Geby terbangun dengan rasa malas yang luar biasa, semua tulang dan ototnya seperti masih mencair. Matahari sudah cukup tinggi, bias cahayanya menerpa tirai jendela yang masih tertutup hingga ikut berpendar terang. Geby tidak sepenuhnya ingat kapan dirinya mulai tertidur dan entah mimpi buruk apa yang menimpanya malam ini karena saat terbangun dia menemukan tubuhnya hanya bergelung dengan selimut dan tidak memakai apa-apa. Beberapa jejak kemerahan terlihat semakin jelas dalam cahaya yang benderang. Walau sudah tidak terlalu terkejut lagi ketika mendapati dirinya terbangun dalam kondisi mengerikan dan ditelantarkan, tapi kali ini sepertinya Geby justru terkejut oleh suara gemericik air dari dalam kamar mandi yang artinya Jeremy belum pergi. Geby langsung turun dari ranjang menarik selimut untuk membungkus tubuh polosnya tanpa sempat berpakaian karena ingin buru-buru memastikan.Pintu kamar mandi yang tidak sepenuhnya tertutup membuat suara air dari shower terdengar kencang dari luar.
Bunga-bunga semak di perbukitan sudah mulai bermekaran. Cuaca yang lebih hangat dan tanah yang stabil membuat kaki kuda dapat berlari semakin kencang. Siang hari juga lebih berangin, tidak terlalu panas dan sangat pas untuk berkuda. Tapi nampaknya bukan itu tujuan Jeremy kali ini. Dia tidak berkuda untuk menikmati perbukitan.Jeremy Loghan membawa kuda hitamnya menyebrangi sungai di bagian Utara yang airnya semakin dangkal dan akan terus menyusut sampai akhir musim panas. Walaupun usianya sudah cukup besar ketika pertama kali dibawa ke Yorkshire tapi bagi Jeremy tempat ini lebih seperti tempat kelahirannya. Setelah memacu kudanya melalui jalanan setapak dengan tanah yang lebih kering, akhirnya Jeremy sampai di halaman sebuah rumah berdinding batu merah dengan cerobong asap tua yang sepertinya sudah dialih fungsikan sebagai tempat mesin disel. Rumah tersebut terlihat sepi karena memang jauh dari perkampungan manapun.Seorang wanita paruh baya terlihat sedang meneriaki anak laki-lakinya
"Tidak aku tidak akan pergi kemanapun, dan kau tidak bisa terus memaksaku!" tegas Geby yang masih berdiri di samping rak buku dan sama sekali tidak mau mendekati Jeremy. "Kita sudah punya kesepakatan dan kau tidak menepatinya sama sekali!"Jeremy menutup pintu di belakangnya dan berjalan menghampiri Geby yang sudah kembali waspada."Aku tahu kau mencintai tempat ini karena itu aku memberikannya kepadamu, dan aku juga bisa memberikan apapun padamu.""Aku hanya menginginkan kebebasanku!""Lalu apa kau akan kabur dengan menunggangi kuda?" sarkas Jeremy ketika sudah berdiri di depan Geby."Ya!" Geby balas menatap Jeremy Loghan dengan tatapan dinginnya yang tetap tidak mau kalah.Geby memang tidak pernah sadar dengan semua yang dia ucapkan ketika dalam pengaruh obat terkutuk yang diberikan Jeremy tempo hari tapi bukannya Geby tidak sadar jika pria itu telah memanfaatkanya dan tidak akan pernah segan mengambil keuntungan darinya."Aku akan berterus terang padamu," ucap Jeremy. "Aku tidak aka
Jeremy kembali menjatuhkan tubuh Geby ke atas rumput dan menindihnya lagi, mengais lenguhan wanita itu dengan lidah dan bibirnya yang saling terbuka untuk merasakannya bersama.Bibir dan lidah Jeremy Loghan terasa panas bercampur dengan lenguhan Geby yang juga semakin berat dan dalam untuk menanggungnya. Benar-benar sebuah pergulatan yang pekat, Geby tidak hanya dicumbu tapi juga merasa diserang. Rasanya sangat gila, pria itu bukan hanya seperti monster yang telah berhasil memburunya di lereng bukit, tapi dia juga mahluk tanpa belas kasihan yang dapat membelenggunya tanpa pengampunan.Jeremy Loghan baru saja melepaskan Geby dan ikut berbaring menghempaskan punggungnya ke atas rumput bersama sisa napasnya yang masih memberat."Aku tidak bisa seperti ini!" tegas Geby sambil berinsut membenahi pakaiannya.Jeremy hanya menoleh pada wanita di sampingnya tapi tidak bicara apa-apa, dadanya masih panas dan berdebar. Rasa yang mengejutkan untuk bisa dirasakan lagi oleh pria seperti dirinya."
Jeremy hanya mulai merasa tidak sehat karena menikmati bercinta dengan wanita yang sedang menangis. Sekali lagi ia membelai pipi Geby yang masih lembab kemudian merunduk untuk menciumnya sebentar sebelum kemudian menguraikan ikatan di pergelangan tangan Geby. Jeremy juga mencium jejak kemerahan di pergelangan Geby karena wanita itu terlalu banyak bergerak menyentaknya."Kau butuh mengunjungi beberapa tempat, karena tidak akan memperbaiki apapun jika kau hanya berdiam di sini," ucap Jeremy yang masih menaungi tubuh Geby."Aku ingin di sini bukan untuk diriku sendiri tapi untuk Lily.""Bantu dirimu sendiri dulu sebelum kau pikir bisa mengurus orang lain!" tegas Jeremy dengan otot lengannya yang mengeras kaku bertumpu di masing-masing sisi tubuh Geby. Tatapannya dingin walaupun beberapa detik lalau mereka baru seperti terbakar bersama.Geby juga masih berbaring tak berdaya setelah menangis di depan seorang Jeremy Loghan. Geby bukan wanita yang mudah menangis apa lagi di depan seorang pria
Hampton memang tempat yang sempurna untuk musim panas, musim teramai untuk para wisatawan. Hampton menawarkan berbagai fasilitas kesenangan untuk mereka yang makan di restoran bintang lima ataupun di pinggir jalan. Dulu Geby juga sering ikut menikmati keramaian di pantai umum yang bisa didatangi oleh siapa saja. Tapi sekarang Geby berada di mansion super mewah dengan pantai privat yang bisa dia nikmati sediri. Lebih bersahabat untuk yang sedang mencari ketenangan seperti dirinya namun akan kurang memuaskan untuk yang ingin lebih bersenang-senang.Geby sedang menikmati sapuan ombak ringan di kaki telanjangnya yang tak berjejak lagi di atas pasir. Sudah hampir satu jam Geby berjalan sendirian di tepi pantai. Jeremy sedang menelepon dengan seseorang ketika dirinya keluar tadi, Geby cuma melambai untuk berpamitan karena tidak mau mengganggu pembicaraan mereka yang kedengarannya penting.Melihat pantai tiba-tiba juga membuat Geby kembali rindu dengan masa-masa dirinya masih tinggal di Manha
Ketika Geby menyusul ke dalam rumah ternyata Jeremy malah sedang berada di ruang gym untuk memukuli samsak. Nampaknya bukan waktu yang tepat untuk mengajaknya bicara. Geby segera pergi ke kamarnya untuk mandi dan berendam sambil memikirkan lagi masalahnya baik-baik. Seharusnya dirinya dan Jeremy memang harus bicara, tidak bisa seperti ini. Mereka berada di Amerika di mana kebebasan menjadi hak semua orang, mustahil Geby membiarkan dirinya berada dalam genggaman seorang pria tanpa diberi kesempatan untuk ikut berpendapat. Geby mendengar suara langkah kaki Jeremy di lorong dan tak lama kemudian pintu kamar mereka terbuka. Geby masih duduk di ujung ranjang hanya dengan mengenakan jubah mandi karena sambil mengeringkan rambut panjangnya yang masih setengah basah mengunakan handuk kecil. Geby langsung meletakkan handuk kecil te
"Apa harus kupanggilkan dokter? " tanya Geby tapi Jeremy langsung menggeleng kaku. Mereka berdua masih berada di dalam bathtub dengan Geby yang sedang menggosok punggung Jeremy mengunakan spon membersihkan kembali lukanya yang sudah tidak berdarah tapi bekasnya masih terlihat menyakitkan. Ada beberapa luka di buku-buku jari Jeremy yang tersayat pecahan kaca, luka di telapak kakinya yang paling mengerikan dan luka bekas gigitan Geby di punggungnya yang nampaknya akan meninggalkan bekas permanen. "Maafkan aku, " ucap Geby sambil mengecup punggung tangan Jeremy walaupun pria itu lebih banyak diam setelah mereka selesai bercinta di lantai kamar mandi. Bagaimanapun Geby tidak buta untuk sekedar melihat jika Jeremy adalah pria yang sangat sakit hati. Dia memang marah, sangat marah h