“Mendekatlah,” Romeo menarik punggung Ruster agar merapat ke tubuhnya.
Ruster semakin di buat salah tingkah, dalam seketika waktu. Ruster menahan nafas seolah lupa bagaimana caranya untuk menghirup oksigen karena sempat mengira Romeo adalah Raven.
“Bernafaslah, jangan gugup seperti itu. aku tahu, kamu belum pandai mengikat dasi?” ucap Romeo yang sangat paham dengan keandaan istrinya yang sangat gugup di hadapannya.
Butiran demi butiran keringat menetes turun melewati pipi. Wajah Ruster yang yang di selimuti rona merah yang menggoda, menjadikan Ruster tampak begitu cantik dan mengemaskan di mata Romeo.
“Kau kelihatan begitu sulit memakaikan dasi untukku, Sayang!” ucap Romeo beralih menggenggam tangan Ruster. Merasakan tangan dingin Ruster yang tegang.
“Ma-maaf…. Aku belum pandai melakukannya.”
Di antara rasa gugup, Ruster menikmati sikap lembut Romeo kepadanya.
“Sini ku ajarin,” ucap Romeo memberikan instruksinya kepada Ru
Setelah sekian lama, akhirnya Ruster mulai bersuara. “Ro-Romeo, kau mau apa!?” tanya Ruster berbata-bata. Ketika ia menangkap gerakkan kecil dari Romeo yang saat ini sedang menurun resleting pada celananya sendiri. Wajah Ruster memucat, saat pria yang kini berstatus sebagai suaminya mengeluarkan rudalnya dari sarang. Entah berapa kali ia melihat rudal suaminya yang ukurannya sama dengan milik iparnya yang benar-benar besar dan panjang. Seketika Ruster meringis menahan sakit saat melihat rudal suaminya yang besar dan panjang di hiasi oleh urat-urat kemarahan yang mengelilingi badan rudal yang berdiri kokoh tersebut. “Romeo… aku…” ucap Ruster yang berniat menolak di setubuhi oleh suamianya untuk hari ini. “Diam Sayang,” Romeo memotong ucapan Ruster dan memintanya untuk diam. Ruster mengigit bibir dengan jantung berdebar-debar, kedua tangannya terangkat naik secara otomatis untuk memeluk leher Romeo. Saat suaminya siap melakukan pen
“Perhatian kepalamu, jika sampai jalang itu mati. Kita yang repot dan kau pasti gagal dapat info darinya,” balas Raven dengan menarik dasinya, kemudian melemparkan ke wajah Romeo yang mirip dengan wajahnya. Romeo mengaruk-garuk tengkuknya yang tidak gatal, karena apa yang di katakan oleh kembarnya memang benar. ia lupa sampai bagian itu karena ke asyikan mencicipi tubuh Ruster barusan. Tidak sampai sepuluh menit. Devan Holland tiba ke diaman kedua kembar, ia berjalan masuk dengan pakaian lengkapnya yang masih ada berkas darah di jas putihnya. Klek. Pintu terbuka, kedua kembar menatapi Devan Holland yang di selimuti kemarahan. “Cepat sekali?” ucap Romeo yang berusaha menetralkan suasana. Melihat tidak ada jawaban dari Devan Holland. Raven mulai bersuara untuk menyelamatkan nyawanya dan Romeo. “Sepertinya kau sedang sibuk?” timpal Raven yang merapatkan diri ke Romeo. Karena marahnya Devan Holland lebih menyeramkan dari Jame
Merasakan kehangatan tangan Ruster. Air mata Romeo langsung jatuh dari kedua matanya. Ia menggenggam jemari Ruster dan mengecupnya berkali-kali. Karena kesedihan kali ini tidak di buat-buat olehnya. Romeo merasa sungguh lega dan bahagia, melihat Ruster membuka kedua matanya. Melihat nampan di atas nakas, Ruster bisa menebaknya. Jika ia harus makan, agar bisa mempunyai tenaga lagi. “Aku bisa sendiri,” ucap Ruster lemah. Romeo menggeleng pelan, lalu mengambil mangkuk dan mulai menyuapi Ruster makan. Melihat Ruster yang sangat lemas membuat hati Romoe tersakiti. Apa yang ia lakukan, hingga Ruster sakit dan ia terlambat mengetahuinya. sesat ia memaki dirinya sebagai suami yang tidak berguna. berbeda dengan Raven yang cepat menyadari. Ruster memandangi suaminya yang telaten menyuapinya, di pandanginya tubuh atletis Romeo yang hanya di balut kaos biru muda. Entah mengapa, melihat Romeo yang di depannya. Semakin membuat Ruster semakin panas. Otot len
“Ven, kau marah?” tanya Romeo yang tidak nyaman dengan perasaanya atas sikap Romeo. “Marah? Kenapa harus marah?” balas Raven dengan acuh tak acuhnya. Ia langsung masuk ke dalam kamar mandi. Romeo duduk di pinggiran ranjang dengan mengusap wajahnya dengan kasar. “Ven… kenapa kau berubah," batin Romeo. Di dalam kamar mandi, Raven semakin merencanakan segala rencana liciknya untuk membuat Ruster mengakuinya. Sebelum Romeo terjerat cinta dan akan berakhir menyedihkan. Nafas Raven semakin memburu dan hal ini membuat dadanya terasa sesak. ia semakin sakit kepala, setiap kali mengingat prilaku Romeo padanya. *** Berapa hari kemudian, Ruster perlahan-lahan sembuh dari demamnya. Ia sudah mulai beraktivitas seperti biasanya dan bersyukur ia tidak perlu melihat iparnya. Karena belakangan ini, iparnya pulang tengah malam dan keluar sangat pagi-pagi. entah apa yang di lakukan oleh iparnya, Ruster sama sekali tidak mahu tahu. Untuk m
Di luar dugaan Ruster, Raven benar-benar menunggu dirinya di luar toilet wanita dengan pandangan tajam. Mengawasi dirinya agar tidak melarikan diri kemanapun. Meskipun banyak wanita yang terpesona padanya, Raven tidak perduli. Karena yang incar hanya satu yaitu Ruster. Wanita yang harus ia singkirkan dari sisi Romeo. sebelum Romeo menjauhinya karena wanita ini. Tatapan mata Raven ke arah Ruster yang sudah keluar dari dalam toilet wanita. Ia langsung berjalan mendekati Ruster dan merangkul pinggulnya. Kemudian berjalan kesalah satu toko yang menjual lingerie sexy. Dengan cepat, Raven menarik langkah Ruster dan membawanya masuk ke toko lingerie. Pipi Ruster memanas, ketika melihat begitu banyak pakaian seksi di depannya yang menurutnya sungguh tidak pantas ia kenakan. “Kamu boleh ambil dan beli apapun yang kamu mau di sini,” bisik Raven ketika berdiri di belakang Ruster. Tubuh Ruster menegang, ia tidak mau membeli pakaian seperti ini. “B
“Makan dulu, aku ingin makan berdua denganmu. Kita tidak pernah makan di luar bersama-sama,” ujar Ruster yang merangkul pinggang Romeo untuk menghilangkan kecurigaan Romeo terhadap dirinya yang kenapa bisa bersama dengan Raven. Romeo memikirkan apa yang di katakan oleh Ruster memang benar. Ia tidak pernah mengajak Ruster untuk makan berdua di luar selama menjalani pernikahan palsu. “Maaf, aku lupa. Lain kali tidak akan lagi,” ujar Romeo lirih dengan mengecup kening Ruster sebagai permintaan maafnya yang tidak pernah bersikap romantis kepada Ruster. “Tidak apa, aku tahu kamu pasti sibuk,” balas Ruster dengan mencium rahang Romeo dengan ciuman mengoda. Dari toko pakaian pria, Raven melirik keduanya dengan tangan mengepal kuat sampai mengeluarkan bunyi-bunyi. “Sialan, Devan Holland mengagalkan rencanaku. semua yang aku persiapkan gagal semua,” maki Raven dalam hati. Secara bersembunyi-sembunyi Raven mengikuti keduanya dari belakang. Tetib
Romeo menarik pelan puncak dada Ruster yang masih terbungkus bra. Menyubitnya sesekali sampai membuat Ruster mendesah kuat. "Ah Meo..." ucap Ruster yang meremas rambut Romeo. sentuhan dan tarikan rambut di kepala semakin membuat kobaran api gairah yang ada pada Romeo membara hebat. Tanpa berlama-lama lagi, Romeo segera melepaskan pakaian Ruster dengan cepat. Kemudian membuangnya secara asal. Kedua matanya seindah biru langit menggelap. Tubuh Ruster memang paling membuatnya bernafsu seperti ini. "Kau siap, Sayang?" ucap Romeo yang mengusap salah satu paha Ruster pelan, lalu semakin lama semakin naik. Membuat mata Ruster reflek terpenjam untuk menikmati sensasi yang di berikan oleh Romeo yang merupakan suaminya. Hingga akhirnya, Romeo berhasil meloloskan kedua jarinya ke dalam liang inti Ruster. Mengocok intinya dengan tempo pelan hingga ke tempo cepat, lalu semakin cepat dan cepat tanpa jeda, membuat Ruster mendengus kenikmatan. Bibir Romeo men
“Semua data sudah di ruang kerja anda, termasuk tiket pesawat dan hotel. Lebih baik anda mandi sekarang. Supaya tidak ketinggalan pesawat untuk ke Hawai,” perintah Jack dengan nada menekannya. Mata Raven terbelalak dengan apa yang baru saja di ucapkan oleh asisten pribadinya barusan. "Kau serius?" tanya Raven yang sulit percaya dengan perkataan Jack. "Apa saya pernah bercanda dan lalai mengerjakan tugas?" tanya Jack balik dengan wajah dinginnya. Raven tahu Jack selalu sempurna dalam mengerjakan sesuatu. "Jika anda tidak jadi pergi juga tidak apa," ucap Jack yang berjalan menjauh dari hadapan Raven. Raven segera berlari cepat ke dalam kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya dari bau keringat dan saat ia keluar dari dalam kamar mandi. Semua baju sudah rapi termasuk isi koper. Raven tersenyum memuji kehebatan Jack. Tanpa di perintah, Jack bisa mempersiapkan segala keperluannya. Tidak salah, ia menarik Jack ke Los Angels untuk beke