Share

Halo, Kisah Lama Belum Kelar!
Halo, Kisah Lama Belum Kelar!
Penulis: Estaruby

1. Apa Kabar Dinara?

Sikat gigi di kantong  dan handuk yang tersampir di bahu hampir terjatuh begitu saja kala Dinara bersitatap singkat dengan lelaki  yang pagi- pagi telah berdiri di depan pagar rumahnya.

Jemari panjangnya dengan cekatan membuka kunci gerbang. Mata yang belum terbuka sepenuhnya itu sedikit menyipit saat menemukan sosok tinggi mengenakan kaos tanpa lengan dan sepatu olahraga berdiri dihadapannya. Orang itu jelas baru selesai olahraga pagi. Tidak seperti Dinara yang baru saja beranjak dari ranjang kesayangannya. Kalau bukan karena suara baritone orang dihadapannya ini, Dinara mungkin masih sibuk berkelana dalam mimpi.

Memang apa yang diharapkan dari hari minggu Dinara? Setelah setiap hari bekerja sambil kuliah, setidaknya dia ingin minggu menjadi hari santainya. 

Dinara masih mengenakan kaos kebesaran ditambah rambutnya super acak- acakan. Bahkan dia tak repot- repot mengenakan alas kaki untuk keluar rumah. 

"Cari siapa, ya?" tanyanya sembari masih berusaha mengumpulkan nyawa.

Lelaki yang memegang kotak bening itu mematung sebentar. Beberapa detik kemudian senyumnya tercetak jelas meskipun wajahnya ditutupi masker berwarna hitam. Untuk beberapa saat Dinara sempat terpana karena garis dahi lelaki itu menurutnya sangat menawan.

Dia bahkan sudah kelihatan tampan saat masih menggunakan masker. Selain itu, postur fisiknya lumayan. Tinggi semampai, rambut sedikit panjang yang basah ditambah dengan otot bisep dan dada yang sepertinya cukup terlatih. 

Dinara  hampir saja menganga karena menurutnya laki-laki tersebut bahkan ada diatas rata- rata tampan. Kapan lagi dia bisa mendapat pemandangan gratis se-menyenangkan ini?

"Maaf mengganggu pagi- pagi, saya tetangga baru disebelah." Lelaki itu membuyarkan lamunan Dinara sebentar. Dia menunjuk rumah yang berada tepat disebelahnya. Dinara ikut melirik kesamping dan baru menyadari bahwa rumah kosong disebelahnya ternyata kini telah berpenghuni.

Oh tetangga baru, ya? Dalam hati saja Dinara sudah jingkrak-jingkrak tak karuan. Mimpi apa dia semalam tiba- tiba punya tetangga ganteng begini? 

Dinara fokus pada hazel gelap dan bulu mata tebal yang mengerjap kearahnya. Laki- laki itu jelas punya jenis tatapan yang mempesona. 

Meskipun Dinara cukup lama menjomblo dan memang sedang tak punya secuil pun ketertarikan untuk menjalin hubungan sekarang ini, melihat lelaki tampan tetap saja merupakan bagian dari cuci mata yang sah-sah saja.

"Ini dari mama saya, sebagai perkenalan dengan tetangga," lanjut lelaki itu. 

Dinara perlahan menerima uluran dua kotak kue dengan senang hati. Kalau tadi dia sempat terpesona dengan si lelaki, kali ini fokusnya dicuri oleh dua kotak coklat cookies yang dia pegang. Memang pesona makanan gratis amat bisa mengalahkan apapun baginya. 

"Terimakasih," Dinara berujar tulus nan riang. Senyumnya mengembang cerah, hampir mengalahkan binar matahari pagi ini. Ada keheningan sebentar sebelum suara  lelaki itu kembali mengalun lembut.

"Dinara.."

"Ya?" Dinara refleks menyahut dengan senyuman. 

Tapi sebentar...

Mereka baru bertemu pagi ini, kan? Bagaimana bisa laki- laki dihadapannya itu langsung tahu namanya?

Senyum di wajah Dinara perlahan memudar. Dia menatap lelaki asing tersebut dengan was-was. Apa jangan- jangan orang itu adalah penguntit? 

"Remember me?"

Dahi Dinara makin berkerut. Dia tiba- tiba saja merasa bulu kuduknya merinding. Ditambah lagi, suara baritone yang dalam dan serak itu tiba- tiba terdengar familiar bagi indra pendengarannya.

Dengan tinggi 168 senti, Dinara masuk golongan perempuan yang cukup tinggi. Tapi laki- laki dihadapannya memang sepertinya punya tinggi yang menjulang juga sehingga Dinara masih  harus mendongak untuk menatapnya. Ditengah terpaan kebingungan, Dinara refleks melangkah mundur ketika lelaki asing itu justru mendekat kearahnya.

"K-kamu mau apa?" 

Jarak ini terlalu dekat, apalagi untuk lelaki asing yang pertama kali bertemu dengannya. Wangi alami tubuh sang lelaki menyeruak memenuhi indra penciuman Dinara membuatnya sedikit pusing. Bukan karena bercampur keringat, namun karena terlalu maskulin dan sepertinya bisa membuat lututnya lemas, hehehe.

Dengan gerakan pelan, tangan besarnya membuka masker perlahan. Saat itu, Dinara sempat terpana karena seperti dugaannya, lelaki dihadapannya memang diatas kata tampan.

Tapi tunggu dulu, kenapa wajah ini terlihat familiar? 

Dinara melotot sekaligus melongo. Dia hampir saja terjerambab ke belakang jika saja tangan besar itu tidak menahan pinggangnya. Kini deru nafas lelaki dihadapannya terasa makin dekat berhembus di kulit wajahnya.

Sebuah senyuman iblis terpatri disana, menggantikan segala kelembutan yang sempat Dinara bayangkan. Laki- laki dihadapannya sekarang bukanlah malaikat, melainkan iblis yang menyamar di bumi.

"N-ngapain disini?!" Dinara akhirnya berhasil menjaga keseimbangan dan mendorong keras tubuh besar itu untuk memberi jarak. Dia tak bisa lengah apalagi ketika menyadari tatapan yang berusaha keras dia lupakan sejak lima tahun lalu itu. 

Kedua alis laki- laki tersebut naik dibarengi bibirnya yang menyeringai, "udah jelas, kan?"

Dinara merutuk, bagaimana bisa laki- laki ini menjadi tetangganya sekarang? Bagaimana nasib hari-hari temaram Dinara selanjutnya?

"Apa kabar, Dinara?"

Hampir saja jantungnya mencelos kebawah karena sebuah pertanyaan sederhana. Gadis itu berusaha mengumpulkan kembali kesadaran dan rasionalitas yang telah dia rangkai bertahun- tahun. Dia tak akan terjebak lagi akan pertanyaan klise yang disampaikan iblis dihadapannya itu.

Pandangannya kini berubah dingin nan menajam. Dinara mengeraskan rahangnya tak gentar. 

"Lo lihatnya gimana?" dia menjawab ketus. 

Lelaki itu tertawa kecil, dia menatap Dinara dari atas ke bawah yang membuat Dinara benar- benar risih.

"Tentu, lo masih kelihatan luar biasa. Masih sama cantiknya seperti dulu," ujarnya santai sembari memasukkan kedua tangannya di kantong celana pendek yang dia kenakan.

Tidak ada pipi merona atau debaran menyenangkan yang Dinara rasakan. Saat ini dia justru terus meningkatkan genderang kewaspadaan.

"Baru bangun tidur, ya?"

Pertanyaan semakin sok akrab dan Dinara sangat benci itu. 

"Bukan urusan lo!"

Lelaki itu kembali tertawa kecil, "anyway.."

Dia menjeda kalimat sembari menggaruk kepalanya yang sepertinya tidak gatal. Lalu berdehem, "enggak sebesar itu tapi laki- laki manapun bisa saja tergoda."

Dahi Dinara makin mengerut, lelaki dihadapannya menjeda dengan berdehem lagi untuk kesekian kali.

"Sebaiknya jangan dipamerin."

Telunjuknya mengarah dengan kurang ajar. Dinara tanpa sadar mengikuti kemana arah telunjuk itu berlabuh.

"Nyeplak," tandas lelaki itu akhirnya. Dia tersenyum miring saat Dinara akhirnya menyadari kemana arah pembicaraan ini.

Gadis itu jelas melotot kaget. Dia menutup gerbang secara cepat lalu berlari masuk dan segera membanting pintu utama keras- keras. Cookies dia letakkan di meja dan tangannya kini reflek menyilang di depan dada. 

Dinara menghentakkan kedua kakinya keras, rasanya dia ingin menghilang dan pindah ke Planet Mars sekarang.

"SANDI ARSENA BRENGSEK!"

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Taufik Hidayat
Senang kaliii hahhahhhhahaha
goodnovel comment avatar
Baeblue xx00
malu banget jadi dinara wkwkwkw
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status