Malam itu, James menemui Kevin yang mana lelaki itu yang sudah memberi tahu semuanya kepada Thomas. Memberi tahu bila Kevin dan Mhika sudah menikah juga Charles yang merupakan anak kandung Kevin."Ada apa, Anda datang kemari, Pak James?" tanya Kevin kepada lelaki itu."Saya ingin meminta tolong pada kamu, Kevin."Kevin mengerutkan keningnya. "Minta tolong apa? Bukankah Mhika sudah pergi dari hidup anak Anda? Dia sudah kembali ke Kalimantan kemarin malam."James mengangguk. "Iya, saya tahu. Namun, William tidak percaya jika Mhika sudah menikah denganmu. Saya minta tolong pada kamu agar memberi tahu William bila yang saya katakan padanya itu benar."Agar dia berhenti mengharapkan hal yang tidak pasti. Baik kepada Mhika maupun kepada Thania. Sekitar satu minggu lagi Thania dan William akan resmi berpisah. Saya ingin anak bungsu saya ini sadar."Bila yang dia lakukan saat ini adalah salah. Saya tidak akan memohon kepada Thania agar kembali pada William. Karena sudah ada Hans yang akan men
Pukul 09.00 WIB.Pagi itu, dua mobil kepolisian datang memasuki area perkantoran Mahatma Grup. Yang mana tengah mencari keberadaan William yang sudah dijadikan sebagai tersangka atas kasus pembunuhan Erald dan juga Olivia."Ada apa ini?" tanya James bingung melihat banyaknya polisi datang ke kantornya.Pun dengan Albert. Ikut bingung sebab dirinya tak merasa memanggil polisi ke kantor tersebut."Selamat pagi, Pak. Kami dari kepolisian hendak membawa Saudara William James Harden yang telah dilaporkan oleh Saudara Hans karena telah melakukan pembunuhan terhadap Mendiang Erald dan juga istrinya," ujar kepala polisi memberi tahu."Apa?" Betapa terkejutnya James mendengar penuturan dari lelaki itu. "Mana mungkin anak saya membunuh orang, Pak. Tidak mungkin. Itu tidak mungkin.""Mohon maaf, Pak. Tapi, bukti nyata rekaman pernyataan bahwa Saudara William memang benar melakukan itu sudah di tangan kami. Juga rekaman CCTV yang sedang tim IT kami perbaiki di kantor milik Mendiang Erald."James
Saat Queen keluar dari kamarnya, ia melihat William sudah tergeletak di lantai tak sadarkan diri. Perempuan itu membolakan matanya kemudian berlari menghampiri lelaki itu."William? William bangun, hey!" Queen terus menepuk-nepuk pipi William agar bangun dari pingsannya itu.Namun, semuanya sia-sia karena lelaki itu tidak juga bangun. Wajahnya sangat pucat hingga membuat Queen panik dibuatnya.Ia pun keluar dari kamarnya mencari bantuan agar membawa William ke rumah sakit. Namun, yang ia temui malah polisi."Masa bodoh! Aku tidak mengenalinya juga." Queen memanggil polisi tersebut. "Pak. Cari orang ini, kan? Tiba-tiba dia masuk ke dalam kamar saya dan sekarang malah pingsan."Polisi segera masuk ke dalam dan membangunkan William. "Hei! Bangun! Jangan pura-pura seperti ini. Bangun!" ucap polisi tersebut menepuk-nepuk pipi William."Bawa ke rumah sakit. Wajahnya memang terlihat pucat. Tidak mungkin dia pura-pura pingsan seperti ini," ucap salah satu anggota kepolisian yang lain.Keempat
Setelah setengah jam lamanya menunggu, James akhirnya datang setelah dihubungi oleh pihak rumah sakit.Hans menyapa lelaki itu dengan mengulas senyumnya. "Selamat siang, Pak."James mengangguk dan membalas senyum itu. "Selamat siang. Di mana William dirawat? Ada apa dengan anak itu?" tanyanya kemudian.Hans menelan salivanya. "Jantung William mengalami pembengkakan karena terlalu banyak minum alkohol. Dan kini harus dirawat di ruang ICU karena kondisinya kritis."James memejamkan matanya setelah mendengar diagnosa yang dialami oleh William. Ia tak menyangka bila anaknya akan mengalami hal ini."Dokter juga mengatakan bila William memiliki riwayat jantung yang diturunkan dari maminya," ucap Hans memberi tahu lagi.James menoleh ke arah Hans dengan pelan. "Dari Rani? Jadi, William mengalami riwayat penyakit yang sama, dengan maminya?" tanyanya kemudian.Hans mengangguk. "Seperti yang dikatakan oleh dr. Umar tadi. Lebih jelasnya, bisa tanyakan langsung pada beliau."James menganggukkan k
Thania menelan salivanya dengan pelan lalu menatap wajah Hans. "Baiklah. Aku akan menemuinya besok."Hans menerbitkan senyumnya dan mengusapi lengan perempuan itu dengan lembut. "Oke. Nanti aku akan antar. Kamu harus menemuinya dan melihat kondisinya. Agar tidak menyesal, andai nanti umurnya sudah tidak ada."Thania menelan salivanya lagi. "Kondisinya benar-benar buruk?" tanyanya kemudian.Hans mengendikan bahunya. "Namanya jantung bengkak, suatu hari nanti bica bocor. Kalau sudah bocor, sulit disembuhkan. Penanganan dokter saja tidak cukup. Juga, harus segera diganti dalam waktu dekat."Thania manggut-manggut dengan pelan. "Penyebab utamanya karena alkohol?""Ya. Karena terlalu banyak minum alkohol."Thania menghela napasnya. "Ya sudahlah, mau gimana lagi. Dia sudah terlanjur sakit dan kini harus dirawat di rumah sakit. Andai pun dia divonis hukuman mati, ajalnya tetap akan tiba."Andai memang dia harus pergi di ruang ICU, bukan di persidangan, takdirnya memang hanya sampai di sana.
Sidang cerai Thania dan William akan dilangsungkan hari ini. Thania dan Hans sudah berada di pengadilan untuk menyaksikan secara langsung sidang tersebut.Thania menghela napasnya dengan panjang kemudian duduk di kursi depan bersama dengan kuasa hukum William sebagai saksi atas sidang tersebut."Baik. Sidang akan dimulai sekarang," ucap hakim kemudian membacakan surat permohonan yang diajukan oleh Thania kepada pengadilan."Apakah benar, Saudara William telah melakukan hubungan badan dengan wanita lain selain Anda, Saudari Thania?" tanya hakim kepada Thania.Perempuan itu mengangguk. "Benar, Yang Mulia. Bahkan perempuan itu sengaja mengirimkan video itu kepada saya.""Baik. Sesuai dengan bukti yang sudah kuasa hukum Anda berikan kepada kami."Thania menghela napas kembali lalu menoleh pada Hans yang dengan setia menunggunya di sana."Pengajuan penggugatan cerai oleh Saudari Thania kepada Saudara William didasari karena terjadinya perselingkuhan di dalam rumah tangga itu. Maka, hakim m
William sudah dibawa ke rumah duka setelah dokter menyatakan dia telah meninggal dunia. Thania dan Hans pun ikut mengantarkan jenazah William ke sana.Banyak anggota keluarga William berbondong-bondong mendatangi rumah duka tersebut untuk melihat William yang terakhir kalinya."Turut berduka cita ya, Mas. Semoga William diberikan ketenangan di sana," ucap salah satu anggota keluarga William kepada James yang tengah berdiri di samping peti mati anaknya.James menoleh dan menganggukkan kepalanya. "Ya. Terima kasih," ucapnya dengan pelan.Satu persatu orang menghampiri James dan juga kedua anaknya yang ada di sana. Thania dan Hans duduk di kursi yang sudah disediakan di sana menunggu upacara kematian dilangsungkan."Kamu bicara apa saja ke William sebelum dia mengembuskan napas terakhirnya?" tanya Hans ingin tahu.Thania menghela napasnya. "Bahwa aku memaafkan semua kesalahan yang dia perbuat meskipun dia tidak akan pernah mengatakan hal itu. Setelah itu, dia langsung menitikan air matan
Hari ini Hans akan pergi ke Bandung untuk menemui kedua orang tuanya hendak memberi tahu bahwa Olivia bukanlah pembunuh Erald."Aku pergi dulu, ya. Kalau ada apa-apa langsung hubungi aku aja," ucap Hans pada Thania.Wanita itu menganggukkan kepalanya. "Iya, Hans. Kamu hati-hati di jalan. Kalau udah sampai Bandung, jangan lupa kabarin aku."Hans mengangguk lalu mengecup kening perempuan itu. Tak lupa juga mengusap perut buncit Thania."Aku berangat." Hans melambaikan tangannya pada Thania lalu beranjak pergi dari apartemen.Ia harus segera memberi tahu hal ini kepada Maria tentang kematian Erald yang mana lelaki itu bukan dibunuh oleh istrinya sendiri.Melainkan oleh William karena menginginkan proyek bernilai triliunan itu jatuh ke tangannya. Dengan cara yang sangat licik hingga meregang nyawa dua orang sekaligus."Halo, Pi. Aku di jalan, menuju ke Bandung. Papi ada di rumah, kan?" tanya Hans menghubungi sang papa."Iya, Nak. Papi ada di rumah. Ada mami kamu juga di sini.""Kondisi Ma