Share

5. Tawanan Kabur

Penulis: Estaruby
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-22 17:43:35

Jalanan lenggang membuat Dinara berhasil tiba lebih cepat. Dia membelokkan mobil masuk kompleks perumahan dan akhirnya sampai tepat di kediamannya. 

Ketika hendak menutup kembali gerbangnya, Dinara melirik rumah sebelah yang nampak ramai dengan beberapa mobil- mobil asing. Pikirnya, mungkin keluarga Sandi kedatangan beberapa tamu berhubung mereka baru saja pindah. 

Dinara tentu tak ambil pusing. Dia langsung masuk kedalam rumah dan menemukan situasi sepi seperti biasanya. Dia mengambil segelas air lebih dulu sebelum memutuskan naik kearah kamar tidurnya. 

Sebelum masuk, lebih dulu Dinara memeriksa kamar Dikta, adiknya. Didapatinya remaja itu sedang tekun di meja belajarnya. 

"Mama sama papa udah berangkat, dek?" tanyanya. 

Memang semalam kedua orang tuanya itu sudah memberi info bahwa mereka akan pergi keluar kota selama beberapa hari untuk mengurus pekerjaan. 

Dikta membalik tubuhnya dan mengangguk pada Dinara. Remaja laki- laki itu melepas kaca mata belajar miliknya. 

Dinara tersenyum lembut, "udah makan? atau mau beli cemilan malam lagi?" tanya Dinara. 

Dia cukup peka saat melihat sang adik yang terlihat frustasi dengan beberapa lembar kertas dan buku dihadapannya. Belum lagi mata memerah Dikta membuat Dinara jadi sedikit tidak tega.

"Aku mau langsung tidur aja deh, kak," ucap Dikta sembari berjalan lemas menuju ranjangnya. Dinara kembali menutup pintu perlahan dan membiarkan sang adik beristirahat. 

Menjadi siswa tingkat akhir memang selalu memberikan sensasi tersendiri. Dinara jadi ingat bagaimana dia dulu berjuang sampai dilabeli  siswa 'ambis' oleh teman- temannya. Dinara dan Dikta sepertinya memang mewarisi ambisi ayahnya, mereka cukup perfeksionis kalau menyangkut tentang belajar dan pekerjaan. Tidak heran dua anak itu selalu jadi yang pertama di kelas mereka masing- masing.

Meski begitu, mama dan papanya juga sebenarnya tak pernah mendorong Dinara ataupun Dikta untuk keras pada diri mereka masing- masing. Hanya saja sejak kecil dua anak itu memang punya tekad kuat untuk berhasil dalam hal akademik.

Setelah selesai bersih-bersih dan segar kembali, Dinara turun ke bawah untuk menyiapkan makan malamnya sendiri. Gadis itu memang sudah terbiasa memasak dan melakukan tugas rumahan sendiri. Keluarganya tidak mempekerjakan pembantu rumah tangga untuk setiap harinya.

Hanya ada satu orang yang akan datang untuk membersihkan rumah seminggu sekali. Untuk sehari- hari mereka masih bisa melakukannya sendiri. Keluarga Dinara juga hanya punya seorang supir untuk mengantar dan menjemput Dinara dan Dikta. Namun setelah Dinara bisa menyetir sendiri, supir tersebut tentu hanya bertugas mengantar jemput Dikta dan papanya sesekali. 

Dinara dan Dikta tidak pernah merasa keberatan dengan itu karena  sejak kecil memang telah terbiasa hidup mandiri. Bahkan meskipun kedua orang tuanya sering  bepergian seperti ini, mereka sudah tak perlu khawatir karena Dinara telah dipercaya dan cukup mandiri serta mampu  menjaga adiknya. 

Saat membuka kulkas, Dinara menemukan semuanya telah tertata rapi dan lengkap. Dia beruntung karena orang tuanya selalu menyediakan hampir semuanya di rumah. Secara fasilitas, Dinara tidak merasa kekurangan apapun.

Karena perutnya terus meronta minta diisi, Dinara memutuskan untuk membuat nasi goreng saja. Pilihan paling tepat yang bisa Dinara buat dengan cepat dan pasti enak. Entah kenapa Dinara paling percaya diri dengan nasi goreng buatannya sampai Dikta pernah bergurau bahwa Dinara bisa mencoba menjadi pedagang nasi goreng saja sepulang kerja. 

Ketika Dinara baru saja mematikan kompor, telinganya menangkap suara denting bel. Melihat jam yang tergantung di dinding membuat Dinara mengernyit heran, siapa yang bertamu malam- malam begini?

Dinara memantau via monitor, mendapati lelaki dengan pakaian hitam dan rambut sedikit acak-acakan menunggu di depan gerbang rumahnya. Dia sedikit ngeri sebenarnya. Sejauh yang dia tahu, tidak mudah bagi orang luar masuk kompleks rumahnya karena penjagaan keamanan yang cukup  ketat. Tapi siapa orang aneh itu?

Setelah memfokuskan matanya berkali- kali, Dinara seolah baru sadar bahwa presensi yang berada diluar adalah tetangganya sendiri, Sandi. 

Meskipun dia masih kesal, Dinara tak sampai hari membiarkan tetangganya itu berdiri lama di depan gerbang. Apalagi lelaki itu terus mondar-mandir tak karuan. Mau tak mau Dinara berjalan keluar dan menemui Sandi dengan tanda tanya tercetak jelas di dahinya. 

"Ngapain?" tanyanya was-was sembari membuka gerbang sedikit.

Sandi tersenyum kecil, "bantuin gue kali ini aja, Nar, please!" mohonnya. 

Dinara mengernyit heran, lelaki itu terlihat gelisah sembari sesekali mencuri pandang kearah rumahnya sendiri. 

"Bantuin apa?" tanya Dinara.

Sandi terlihat sedikit panik lalu mendorong pelan Dinara untuk masuk kedalam rumah. Setelah itu dia menarik Dinara untuk bersembunyi disamping pagar.

Dinara hendak protes karena aksi tak sopan ini, namun pada akhirnya dia hanya diam karena lelaki itu seolah memberinya kode untuk diam dulu. Telinganya menangkap derap beberapa sepatu disertai keluhan.

"Biarin gue sembunyi sebentar disini, please! Temen- temen gue lagi pada di rumah, tapi ada penyelinap yang ikut masuk!" ujar Sandi dengan suara pelan. 

Suara sepatu menjauh dan kini Dinara memberi pandangan menghakimi kearah Sandi.

"Gimana ceritanya lo justru gak ada di rumah padahal lo sendiri yang punya acara?" tanya Dinara sewot.

Sandi menggaruk kepalanya yang tidak begitu gatal, "yah niatnya sebenarnya cuma semacam makan- makan sama beberapa temen aja, tapi yang dateng ternyata rame banget. Mana ketua fansclub gue di kampus juga ikutan dateng, bikin runyam aja," keluh Sandi.

Dinara hendak tertawa namun dia mengurungkannya karena melihat Sandi yang benar- benar terlihat ketakutan. "Jadi cewek- cewek tadi itu semacam fansclub lo di kampus? Astaga, masih aja ya ada begituan di lingkungan lo?!" ujar Dinara.

Gadis itu tidak sepenuhnya heran mengingat ini juga sempat terjadi sebelumnya. Sandi memang golongan siswa populer incaran setiap gadis sejak dulu. Waktu SMA juga ada kumpulan gadis- gadis yang meneriakkan nama Sandi setiap lelaki itu lewat di koridor. Fansclub Sandi juga terkenal ganas karena kerap meneror gadis- gadis yang dirasa punya kedekatan khusus dengan Sandi. 

Meskipun Dinara termasuk salah satu gadis yang mengagumi Sandi dulu, setidaknya dia bangga tidak pernah ikut- ikutan masuk fansclub gila begitu. 

"Please bantuin gue malem ini, Nar! Gue bakal balas budi dengan cara apapun!" Sandi memohon padanya dengan dua tangan ditangkupkan di depan.

"Cara apa aja?" Dinara menggaris bawahi kalimat Sandi tadi dengan senyuman miring yang tercetak di wajahnya. 

Lelaki itu mengangguk, nampaknya dia benar- benar tak punya pilihan lain sekarang. Namun senyuman penuh arti di wajah Dinara kini justru membuat Sandi mempertanyakan lagi keputusannya. 

"Tapi please jangan aneh- aneh ya, Nar!" 

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   125. D'DAY

    Detik berganti menit. Menit berganti jam. Jam berganti hari dan seterusnya sampai tak terasa bahwa waktu berjalan terlalu cepat. Ini tepat dua tahun setelah malam dimana Dinara dan Sandi digoda untuk membicarakan pernikahan oleh kedua pihak keluarga. Tidak langsung mengiyakan. Malam itu mungkin titik balik hubungan keduanya. Alih-alih menerima usulan duo mami untuk langsung menikah, baik Sandi maupun Dinara sepakat mengundurnya. Sandi benar-benar menepati janjinya untuk menunggu Dinara. Gadis itu ingin menikah setelah mereka berdua cukup settle. Baginya, terlalu dini untuk berpuas diri pada keadaan. Apalagi saat itu keduanya masih dalam misi untuk bisa naik jabatan. Sampai akhirnya, tiga bulan lalu Sandi memantapkan diri melamar Dinara. Alhasil, hari ini keduanya berjalan di altar dan mengucap janji sehidup semati. Hari dimana rasanya tidak akan pernah siap dia jalani. Pada kenyataannya, hari itu terjadi juga. Dua tahun belakangan bukan waktu yang mudah. Setelah beragam drama dan

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   124. Deep Talk with Camer

    Sore ini Sandi sudah mewanti-wanti Dinara untuk pulang bersama. Rencananya hari ini Sandi mau pulang ke rumah keluarganya, sekalian mengantar Dinara. Tidak lupa bahwa mereka tetangga, kan? Sandi menyetir dengan satu tangan, tak lupa satunya lagi dia gunakan untuk sesekali menggenggam jemari Dinara. Sandi Bucin Arsena selalu punya tingkah menggemaskan yang kadang membuat Dinara jadi geleng- geleng kepala.Netra si cantik akhirnya tertuju pada gantungan polaroid yang dipasang Sandi tempo hari. Menampakkan foto lawas mereka saat liburan dulu.“Eh, kamu masih ada foto ini? Ya ampun, padahal nggak lebih dari dua tahun, tapi kok kita kelihatan muda banget ya?” Sandi tersenyum tipis, akhirnya Dinara notice keberadaan selfie mereka waktu liburan di Nusa Penida dulu. “Waktu itu soalnya belum terlalu mikirin kerjaan,” respon santai Sandi ternyata langsung dicegat oleh Dinara. Keningnya berkerut, “ah enggak juga. Waktu itu aku kan juga udah kerja,” ucapnya. Sandi tersenyum tipis, “ya tapi w

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   123. Makan Siang Mencekam

    Ketidaktenangan Sandi berlanjut. Setelah pesan menyebalkan pagi itu, Sandi harus kembali menahan kecemburuannya saat menemukan Dinara tertawa lepas di cafe depan kantor barunya bersama dengan Valdi. Yap, Valdi yang itu! Valdi rekan kerja Dinara di kantor lama Dinara yang sempat membuat Sandi agak insecure karena lelaki itu kelihatan punya perangai yang mirip dengan Dinara. Sebagai sama-sama lelaki, Sandi pun menyadari bahwa Valdi punya intensi khusus pada Dinara. Apa lagi kalau bukan naksir?Kok bisa-bisanya mereka bertemu lagi disin? Bukankah jarak antara kantor lama dan kantor Dinara yang sekarang cukup jauh, ya?Sandi yang berniat mengajak Dinara untuk makan siang bersama pun mengurungkan niatnya sebentar. Dia menjaga jarak dan mengamati keduanya dari posisi agak jauh. Meskipun sebenarnya hatinya ketar-ketir mendapati pemandangan itu. Dibanding teman-teman lelaki Dinara yang lain, Sandi paling tidak suka pada Valdi. Pasalnya, radar Sandi menangkap bahwa Valdi ini juga golongan le

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   122. Astaga, Kamu Ini Berdosa Banget!

    Sandi mengerutkan kening sejak subuh tadi. Tangan kanannya masih sibuk mengutak-atik ponsel milik Dinara yang menyala. Sejak pertama kali mereka berpacaran dua tahun lalu, ini mungkin kali pertama Sandi nekat mengusik privasi gadisnya itu. Dia melirik Dinara yang masih terlelap disampingnya, memastikan bahwa gadis itu masih berada di alam kapuk. Kalau sampai Dinara tahu dia melakukan ini, entah pasal saling percaya mana lagi yang akan Dinara gaungkan.Lelaki itu menahan gemeretak di gigi, sorot matanya yang sebenarnya kurang tidur ini terlihat jelas. Awalnya dia baik-baik saja sampai ketika dia menyadari bahwa ponsel Dinara terus saja menyala dan mendentingkan nada pertanda pesan masuk. Sandi yang gemas akan hal itu pada akhirnya berusaha untuk mengaktifkan mode hening. Alangkah terkejutnya dia saat menemukan beragam notifikasi dari nomor yang tak dikenal serta nama-nama asing di akun instagram Dinara. Maka itulah yang mengawali aktivitas stalking Sandi. Menjudge pria-pria yang meng

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   121. Cuddly

    “Apa kabar Dinara?” Satu kalimat pendek yang Alana layangkan pertengahan januari lalu membuka kembali komunikasi antar mantan rekan kerja itu. Alana tak mau banyak basa-basi dan langsung menawarkan pekerjaan meskipun dia tahu Dinara masih dalam masa menyelesaikan studinya. Alana cukup tahu kapasitas kerja Dinara Jeandra. Dia mengenal Dinara sejak gadis itu masih magang di perusahaan lama. Apa yang dia tawarkan saat itu juga merupakan sesuatu yang fleksibel yang untungnya disanggupi oleh Dinara sendiri. Meskipun pada awalnya wanita muda itu agak meragukan dirinya sendiri. Bisa dibilang, Alana pada akhirnya dengan percaya memberikan posisi tetap pada Dinara. Syukur juga Dinara berkesempatan lulus lebih awal sehingga dia bisa kembali ke Indonesia lebih dulu. Dan disinilah dia sekarang. Tanah kelahirannya yang amat dia rindukan. Berdiri dengan anggun memperkenalkan diri sebagai junior manager salah satu cabang perusahaan milik keluarga Alana. Pertemuannya dengan Sandi disini pun sebe

  • Halo, Kisah Lama Belum Kelar!   120. It's Me

    “Kalau bukan karena Kak Alana, gue nggak bakal bela-belain dateng, sih!” Arkasa tertawa kecil menyambut kedatangan sepupu kesayangannya yang berjalan kearahnya dengan wajah setengah cemberut. Tapi siapapun tahu bahwa raut itu jelas dibuat-buat karena beberapa detik kemudian si pelaku justru menjabat tangan Arkasa dengan santai dan menampilkan senyuman lebarnya. Wajahnya jadi agak lucu, kontras dengan setelan desainer serta sisiran rambutnya yang ditata rapi. Lelaki itu kemudian lanjut bersalaman dengan pemilik utama perhelatan, Alana Diandra Yasmin. “Katanya lo maraton kesini setelah dari acaranya Damian, ya?” tanya Alana memastikan info yang dia dapat dari asistennya.Sang suami lebih dulu menambahi, “Udah makin sering gantiin Om Seno di event-event gede! Tinggal nunggu peresmian aja sih kalau gini,” godanya.Sandi Arsena memasang wajah malas, pun menggeleng sebagai tanggapan lanjutan. Memang setelah hampir setahun mengabdi di anak perusahaan, akhirnya secara resmi Sandi diperkena

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status