로그인Tania seorang diri nggak sanggup tahan Puspa yang sudah kehilangan kendali. Saat Wira datang, ia pun bergegas ikut bantu tahan Puspa.“Lepaskan aku! Cepat tolong nenekku! Nenekku masih di dalam!”Puspa berjuang sekuat tenaga ingin lari masuk ke kobaran api, matanya merah, suaranya parau bergetar.“Cepat selamatkan nenekku! Nenek! Keluarlah, Nek!”Lihat gudang yang telah sepenuhnya dilalap api, semua orang tahu, orang yang masih di dalam itu sudah nggak mungkin punya harapan untuk hidup. Tania peluk Puspa yang terus meronta dalam kegilaan. Matanya sendiri pun memerah, air mata jatuh tanpa bisa ia tahan. Ia nggak tahu harus gimana tenangkan gadis itu. Ia paham, dalam keadaan seperti ini, kata-kata penghiburan nggak punya arti apa-apa. Bahkan Wira yang selama ini dikenal berhati dingin, hanya bisa berdiri terpaku di tempat. Menatap pemandangan di depan mata, dadanya terasa sesak, seolah ada batu berat yang menindih.Mereka datang bersama tim penyelamat, dan begitu api mereda sedikit, pros
Puspa sudah mengerahkan seluruh tenaganya, namun tetap saja semuanya sia-sia.Sampai akhir, yang bisa ia lakukan cuma menopang kepala neneknya agar nggak terbentur tanah. Suara berat tubuh yang jatuh menghantam lantai buat hati Puspa seolah hancur berkeping-keping. Dengan tangan gemetar dan mata memerah, ia berbisik parau, “Nenek.”Nenek Yanti berusaha keras memaksa suaranya keluar untuk menenangkan cucunya. Namun begitu ia buka mulut, yang keluar hanyalah darah segar. Semburan darah itu muncrat, mengenai wajah Puspa, buat matanya semakin merah hingga tampak seperti darah itu menetes dari matanya sendiri.Di belakang mereka, Wulan berdiri sambil tersenyum puas, menikmati hasil perbuatannya. Dengan sikap seolah berwibawa, ia berkata datar, “Puspa, aku ini orang yang tepatin janji. Setengah dari janji sudah kutepati. Sekarang, kamu boleh temani nenekmu baik-baik.”Selesai berkata demikian, Wulan berbalik dan pergi bersama orang-orangnya. Puspa sama sekali nggak dengar apa pun yang dikata
“Gimana kamu tahu itu aku?”Wulan nggak merasa bersalah sedikit pun, justru wajahnya memerah bangga, seolah seorang perencana tengah menikmati momen kemenangannya.Setelah Tania sebut bahwa Yulia kenal dengan Wulan, ia hampir bisa tebak siapa dalang yang bawa neneknya pergi.Puspa nggak langsung jawab, ia malah bertanya dingin, “Mana nenekku?”Wulan nggak buru-buru turuti permintaan itu, ia malah mulai luapkan kata-katanya sendiri, seperti nikmati setiap luka yang ditorehkannya, “Kamu ini memang tolol, nggak tahu malu, sampai bisa sejauh ini. Aku sudah suruh kamu menjauh dari Indra, susah amat sih? Kenapa cari mati terus? Aku dah kasih kamu kesempatan, kamu malah nggak mau gunakan itu.”Ia menuduh, seakan semua kesalahan yang pernah dibuat Puspa adalah alasan sah untuk perlakuan kasar ini, “Kamu terus saja nantang aku! Kalau bukan karena itu, mana mungkin sampai sejauh ini!”Titik fokus Puspa sama sekali bukan sandiwara Wulan, ia menatap tajam dan menanyakan lagi, “Katakan, nenekku di
“Kalau gitu kamu istirahat saja, aku pergi dulu.”Indra berkata datar, lalu segera berbalik pergi.Wulan juga nggak tahan dia, hanya menatap punggungnya sampai menghilang dari pandangan.Begitu keluar dari ruang rawat, Indra langsung telepon ke rumah.Bu Sekar menjawab, bilang kalau Puspa belum pulang dari rumah sakit.Belum sempat ia turunkan HP, panggilan lain masuk, kali ini dari Cakra.“Bos, kapan kamu balik? Perwakilan dari pihak Grup Fisman sudah datang, kita harus segera ke sana.”Indra mendengus dalam hati.‘Wulan itu benar-benar suka bikin masalah. Kalau memang tubuhnya lemah, harusnya diam di rumah, kenapa malah selalu cari-cari kesempatan untuk dekati aku? Bahkan setiap saat bisa pingsan, benar-benar buang waktuku saja.'Ia berkata tegas, “Aku segera ke sana. Untuk sementara, temani mereka dulu.”Cakra baru saja mengiyakan, tiba-tiba HP Indra bergetar sebentar lalu mati total, baterai habis.Ia nggak terlalu peduli, langsung setir kembali menuju perusahaan....Di lantai ata
Dokter Yulia? Psikolog pribadi Puspa?Tania mendadak teringat. Wanita yang dulu ia lihat bersama Wulan di restoran, bukannya itu psikolog yang ia temui di Vila Asri?Wajah Tania langsung berubah drastis, napasnya menjadi terburu-buru.“Puspa!”Puspa dengar suaranya lewat earphone bluetooth, ia jawab pelan, “Kenapa?”Tania cepat tanya, “Kamu sekarang sedang di mobil psikologmu?”“Mm, iya.” Puspa mengiyakan.Nada Tania langsung melonjak panik.“Cepat turun! Puspa, segera turun dari mobil itu!”Nada teriakannya begitu mendesak sampai Puspa sempat membeku.Tania segera tambahkan cepat, “Psikologmu itu pernah ketemu diam-diam dengan Wulan!”Ia nggak bisa pastikan hilangnya Nenek Yanti ada hubungannya dengan Wulan.Namun kemunculan Yulia di saat sepenting itu benar-benar terlalu kebetulan. Hal itu buat insting profesionalnya berteriak. Ada yang nggak beres!Dengar itu, pupil Puspa menegang. Ia menoleh ke arah Yulia yang sedang nyetir. Wajah yang biasanya tampak akrab kini seolah tertutup ba
Puspa tertegun. “Apa maksudmu hilang?”Perawat pendamping buru-buru jelaskan, “Aku cuma keluar sebentar untuk terima telepon. Begitu kembali, nenek sudah nggak ada. Aku sudah cari ke semua arah tapi tetap nggak ketemu, HP-nya juga tertinggal.”Hal pertama yang terlintas di kepala Puspa adalah, “Nenekku apa mungkin keluar sebentar untuk jalan-jalan?”Tapi perawat langsung membantah.“Bukan waktunya keluar ruangan, dan lagian sebentar lagi waktunya minum obat.”Nenek Yanti sudah seperti pasien tetap di rumah sakit ini, hampir semua perawat kenal dia. Tapi anehnya, nggak ada satu pun yang tahu kapan ia hilang.Bahkan ketika Puspa minta rekaman CCTV rumah sakit, hasilnya seperti orang itu lenyap begitu saja, benar-benar menguap tanpa jejak.Puspa panik. Sambil hubungi polisi, ia juga keliling rumah sakit mencari keberadaan neneknya. Saat itulah nada dering HP-nya tiba-tiba bunyi.Nomornya asing. Entah kenapa, naluri Puspa langsung berkata: telepon ini pasti ada hubungannya dengan nenek.“H