Usulan gila itu terbersit secara spontan saja dari mulut Yusuf, tapi pada akhirnya dia dan Bella sungguh-sungguh berpikir untuk tinggal bersama. Meski Bella cemas juga sebab takut hal ini akan diketahui oleh orang tuanya, bagaimana mereka akan bereaksi, Bella tak berani untuk memikirannya.
Sepulang kerja hari ini Yusuf langsung mengajak Bella untuk melihat-lihat beberapa apartemen yang rencananya akan dia beli. Studio apartemen lama milik Yusuf terlalu kecil jika ingin ditempati sehari-hari, terlebih untuk dua orang.
Apartemen pertama yang mereka pilih terletak di kawasan elit selatan jakarta, berada di lantai paling atas dengan pemandangan balkon yang sangat indah. Terdapat dua kamar utama dan satu kamar tamu, living room yang cukup luas, serta kamar mandi lengkap dengan bath up. Mulut Bella sampai menganga saking takjubnya.
“Apartemen ini bahkan lebih luas dari rumah orang tua aku, Mas. Kayaknya ini b
Malik keluar dari kamar dengan santai lalu menuruni anak tangga sambil bersiul. Erika yang sudah menyiapkan meja makan lengkap menu sarapan menyambut kedatangan puteranya dengan wajah berseri.“Pagi, Malik.”“Pagi, Ma.” Malik duduk tanpa prasangka apapun.“Abang kamu udah seminggu ini nggak pulang, kamu ketemu dia di kantor, kan?” tanya Erika seraya menyendok nasi goreng ke atas piring di depan Malik.“Ketemulah, tapi ya ... nggak saling ngomong aja.”Wajah cantik Erika berubah kecut. “Mama pengin banget minta maaf sama dia. Mama nggak mau semuanya berakhir seperti ini, biar bagaimana juga, dia itu kan anak papa kamu juga, dia itu pewaris perusahaan.”“Buat apa sih, Ma? Ngapain juga Mama buang energi untuk orang yang nggak peduli sama sekali sama Mama? Mama mestinya cukup ngeliat aku aja, aku ini anak
“Maaf ya, Tante. Aku juga nggak nyangka banget sikap Mas Yusuf bakalan kayak tadi. Dia lagi sensitif banget kayaknya.” Bella berkata setelah dirinya dan Erika sampai di teras gedung majalah GLAM.Erika menyeka ujung matanya yang sedikit basah, dia tak bisa mengendalikan perasaan sedih yang menyesaki dadanya. “Kamu nggak perlu minta maaf, Bella. Itu bukan salah kamu, memang semua ini salah Tante, kok. Tante yang udah bikin hidup Yusuf menderita, dia tumbuh tanpa sosok seorang ibu, itu karena Tante. Tante sama sekali nggak akan membela diri.Bella mengangguk pelan, sekarang dia sendiri bingung harus bagaimana nanti membujuk Yusuf. Bila pria yang satu itu sudah merajuk, memang sangat sulit merebut hatinya kembali.“Mama ngapain di sini?”Suara Malik sama-sama menarik perhatian mereka. Dia baru saja hendak masuk ke dalam gedung kantor. Sesaat Malik dan Bella bertatapan, Bella segera buang
Brak!!!Suara tas yang dibanting ke meja mengejutkan Ruby sampai nyaris rasanya jantungnya copot dari tempat. Ruby yang meja kerjanya tepat di samping meja kerja Bella menatap Bella dengan mata melotot.“Woi! Kenapa? Ngamuk-ngamuk aja? Ada masalah apaan, Neng?” tanya Ruby.Mata Ruby berkilat-kilat marah, bibirnya meliuk-liuk kesal.“Bella? Ada masalah apa?” ulang Ruby.“Aku muak banget sama Pak Yusuf!” jawab Bella akhirnya mengaku, tak tahan lagi menutupi segalanya dari Ruby.“Pak Yusuf? Tunggu ... tunggu ... Bel, kamu pacaran beneran sama dia? Kalian betulan punya hubungan?” tanya Ruby sambil menatap Bella lekat-lekat.Bella mengucek mukanya frustrasi, lalu dalam sekali embusan napas dia menjawab, “Iya. Aku jujur, deh. Aku emang ada hubungan sama dia.”&
Sembari terus fokus mengendalikan setir mobilnya, pikiran Yusuf terbang mengingat apa yang dikatakan oleh Leila kepadanya. Dia sadar benar apa yang dikatakan oleh Leila tak bisa diabaikan begitu saja, cepat atau lambat hal itu akan membawa masalah bagi hubungannya bersama Bella.Oh, Bella! Yusuf tercekat tiba-tiba. Bella mungkin akan ngambek setelah diabaikan begitu saja. Kebetulan saat itu mata Yusuf terarah pada sebuah kios bunga yang berada di pinggir jalan, buru-buru Yusuf membelok setirnya lalu menginjak rem.Dia belikan sebuket bunga mawar merah, dengan harapan untuk meluluhkan hati Bella yang saat ditinggal tadi tengah dongkol.Yusuf lalu mengecek ponsel pintarnya, pesan yang sejak tadi dia kirimkan tak kunjung dibalas oleh Bella, sepertinya dia masih ngambek sampai sekarang, dan itu sepenuhnya bisa dimengerti oleh Yusuf.Modal tekad dan keyakinan, Yusuf mengemudikan mobil BMW-nya
Sendok dan garpu di tangan Bella dia letakkan ke atas piring, kupingnya dia tajamkan agar bisa mendengar lebih jelas panggilan Yusuf dengan si penelepon yang disapanya sebagai “mama”, betulkah ibu Yusuf yang menelepon? Tapi kenapa tiba-tiba? Untuk apa?“Ini Mama?” ulang Yusuf sekali lagi. “Mama?”“Iya ini Mama.”Jawaban konfirmasi itu mendadak membuat tubuh Yusuf membeku, jantungnya berdebar kencang seketika, penasaran apa motif ibunya yang sudah lama tak ada kabar tiba-tiba menelepon dirinya.“Ada apa, Ma? Mama ganti nomor? Mama lagi di mana sekarang?”Lantaran lama tak berkomunikasi, Yusuf tak bisa menahan diri untuk tak menghujani ibunya dengan pertanyaan. Melihat Bella ikut mendengarkan percakapan mereka, Yusuf memutuskan untuk mengaktifkan loudspeaker agar dia bisa ikut mendengarkan dengan mudah. Sekilas Bella
"Kalau emang kamu mengartikannya kayak gitu, Mama nggak akan keberatan," sahut Bu Tiara mengundang rasa ingin tahu Yusuf lebih lagi."Mama tau itu bukan soal gampang--""Tapi Mama juga tau kamu itu anak genius, kamu anak yang pintar, kamu pasti tau cara menggelapkan uang perusahaan tapi atas nama papa kamu."Kalimat barusan itu dilontarkan oleh Bu Tiara begitu entengnya, seakan tak ada beban sama sekali, meski sebetulnya yang dia katakan jelas-jelas adalah hal keji yang kotor. Mata Yusuf melebar, mukanya pucat. Jadi itu maksud Mama? batinnya.Seakan mengetahui bahwa puteranya tampak ragu, Bu Tiara meraih tangan Yusuf untuk meyakinkan dirinya. "Suf ... kamu mau hidup bersama Mama, kan? Kamu mau kita hidup tenang selamanya, kan? Mama udah menyiapkan posisi bagus untuk kamu, Leila juga akan membantu kita. Apa lagi yang kamu raguin?"Yusuf menarik napas sesak seraya melep
Baik kepala Yusuf maupun Bella kini sama-sama dipenuhi oleh beban masing-masing, keduanya pula sama-sama belum mengutarakan apa yang dialami oleh mereka. Yusuf belum yakin apakah dia akan memenuhi permintaan sang ibu, sedang Bella belum yakin apakah dia sanggup melupakan Yusuf dari hidupnya.Penjualan majalah edisi bulan ini pun meningkat tajam, sponsor dari berbagai merek ternama mengantre untuk mengisi edisi berikutnya. Yusuf menjadi kian dilema, mungkinkah dia sungguh akan menghancurkan perusahaan ini setelah dia berhasil perlahan memperbaikinya?“Ada berita baik, Pak!” seru Emma sambil berlari kecil memasuki ruang kerja Yusuf.Yusuf menaruh kembali gagang telepon dan melipat kedua tangan di atas meja, ingin mendengarkan lebih lanjut pengumuman dari sekretarisnya.“Kita dapat sepuluh tiket liburan ke Lombok dari travel yang bulan lalu kita ulas! Katanya penjualan mere
Mata Yusuf sinis memandang ekspresi semringah Bella yang tengah menyentuh pelan lukisan hitam pemberian Agus. Dia yang disangka tidak akan menyukai lukisan justru pada akhirnya yang memilih, bahkan dapat secara gratis.“Mas, tolong gantung di dinding kita, dong!” pinta Bella manja.“Males! Kamu minta aja tuh orang yang gantung sekalian!” tolak Yusuf masih sebal.“Ih!”Bella pula yang akhirnya menarik sebuah kursi lalu berupaya mengangkat lukisan tersebut untuk dipajang di dinding kamar mereka. Namun, kakinya bergerak goyah sebab tak kuat menahan lukisan yang berat. Untung sebelum dia ambruk jatuh karena kehilangan keseimbangan, Yusuf sudah langsung menangkap dirinya.“Emang ngerepotin aja bisa nya!” damprat Yusuf.“Mas makanya bantuin dari awal! Emang Mas mau kehilangan aku lebih cepat dari seharusny