Home / Romansa / Haid Pertamaku / 2. Siapa Namamu

Share

2. Siapa Namamu

Author: Pena Asmara
last update Last Updated: 2022-06-22 15:40:50

"Amira. Nama yang bagus, tidak pasaran. Kamu sudah Makan?"

"Be--belum, Tuan," jawab Amira terbata. "Hanya makan sedikit jagung bakar tadi di jalan."

"Kamu mau makan apa?" tawarnya, kepada Amira. Raut wajahnya terlihat khawatir.

"Apa saja, Tuan." Sembari Amira mendekap tubuhnya, melawan rasa dingin yang menerkam, hingga terasa sampai ke tulang.

Pria itu memainkan hapenya, bertelpon sebentar, lalu berdiri dan masuk ke ruangan dalam. Kembali mendekati Amira dengan membawa selimut tebal di tangannya.

"Pakai ini, untuk menghangatkan tubuhmu." Sambil memberikan selimut. Sekilas tersenyum tipis.

"Terima kasih, Tuan." Pria itu kembali duduk di tempat semula, dan kembali bertanya.

"Kamu dibayar berapa, untuk melakukan pekerjaan ini?" 

Ada rasa sakit yang menikam ke dalam hati Amira, saat pria dewasa itu bertanya dengan santainya, tanpa berpikir lagi apakah pertanyaannya menyinggung Amira atau tidak. 

"Ini bukan pekerjaan, Tuan. Saya pun tidak mau melakukan pekerjaan hina ini." Terdiam Amira, air matanya mulai mengembang.

"Saya tidak punya kekuatan dan keberanian untuk menghindari ini semua, Tuan. Di mata pengasuh, kami hanya barang yang bisa diperjualbelikan semaunya," tegas Amira sembari menyeka air matanya yang sudah luruh.

"Berarti, kamu tidak tahu siapa orang tuamu?"

"Tidak tahu, Tuan." Tangis Amira semakin terisak, sesak rasanya.

"Siapa nama pengasuhmu?"

"Mami Merry, Tuan."

"Mami Merry, baik pada kalian?" tanyanya lagi. Tangis gadis itu malah semakin kencang. Mengingat kembali bagaimana perlakuan mami terhadap mereka semua, anak asuhnya.

Amira kembali terdiam, terasa berat untuk menjawabnya.

"Setelah kamu dianggap selesai melayaniku, lalu kau akan kembali kepada pengasuhmu?"

"Iya, Tuan."

"Lalu?"

"Kami harus melayani tamu yang datang, Tuan."

"Kamu mau?" cecarnya lagi, Amira berucap perlahan.

"Tolong saya, Tuan ... keluarkan saya dari jalan kotor ini," lirihnya, mengiba, meminta bantuan dengan menangkupkan kedua tangan di depan dadanya.

"Bagaimana caraku untuk Membantumu?"

"Sa--saya tidak tahu, Tuan." Jemari Amira dia gunakan untuk menghapus air mata dengan selimut yang menutupi tubuhnya.

"Kamu bersedia, jika saya memintamu untuk melayani saya?" tanyanya pelan. Terhenyak Amira mendengar ucapan pria paruh baya tersebut, tertunduk dan terdiam sesaat. Berucap lirih. 

"Saya hanya benda, Tuan, sudah terjual. Bebas untuk digunakan pembelinya. Saya tidak punya kekuatan apa pun untuk melawan." 

"Kamu tahu, jika kamu itu sebenarnya cerdas?"

"Benda tidak bisa berfikir, Tuan. Tidak berhak untuk membuat pilihan." 

Pria itu tertawa pelan. Tidak lama terdengar suara pintu diketuk dari luar. Pria yang belum Amira ketahui namanya itu segera berdiri dan berjalan ke pintu utama, kemudian kembali dengan membawa dua kantong plastik berisi makanan. 

"Kubelikan nasi goreng buatmu, makanlah dulu?"

"Terima kasih, Tuan. Terima kasih." Amira mengambil nasi goreng dari tangan pria tersebut.

Entahlah, mungkin karena rasa lapar yang mendera, hingga terasa Nasi goreng ini nikmat sekali bagi Amira. Sementara pria paruh baya itu memilih untuk memakan ketoprak. Tidak ada pembicaraan sama sekali di antara mereka, selain hanya sibuk menikmati makanan yang tersaji.

"Ceritakan padaku tentang Mami Merry?" tanya pria yang terlihat mapan tersebut, selesai Amira menghabiskan makannya.

"Mami Merry menjual kami setelah selesai mendapatkan haid pertama kali. Menjual keperawanan kami dengan cara ditawarkan kepada pembeli tertinggi," jelas Amira.

"Berapa hargamu?" tanyanya cepat, pria itu menyalahkan rokok dan mengisapnya perlahan.

"Saya tidak tahu, Tuan," jawab Amira, sembari meminum teh yang tadi dia buatkan. Perasaan Amira mulai merasa tenang, walau hanya berdua dengan pria tersebut.

"Panggil saja aku, Darmawan," ucapnya, memberitahukan namanya.

"Kamu boleh memanggil saya dengan sebutan, Pak, Om, atau mau sebut nama saja, terserah kamu," ujarnya, sambil terus mengisap dalam rokoknya, tatapan matanya tetap memperhatikan aku.

"Baik, Om." Amira kembali tertunduk, tidak berani menatap ke Dermawan.

"Selesai menjual keperawananmu, lalu akan Kamu lanjutkan menjadi sebuah profesi?" pertanyaan Darmawan benar-benar mengoyak hati Amira.

"Saya tidak pernah menjual kehormatan saya, Om! Saya terpaksa. Jika menolak, bisa mati disiksa dan dibunuh Mami Merry dan tukang pukulnya," jelas Amira, tegas. Air matanya mulai mengembang kembali.

"Maaf, jika membuatmu tersinggung, Mira."  Darmawan mematikan rokoknya di asbak, dan meminum kembali tehnya.

"Kamu di sekolahkan pengasuhmu?"

"Tidak, Om. Saya tidak pernah bersekolah," jawabku. "Om, boleh saya ijin ke kamar mandi?"

"Silahkan, Kamu lurus saja, kamar mandinya ada di sebelah kiri." Tangannya menunjuk ke arah pintu ruangan dalam. Amira pun segera berdiri dan mengikuti arahannya.

Memperhatikan wajah diri di depan cermin kamar mandi, terlihat wajah gadis belia yang di paksakan dewasa. Dengan makeup tebal dan lipstik berwarna merah terang, Amira merasa jijik melihat mukaku sendiri. Membasuh wajah, membersihkan semua riasan, lalu mengelapnya dengan handuk kecil, berkaca sesaat, dan tertegun sejenak.

"Apakah aku sudah terlepas dari cengkeraman manusia buas?" tanya bathin Amira.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Nana
suka kali, cerita bikin penasaran aja
goodnovel comment avatar
Wawan Gunawan
ceritanya asyik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Haid Pertamaku   Part 86 Dijebak

    Part 65Diaz ada juga terpikirkan, jangan-jangan, dirinya hanya dimanfaatkan oleh Mella, lebih karena sakit hati karena Darmawan akan menikah dengan Hanum, bukan karena kematian sang mami? Namun tidak mungkin baginya berbicara seperti itu, karena hanya bersifat dugaan dirinya saja. "Kenapa tidak dibicarakan sekarang saja, Mbak? Kenapa harus menunggu nanti malam?" tanya Diaz, mempertanyakan. "Nanti malam, waktunya lebih panjang dan bebas, Sayang. Nanti, Mbak siapkan semuanya. Atau kamu mau kita pergi sekarang saja ke apartemen, Mbak?" ajak Susan, kembali bersikap genit dan menggoda. Mengusap-usap lembut punggung tangan Diaz. Selain Darmawan, tidak ada laki-laki yang mampu menolak pesonanya, dan itu yang sekarang dia akan coba untuk menaklukkan Diaz. "Disiapkan semua? Maksudnya, Mbak?""Semua kebutuhanmu, Sayang, semuanya. Mau, 'kan?" Senyumnya menggoda, matanya mengerling genit, dan Diaz sudah cukup dewasa untuk dapat memahaminya. "Beneran ini, Mbak? Enak dong, saya," goda Diaz sud

  • Haid Pertamaku   85 Surat Perjanjian

    Part 64"Bagaimana Diaz, kamu sekarang percaya 'kan sama, Mbak?" Sambil tangan Mella menggenggam tangan milik Diaz di atas meja tepat di samping handphone milik pemuda tersebut. Telapak tangan Mella yang putih bersih mengusap-usap lembut, dan Diaz membiarkan saja. Pemuda yang memiliki paras tampan ini belum menjawab, terlihat dia masih sedang berpikir dengan semua ucapan dan bukti yang diberikan oleh Mella. "Sekarang begini deh, Diaz. Saat kematian mamihmu, adakah Darmawan datang ke rumah keluarga besarmu untuk mengucapkan ucapan duka cita? Atau ikut hadir di saat pelaksanaan pemakaman? Bahkan, hingga sampai acara tahlilan sampai tujuh hari pun Darmawan tidak nongol batang hidungnya. Benar 'kan, Diaz?"Diaz mengangguk, semua yang dikatakan oleh Mella memang benar adanya. Darmawan tidak datang di acara pemakaman maminya, begitupun di acara tahlilan. Atau karena Darmawan tidak tahu harus menghubungi siapa, karena memang handphone Diaz sendiri hilang beserta SIM card miliknya.Akan tet

  • Haid Pertamaku   Part 84 Alat untuk Membalas Dendam

    Part 63"Darmawan, Diaz. Pelakunya adalah Darmawan."Sesaat Diaz terdiam, lalu tertawa keras terbahak. Diaz menertawakan ucapan dari Mella, yang sudah menuduh Darmawan adalah pelaku utama atas terjadinya peristiwa kecelakaan yang merenggut nyawa Tante Sonya. Belum sampai satu bulan kemarin. "Sudahlah, Mbak, saya mau pulang saja. Saya kira Mbak mau ngomong apa?" ucap Diaz yang mulai segan dan segera ingin mengakhiri acara pertemuan ini. Pemuda berusia 23 tahun ini sudah akan bersiap-siap ingin pergi dari coffee shop tersebut. "Mbak tau kamu pasti akan bicara seperti ini. Tidak akan percaya dengan apa yang sudah mbak sampaikan. Tapi mbak punya bukti beserta alasannya kenapa Darmawan ingin melakukan itu," ucap Mella mencoba untuk terus meyakinkan Diaz agar mendengarkan dirinya berbicara terlebih dahulu. Perempuan yang hatinya sudah dipenuhi dengan rasa sakit hati dan dendam ini, karena menganggap Darmawan sebagai penyebab kematian almarhum ayahnya, menolak dirinya ketika diminta untuk

  • Haid Pertamaku   Part 83 Season 2 . Siapa Pelakunya

    HAID PERTAMAKU SEASON 2Acara ijab Qobul antara Yusnanto dan Asmah baru saja selesai dilaksanakan. Isak tangis mewarnai acara pernikahan mereka. Asmah tidak ikut mendampingi Yusnanto saat acara ijab berlangsung, dia hanya menunggu di kamar dengan riasan riasan yang cantik. Asmah memang terlihat sangat cantik sekali. Asmah sempat menangis sebelumnya, saat dia menyadari jika tidak ada satu pun keluarganya di acara pernikahan ini. Tidak ada kerabat, juga kedua orang tuanya, ibu dan bapaknya. Sama halnya seperti Amira sebelumnya, yang tidak mengetahui siapa kedua orangtuanya. Asmah, hingga acara ijab qobul-nya selesai, belum juga bisa menemukan siapa dan ada di mana keluarganya sekarang. Menurut keterangan Yusnanto sendiri, yang mulai hari ini sudah resmi menjadi suami Asmah, jika saat bayi pun istrinya itu sama seperti dengan Amira, ada orang yang datang ke Mami Merry untuk menjual anak, dan Yusnanto yang mengurus dan merawat mereka semua saat itu. Yusnanto pun bercerita, jika balita

  • Haid Pertamaku   Part 82. Bahagia Hingga Akhir

    "Tante Sonya meninggal karena kecelakaan, Mas, empat hari yang lalu."Innalilahi," ucap Darmawan, terkejut. Padahal dia sudah melarang Tante Sonya untuk keluar rumah."Yang mengurus jenazahnya siapa, Mbak?""Adik-adiknya dan keluarga besarnya, Mas?""Semoga Tante Sonya wafat dalam keadaan sudah bertobat," ucap Darmawan."Aammin ya Allah," ucap doa Hanum.Tidak beberapa lama, Amira langsung masuk ke dalam ruang perawatan, dan terlihat sangat senang, saat menyaksikan Hanum sedang menyuapi ayahnya."Maaf Yah, Amira baru dari minimarket, untung ada Kak Hanum yang menyuapi Ayah." Hanum hanya tersenyum, melihat kedatangan Amira."Habis beli apa, Ra?" tanya Darmawan."Biasa Yah, buat keperluan perempuan," jawab Amira polos saja, dan Darmawan mengerti apa maksudnya. Tidak beberapa lama, Amira teringat suatu hal penting yang gagal dia bicarakan dengan sang ayah, saat peristiwa musibah kemarin."Saat Ayah jatuh ke dalam jurang, sebenarnya Amira menelpon Ayah untuk memberitahukan kabar gembira."

  • Haid Pertamaku   Part 81. Bangun Dari Koma

    Menurut informasi dari pihak dokter yang merawat Darmawan dan Yusnanto, kondisi kesehatan mereka mulai stabil, hanya tinggal menunggu proses kesadaran mereka berdua saja.Bik Sumi, sore ini di rumah sakit mendapatkan kabar dari Laela, pembantu baru di rumah Darmawan, anak dari Pak Edi, orang yang sudah membantu mengurus makam almarhumah Khalila yang memberitahukan kepadanya tentang kabar kecelakaan dan kematian yang menimpa Tante Sonya. Sekaligus juga memberitahukan jika jenasah Tante Sonya sepenuhnya akan diurus oleh pihak keluarganya.Dimas sudah kembali balik ke Jakarta sore ini juga, untuk mengurus beberapa pekerjaannya yang belum terselesaikan, tetapi dia berjanji akan segera kembali secepatnya jika urusannya di kantor dan di pengadilan sudah terselesaikan.Ruang perawatan Darmawan dan Yusnanto yang berada di kelas terbaik memang memberikan pelayanan dan fasilitas yang baik terhadap pasien dan keluarganya. Dengan ruang perawatan yang cukup luas, karena disediakan juga ruang tungg

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status