"Papa Martin. Mamaku menikah dengan papanya Tuan Martin, asisten Tuan Max.""APA?!"Pekikan histeris Marigold menggema di telinga Nina. Alhasil, Nina harus menjauhkan ponselnya dari telinga supaya tidak tuli mendadak."Nina, apa kamu bercanda? Bibi menikah... papa dari Tuan Martin? Benarkah itu? Kamu tidak mengada-ada kan?" cecar Marigold dengan nada sangat takjub."Ck, aku tidak mungkin 'menghalu' untuk hal sebesar itu, Marigold jelek," decak Nina sebal. "Aku ini serius, dua rius, dan tiga rius. Secara hukum, aku dan Tuan Martin adalah saudara tiri.""Aku tidak percaya dengan kebetulan seperti ini. Jadi, apa itu artinya.. kamu dan Tuan Martin adalah.. saudara tiri?" simpul menyebalkan dari Marigold. "Wow. Itu keren, Nina."Nina memutar bola matanya, jengkel. "Keren dari Hongkong?! Aku tidak suka punya saudara tiri, apalagi kakak tiri seperti Martin. Hiii... ogah! Bikin ribet!" gerutunya dengan nada meninggi.Suara Nina yang merespon komentarnya dengan nada menyangkal, membuat Marigol
Keesokan harinya.Tuk.Max meletakkan cangkir kopi hitamnya di meja kafe yang terletak di sebelah kantornya. Max selalu menyukai suasana ramai dimana para pengunjung membeli secangkir kopi untuk dibawa ke tempat kerja mereka. Juga aroma harum kopi yang baru saja digiling, terasa menenangkan pikiran.Sejak Max bangun tidur tadi, raut wajahnya tidak bisa berhenti tersenyum ceria. Terbangun di sebelah gadis bandel yang berstatus sebagai istri ketujuhnya, membuat Max bahagia. Max juga menyempatkan diri beberapa saat lamanya untuk mengamati wajah cantik sekaligus lugu milik Marigold yang sedang terlelap di sampingnya.Semalam, Max menikmati malam yang penuh gairah bersama Marigold. Reaksi yang polos dan ekspresif membuat Max sangat bersemangat memberikan kenikmatan pada Marigold. Erangan dan rengekan Marigold terdengar merdu nan seksi di telinga Max."Ini pesanan croissant anda, Tuan Max. Silakan dinikmati," ucap seorang pelayan perempuan yang meletakkan sebuah piring berisi dua potong pas
"Kakek anda. Tuan Alexander."Mulut Max menganga lebar. "Dasar tua bangka! Kenapa sekarang dia ikut campur urusan kantor, hah?!" desisnya murka."Tuan Max, apa yang akan anda lakukan?"*****"Halo Max sayang, sudah lama sekali kamu tidak mengunjungi kami," sapa ramah seorang wanita paruh baya dengan tubuh montok nya, sangat nyaman untuk dipeluk. Wanita itu merentangkan kedua tangannya, menyambut kedatangan Max di rumah Tulip, rumah Tuan Alexander tua."Halo Nanny. Dimana kakek?" tanya Max sambil membiarkan dirinya dipeluk dan dihujani ciuman oleh wanita itu."Kakekmu sedang duduk santai di taman belakang," jawab Nanny sambil mengedikkan dagunya ke sebelah kanan. "Katakan padaku, apa kamu akan tinggal disini sampai makan siang, Max? Aku akan menyiapkan makanan kesukaanmu.""Aku tidak tahu, Nanny. Aku ada banyak pekerjaan, salah satunya memarahi si tua bangka itu."Pluk-pluk-pluk."Kasihan anakku," ucap Nanny sambil menepuk lembut kedua pipi Max. "Benar, kakekmu itu memang harus dimarah
Archie Alexander.Seorang laki-laki tampan sedang duduk di jok belakang mobilnya sambil menekuri tablet di pangkuannya."Tuan Archie, apa anda sudah mendengar berita terbaru tentang Tuan Max, sepupu anda?" tanya sopir sekaligus asisten pribadinya. "Tuan Max baru saja menikahi seorang gadis belia berusia 23 tahun. Jadi saat ini, total ada tujuh istri yang dimiliki sepupu anda, Tuan Archie.""Hmm, aku tahu," sahut Archie dengan jari terus menscroll layar tabletnya. "Aku sedang membaca berita tentang acara pemilihan gadis perawan untuk milyader. Gadis yang terpilih dan yang dinikahi sepupuku ini sama sekali tidak cantik ataupun menarik sedikitpun, bahkan memiliki latar belakang yang sama sekali tidak istimewa. Seharusnya dengan acara heboh seperti itu, wanita sekelas Miss Universe pun bisa didapatkan Max, bukannya malah memilih gadis sederhana yang polos dan culun. Entah apa yang ada di pikiran Max hingga memilih gadis itu sebagai pelengkap haremnya," cibirnya sinis.Saat ini, mobil Merc
Di sebuah restoran mewah yang menyajikan Chinese Cuisine."Tunggu dulu, Tuan Martin," ucap Marigold yang tertegun menatap satu meja bulat melingkar, penuh dengan para penghuni istana penyihir. Mereka berenam ditambah dengan seorang ratu penyihir, sudah lengkap duduk cantik disana, sedang menyantap hidangan yang tersaji di atas meja bulat itu."Ya?""Tuan Martin bilang kalau aku akan makan siang dengan Tuan Max, tapi kenapa aku tidak melihat sosoknya di restoran ini? Aku malah melihat para siluman itu sedang duduk makan bersama disini? Apa mungkin Tuan Martin salah memberikan informasi padaku?"Martin memandang datar ke arah Marigold dan menjawab, "Tidak. Tidak salah. Anda memang dijadwalkan untuk makan bersama dengan Nyonya Alexander, mama dari Tuan Max. Beliau ingin makan siang bersama dengan para istri Tuan Max."Mendengar jawaban asisten pribadi tuan milayder, Marigold berkacak pinggang dengan gemas. "Apa kita berdua bermusuhan, Tuan Martin yang terhormat?""Bermusuhan? Apa maksud
"Apa kamu sudah hamil, Marigold?"Bibir Marigold sudah terbuka untuk menjawab pertanyaan Nyonya Alexander, namun sudut matanya tiba-tiba menangkap satu sosok yang membuat tertegun. Otak Marigold seketika menjadi buram dan berkabut. Marigold memicingkan matanya ke arah sosok itu. Tubuh Marigold seolah mati rasa, saat mengenali bahwa sosok itu adalah Nolan, mantan kekasihnya.Saat ini Nolan sedang duduk satu meja bersama seorang wanita cantik. Posisi meja mereka berada tersembunyi di ujung restoran sehingga tidak terlihat jelas oleh orang yang berlalu lalang. Sekujur tubuh Marigold semakin membeku melihat interaksi Nolan dengan wanita itu. Keduanya... terlihat sangat akrab, malah terlalu akrab hingga bisa disebut intim."Tapi, wanita itu... terlihat lebih tua dari Nolan," batin Marigold yang tidak berkedip menatap bergantian, Nolan dan pasangannya. "Jadi.. semua itu benar?! Apa yang dikatakan Tuan Max tentang Nolan adalah benar?! Bahwa Nolan adalah gigolo, kekasih tante-tante?!" rintihn
"Pak, bisa saya minta tolong satu lagi?" pinta Marigold dengan mengerahkan semua aktingnya."Apa yang bisa saya bantu lagi?" tanya pak satpam yang menemaninya berjalan menuju lobi apartemen."Apa anda bisa mengantarkan saya ke lantai empat? Waktu saya muntah tadi, kartu kunciku jatuh entah dimana.""Lantai empat? Apa itu unit anda berada?" tanya pak satpam memastikan.Marigold mengangguk dengan tatapan memohon."Baiklah.""Terima kasih," ucap Marigold dengan mengangguk sopan, padahal dalam hati bersorak gembira, "Yes. Berhasil!"Jika bukan penghuni, tidak akan bisa mengakses lift. Jadi Marigold harus bisa merayu pak satpam untuk membantunya hingga ke lantai empat. Untung saja, tadi Marigold sempat melihat angka di atas kotak lift saat Nolan dan si tante itu masuk. Marigold sampai harus memicingkan mata hingga nyaris copot ketika memelototi angka berwarna merah di dinding."Itu dia," gumam Marigold setelah keluar dari kotak besi itu. Marigold berjalan cepat, menyusul Nolan yang berangk
Sroot-sroot... Marigold membuang ingus untuk kesekian kalinya. Air mata Marigold mengalir tanpa henti. Marigold menangisi hatinya yang patah karena Nolan ternyata benar-benar seorang gigolo. Marigold melihat dengan mata kepala sendiri, bagaimana mantan kekasihnya itu bersikap sangat romantis pada tante kaya itu. "Mbak, nanti waktu turun taksi, jangan lupa bekas tisunya tolong dibawa. Jangan dibuang di dalam mobil ya. Itu jorok," tegur ketus sopir taksi yang ditumpangi Marigold setelah meluncur keluar dari lobi apartemen Nolan si mantan luknut yang menjadi gigolo untuk tante kaya, menuju apartemen lamanya. Marigold memberikan pelototan jengkel pada sopir yang nyinyir. "Kalau bapak mau bantu buang bekas tisu ini, aku akan kasih uang tip yang banyak," semprotnya kesal. Dirinya tentu saja tahu sopan santun yaitu membuang sampah pada tempatnya. Marigold kesal diejek jorok oleh si sopir menyebalkan itu. "Ck, dasar orang kaya sombong." Marigold geram dengan komat-kamit mulut nyinyir si s