Badai masih berdesing keras hingga ikut membawa butiran es sebesar kelereng bergemeletuk di atas kap mobil Mara yang ringsek ke tepi jalan dengan kontur tanah miring. Mara kembali sadar dan pelan-pelan membuka matanya, meski kepalanya masih tertahan balon udara tapi hempasannya tetap sangat keras dan membuat dahi Mara nyeri. Mara sadar jika mobilnya sudah tidak akan bisa bergerak dan mungkin akan segera terkubur di dalam salju jika badainya tidak juga berhenti. Mara coba memeriksa tubuhnya, sepertinya tidak apa-apa tidak ada yang sakit kecuali dahinya yang agak berdenyut. Mara berusaha mencari ponselnya untuk mencari pertolongan, tapi benda itu sudah tidak ada di atas dashboard. Setelah mencari ke sekeliling, Mara baru melihat jika benda itu ikut terlempar di bawah jok, ia segera merunduk mengulurkan tangan kanannya untuk meraih benda tersebut dengan kepalanya yang ternyata nyeri ketika di gunakan untuk merunduk terjungkal seperti itu.
YUK JANGAN LUPA VOTE BIAR TAMBAH SEMANGAT
Setelah menelepon bibi Carolina untuk memberitahukan kondisinya Mara dan Jared langsung melanjutkan perjalanan ke Lexington. Jared yang mengemudi untuk mengantarkan Mara ke kantor notaris keluarganya di pusat kota. Mara menyerahkan semu dokumennya dan merasa lega karena notaris yang sudah puluhan tahun bekerja pada ayahnya itu berjanji akan membantu Mara. Anehnya tidak tahu kenapa Jared kurang menyukai pria berkacamata minus tebal itu sejak kali pertama Mara mengenalkan mereka. Nampaknya pria itu juga kurang menyukai Jared dan agak terkejut ketika tadi Mara membawanya ikut masuk. Penampilan Jared memang agak mengganggu, terlihat kasar dengan tubuh tinggi besar serta gumpalan otot keras layaknya tukang pukul sewaan. "Percayalah padaku Nona Clark semuanya akan aman jika kita sudah memiliki semua dokumennya, Veronika tidak akan bisa berbuat apa-apa."
"Oh, hentikan Jared! " pekik Mara pada pria yang terus menyarukkan dagu ke sisi lehernya. "Aku tidak mau ikut kotor! " Jared tetap mengacuhkannya dan malah mengigit daun telinga Mara sampai wanita itu menendang tang, menjatuhkannya ke lantai dengan suara berdenting nyaring. Mara geli dengan desisan napas panas Jared dari sela giginya. "Aku tidak suka saat kau bersama pria lain." "Kau tidak berhak cemburu padaku! " tolak Mara yang masih berbaring enteng menyepelekan. Jared mencekal pinggangnya kemudian mengangkatnya sedikit untuk merekat. "Kita hanya bercita tidak lebih!" tegas Mara.
Sebelum kembali ke rumah keluarga Clark tidak lupa Jared berhenti untuk membeli oli untuk pikapnya. Begitu sampai di rumah keluarga Clark ternyata sudah larut malam dan semua lampu taman dan teras sudah di nyalakan. Jared langsung memasukkan mobil ke garasi dan mengisikan oli mobilnya sekaligus agar besok pagi mereka bisa langsung kembali ke peternakan. Rasanya Jared benar-benar ingin segera membawa Mara menyingkir dari mereka semua andaikan saja wanita itu bisa dia bawa kabur. Jared langsung masuk ke dalam rumah melalui pintu garasi dengan menaiki anak tangga. Entah apa masalahnya karena ketika Jared masuk ke dalam rumah dia melihat Mara sedang bersitegang dengan Veronika dan saudara laki-lakinya di meja makan. Mereka sedang makan malam bertiga dan sepertinya Jared memang sudah terlambat datang, Jared berjalan menghampiri Mara.
Mara masih berganti pakaian ketika ponsel di saku celana Jared bergetar dan muncul nama notaris keluarga Clark. Jared cuma menyunggingkan senyum atas kabar keberhasilannya. Mr. Lambert baru saja memberitahu jika Veronika Hill sudah menandatangani semua surat persetujuannya. "Jared tolong bantu bawakan koperku ke mobil!" Mara baru keluar dari ruang wardrobe sambil menjinjing tas berukuran sedang yang sepertinya berisi pakaian karena waktu kemarin dia pergi bersama Tobias, Mara sudah membawa serta hampir semua pakaiannya. Jared kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku kemudian berjalan menghampiri koper yang berisi buku-buku Mara untuk dia bawa keluar. Mara mengekor di belakang dan diam-diam kembali berpikir, 'kenapa pemuda seperti Jared datang jauh-jauh dari Inggris hanya untuk bek
Jared masih memperhatikan puntung rokok di tangannya, meski masih tidak ingin buru-buru berpikir tapi otaknya terus berputar, apa lagi jika dia teringat dengan mimpinya kemarin. Jared menjentikkan puntung rokok tersebut ke bara api yang mulai menyala dengan rahangnya yang berdenyut mengencang kemudian segera berpaling pada Mara yang sedang menunggunya. Mara sama sekali tidak sadar jika pemuda yang berjalan menghampirinya itu sedang sangat tegang. Jared langsung melempar kaosnya ke lantai kemudian ikut menyusup ke dalam selimut. Mara berjingkat kaget ketika pemuda itu menggosokkan rahang ke kulit perutnya kemudian mengigit pelan ke sisis pinggangnya dari dalam selimut. Kancing celana Mara juga digigit untuk ditarik, pinggulnya di cengkram agar diam. Jared masih menggumulinya di dalam selimut , napasnya panas, sapuan lidahnya juga panas, giginya mulai menggigit-gigit di manapun yang
"Jared!" panggil Mato ketika pemuda itu melintas di jalanan dekat pondoknya. Hari sudah senja tapi tidak ada bedanya di tengah cuaca seperti ini, hampir tiap malam di dera badai tanpa henti. Jared menyebrangi halaman pondok Mato Bizil dengan sepatunya yang tertancap ke lapisan salju. Mato mengeluarkan sesuatu dari kantongnya kemudian mengulurkannya pada Jared. "Simpanlah!" Mato memberikan gelang penangkap mimpi dengan ukuran lebih kecil dari yang pernah dia berikan dulu. "Kau bilang masih sering terganggu dengan mimpi buruk." Jared memperhatikan benda yang kali ini sudah berada di tangannya, gantungainya bukan cuma dari bulu gagak hitam tapi juga ada beberapa tulang kecil di sel
Malam harinya badai turun lebih dahsyat dari malam-malam sebelumnya dan sepertinya masih akan terus meningkat beberapa minggu ini sampai nanti mulai mereda menjelang awal musim semi. Deru angin yang berdesing dan butiran es yang ikut terbawa badai menimbulkan suara berisik di atas atap dan membuat daun jendela terus ikut berderik. Mara juga sedang kesulitan untuk tidur, dia tidak pernah suka badai di malam hari, sudah lewat tengah malam ketika Mara merasakan lengan hangat yang memeluknya. Mara sudah hapal aromanya, degup jantungnya ketika bersentuhan dan kehangatannya yang nyaman. "Tidurlah lagi," bisik Jared. "Aku tidak akan mengganggumu." Jared memang hanya memeluk Mara dan ikut menyisip di dalam selimut agar lebih erat. Jared juga tidak bisa tidur lagi setelah mimpinya yang mengerikan.
Setelah badai yang bertubi-tubi dan hawa dingin yang mencengkram tulang, akhirnya salju pertama mulai mencair membawa kicauan riang dari burung kecil yang berlompatan di ranting pohon. Sinar matahari pagi ini juga terlihat lebih jingga, benang cahayanya menembus lapisan es yang mengkristal di atas bebatuan. Musim semi akan segera tiba membawa pucuk-pucuk baru untuk kembali memproduksi oksigen yang lebih segar. Mara membuka jendela kamarnya lebih lebar, membiarkan udara dari luar masuk sebanyak mungkin ke dalam kamarnya yang agak penat. Para pekerja juga sudah mulai beraktifitas utuk menyambut musim semi, mereka terlihat membenahi beberapa bagian istal yang rusak akibat timbunan salju dan badai. Ada kelegaan sekaligus kepedihan yang menyeruak ke dalam dada Mara tiap kali teringat dengan musim semi. Awal musim semi lalu dia masih memili