBLOK! TERSERAHKU, SEWOT AJA SIH!!"

"CK, BYE!"

"EH, MAU KEMANA WOEY?" Wenda menarik ujung jaket pemuda itu.

"PERGI NJING, KENAPA SIH?"

"SINI DULU, KENALIN MY BESTFRIEND... RENATA" Wenda menarik tangan kanan Renata, lalu menyatukan telapak tangan mungil sahabatnya itu dengan telapak tangan besar milik pemuda itu. Lebih tepatnya memaksa kedua orang itu untuk bersalaman.

Renata tersenyum kikuk, dalam hati mengutuk perbuatan Wenda ini. "Oh, halo. Renata, kamu?" sapa Renata dengan nada kaku.

Pemuda itu terdiam di tempatnya, matanya menatap wajah cantik di bawah pantulan cahaya remang-remang. Sahabat sepupunya ini sangat cantik. Rasanya pemuda itu seperti lupa cara berkedip dan bernapas.

Wenda menyikut perut sepupunya itu, membuat si pemuda dengan cat rambut blonde itu tersadar dari rasa kagumnya.

"A—ah, sorry. Kenalin, Tarangga Yudhistira, sepupunya Wenda." ucap Tara sambil menampilan senyum lebarnya yang berbentuk kotak.

Renata memperhatikan wajah tampan milik Tarangga. Hidung mancung, bibir penuh, rahang yang terbentuk dengan tegas dan tatapan mata yang tajam, semua itu benar-benar perpanduan yang sempurna. Ternyata Wenda memiliki sepupu yang sangat tampan, kenapa selama ini Wenda tidak bercerita padanya. Renata segera melepaskan tangannya dari genggaman Tarangga, lalu tersenyum kecil.

"Ren denger ya, si Tara ini lebih muda dua tahun dari kita." ucap Wenda. Tubuh wanita itu bergerak kesana kemari mengikuti irama musik dengan tatapan mata yang sedikit sayu, menandakan jika dirinya sudah dipengaruhi oleh alkohol dalam gelas koktailnya.

"Iya, aku ini temennya si Awan." sahut Tara. Pemuda itu lalu memesan gelas koktail kesukaannya pada bartender.

"Oh, ya? Jadi Wenda kenal Awan dari kamu dong?"

"Hm, si cabe ini sukanya sama yang muda. Suka gak ingat umur dia nih." sahut Tara lalu meneguk koktailnya yang baru saja tersedia di meja bar.

Renata terkekeh kecil, sementara Wenda memasang wajah kesalnya.

"Eh, mau nari gak? Bosen ga sih cuma duduk disini?"

"Gih sana nari, Ren. Aku lagi males."

"Ck, pantes aja badanmu gendutan."

"ANJING, PERGI SANA BURUAN! BIKIN KESEL AJA DARI TADI!" gertak Wenda sambil mengangkat gelasnya dan bersiap untuk melepar gelas itu ke kepala Tara.

Tara terbahak, lalu meraih lengan kurus Renata. Diajaknya wanita cantik itu menuju dance floor.

Renata dan Tara mulai menggerakan tubuh mereka mengikuti irama musik EDM yang menggema. Mata Tara tidak pernah lepas dari wajah cantik Renata.

'Sialan kamu Wen! Bisa-bisanya punya teman secantik bidadari gini, tapi kagak pernah ngenalin!'

"Asli dari Bali?" tanya Renata yang berusaha basi-basi dengan pria di hadapannya ini.

"Gak, lagi ada kerjaan aja di sini. Kamu sama Wenda ngapain di Bali?"

"A—ah, liburan. Bosen sama Jakarta.” jawab Renata, tentu saja berbohong.

Tidak mungkinkan dirinya berkata, 'Lagi liburan, soalnya suamiku nikah lagi'.

"Nah iya, Jakarta macet mulu sih. Mending di Bali, asik banyak pantai. Besok ngepantai mau gak?" tawar Tara sambil menampilkan senyumnya.

"Boleh." jawab Renata.

Bali terkenal dengan keindahan alamnya bukan? Dan pergi ke pantai merupakan ide yang bagus untuk menyegarkan pikiran.

"Nanti aku jemput."

Renata mengangguk kecil, kembali mereka menikmati alunan musik. Kedua tangan Tara melingkari pinggang ramping milik Renata, menjaga wanita cantik itu dari gangguan pria lain yang menatapnya dengan tatapan lapar.

"Sorry, tapi ini demi kebaikan kamu. Lihat sekeliling, pada ngiler liat kamu," bisik Tara tepat di telinga kanan Renata.

"Y—ya," sahut Renata dengan nada kikuk.

Kenapa jantungnya berdebar-debar? Yogi sering memeluknya, bahkan lebih rapat dari ini, tapi hal itu tidak membuatnya berdebar-debar seperti saat ini.

Tara tersenyum memperhatikan wajah merona Renata. Maha sempurna ciptaaanmu Tuhan. Selama ini Tara manusia yang tidak percaya pada Tuhan, dirinya hidup semaunya dan melanggar aturan yang Tuhan tetapkan.

Tapi malam ini, Tara akan mempercayai Tuhan, ia akan rajin berdoa dan pergi ke gereja. Sungguh, Tara bersyukur pada Tuhan karena telah mempertemukannya dengan wanita secantik Renata.

"Balik duduk yuk, haus nih." Tara merangkul pundak Renata. Dibawanya wanita cantik itu kembali duduk di kursi bar.

"Sering ke Bali?" tanya Renata lalu meneguk minumannya.

"Lumayan sering, karena ada kerjaan di sini. Sengaja sih nyari kerjaan di sini jadi punya alasan buat bolak-balik."

"Emang kerja apaan?"

"Pernah denger nama perusahaan Yudhistira Company?" Tara menatap wajah Renata lamat-lamat, merekam wajah cantik itu dalam pikirannya.

Renata terdiam sata mendengar Tara menyebutkan nama sebuah perusahaan furniture terbesar di Jakarta. Renata baru paham sekarang, nama perusahaan itu adalah nama belakang Tara.

Renata tersenyum. "Jelas tau, perusahaan kamu kan?"

Tara terkekeh, dalam hati bersorak bahagia. Siapa sih yang tidak mengetahui perusahaan keluarganya itu? Dengan menyebutkan nama perusahaannya saja, banyak wanita yang rela mengantri untuk menjadi kekasihnya. 

Tara dengan sifat berengseknya itu, memanfaatkan kekayaannya untuk mempermainkan banyak wanita.

"Hm, mau bersulang sebagai salam perkenalan?" Tara mengangkat gelas koktailnya.

Renata mengangguk kecil, kemudian mengangkat gelasnya dan membenturkannya dengan gelas milik Tara.

To be continued

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status