Briella ragu-ragu, matanya mencari-cari penjelasan di air muka suaminya, tapi yang dia temukan hanya pandangan dingin. Saat Briella tidak segera menuruti, kemarahan Adrian mulai muncul di wajahnya. Suaranya menjadi lebih keras, “Sekarang, Briella Moretti!”
Entah mengapa hati Briella seperti dicengkeram kuat setiap kali Adrian memanggilnya dengan nama keluarga ‘Moretti’. Panggilan itu membuat dia merasa seolah-olah Adrian belum sepenuhnya menerima dirinya sebagai istri. Kenapa Briella Moretti? Bukankah seharusnya Briella Maven?
Dengan tangan gemetar dan hati yang berdebar, Briella akhirnya menuruti perintah Adrian. Dia merasa keselamatannya terancam, tapi dia tidak punya pilihan lain. Adrian mendekat dan dengan cepat mendominasi situasi, menciptakan suasana yang menegangkan dan menindas.
“Berikan padaku.” Adrian mengulurkan tangannya, meminta Briella menyerahkan celana dalam ungu berenda yang baru saja turun ke kaki jenjang perempuan itu.
Briella mencoba sekuat tenaga untuk tetap tenang, dia memberikan benda yang Adrian minta tanpa mengeluarkan sepatah kata pun untuk protes.
“Jangan pernah pakai benda semacam ini ketika kau berada di sekitarku.”
“Ma-maksudmu? Apakah kau tidak suka yang berenda, Adrian?”
Rahang Adrian mengeras. “Aku tidak suka semuanya. Jangan pernah pakai celana dalam ketika kau berada di sekitarku, paham?”
Meskipun memahami dengan baik maksud perkataan Adrian, Briella sungguh bingung kenapa Adrian melarangnya memakai celana dalam?
“Ba-baik, aku paham.”
Adrian menatap lagi istrinya dengan tajam. Pria tampan itu tahu apa yang sedang berkecamuk di benak Briella. Ya, mungkin saja Briella sedang berpikir kalau dirinya adalah pria aneh dan mesum. Kenyataannya, tidak. Adrian bukan pria yang terlalu gila seks. Meskipun dia cukup perkasa dan mudah mendapatkan wanita, tapi Adrian sangat pemilih dalam hal bercinta. Tidak sembarang perempuan mampu membangkitkan nafsu Adrian.
Sialnya, Briella adalah salah satu yang paling menggairahkan menurut Adrian. Setiap berada di sisi Briella, kejantanan Adrian langsung mengeras dan berdenyut minta pelampiasan. Larangan agar Briella tidak mengenakan celana dalam sebenarnya Adrian berikan agar Briella dilihat seperti perempuan jalang gila di depan para pelayannya. Adrian ingin merusak mental Briella separah mungkin selagi perempuan itu tinggal di mansion-nya.
Sekarang kemarilah. Adrian duduk di kursi kerjanya setelah mengeluarkan kejantanannya dengan menurunkan sedikit celana kerja yang dikenakan. Briella mendekat dan tercekat melihat milik suaminya yang besar dan keras.
“Berlutut, dan kulum,” titah Adrian tak suka dibantah.
“Inikah hukuman yang kau maksud?” tanya Briella tidak percaya.
“Kenapa? Kau menolak?”
Menggeleng, Briella segera berlutut di depan Adrian. “Ti-tidak. Akan aku lakukan.” Mengerjakan yang Adrian perintahkan sebaik mungkin, meskipun dia sebenarnya tidak tahu cara yang benar.
“Jilat dan isap juga! Dasar amatiran!” Adrian mencecar Briella, padahal dia sangat menikmati ‘blowjob’ dari sang istri sampai nyaris memejamkan matanya.
Setelah beberapa menit berlalu, Adrian yang merasa Briella hampir membuatnya mencapai klimaks hanya dengan mulut kecilnya itu cepat-cepat menyuruh Briella berhenti. “Hentikan. Ini membosankan.”
“Maafkan aku, Adrian. Aku akan belajar lebih baik lagi.”
“Sebaiknya kau angkat rokmu dan naik ke atasku.”
Briella mengangkat rok gaunnya sampai selutut, lalu tidak tahu harus berbuat apa. “Naik ke atasmu? Bisakah kau jelaskan lebih spesifik, apa yang harus kulakukan? Maaf, aku benar-benar bingung.”
Adrian kehilangan kesabaran juga akhirnya. Dia menarik kasar bagian tepi leher gaun Briella hingga kancing di sekitar dada perempuan itu berhamburan ke lantai. Dengan ukuran tangannya yang pas untuk mengangkup dada Briella, Adrian meremas dan mencoba mengeluarkan dua bulatan sintal itu dari gaun istrinya.
“Kumohon maafkan aku,” lirih Briella dengan mata ketakutan.
“Semalam…,” kata Adrian sambil mengangkat dagu Briella, “kau menikmatinya, kan?”
Briella terdiam. Bagaimana mungkin dia menikmati malam mengerikan itu? Sampai sekarang saja sisa-sisa rasa sakitnya masih bisa dia rasakan di sekitar area kewanitaannya.
“Jawab aku, Briella Moretti!”
Rasa takut akan amarah Adrian, Briella memutuskan berbohong. “Y-ya, aku menikmati yang semalam. Bi-bisakah kau memaafkan kesalahanku kali ini?”
Adrian memutar dan sedikit membanting tubuh Briella, sehingga perempuan itu tersungkur di meja kerja dengan bokong yang menungging persis di depan kejantanan miliknya. “Akan kumaafkan asal kau bisa membuatku puas.”
Meringis, Briella menahan perpaduan rasa nyeri dan geli ketika Adrian menusukkan kejantanannya ke dalam milik Perempuan itu. “Akh!” Briella berusaha menahan semua suara yang ingin keluar dari mulutnya. Dia takut jika orang di mansion Adrian akan mendengarnya.
Adrian mencengkeram lebih kuat seiring hentakannya yang semakin cepat, dia tampak menikmati permainan kekuasaannya. Sementara Briella mencoba membekap mulut dengan kedua tangannya. Adrian tersenyum culas melihat itu.
‘Baiklah, mari kita lihat siapa yang menang di antara kita,’ batin Adrian penuh tekad.
Dia semakin intens menghunjamkan kejantananya dan agresif menstimulasi dada serta titik sensitive si istri, seolah-olah ingin memaksa Briella untuk mengeluarkan suara-suara yang ditahan.
“Akh! Akh!” Tubuh Briella menggelinjang, perutnya terasa mengeras karena gulungan ombak kenikmatan menghantamnya.
Begitu sadar liang sempit istrinya mulai mengencang dan mencengkeram ketat, Adrian dengan liar menumbuk area itu kuat-kuat. Briella yang terkejut dan tak siap mendapat serangan di tengah puncak kenikmatan secara spontan berteriak, “Akh, akh, please stop it.”
Telinga Adrian seolah menuli, bukannya berhenti dia malah semakin gila menghunjami liang sempit Briella. Situasi semakin tidak terkendali. Erangan, jeritan, bahkan longlongan lolos dari mulut merah merekah milik Briella. Perempuan itu merasakan rasa malu yang mendalam.
“Yeah, berteriaklah seperti itu. Berteriaklah sekeras mungkin, tunjukkan siapa dirimu sebenarnya,” seru Adrian yang masih mengejar klimaksnya.
Kini dia paham bahwa Adrian ingin orang-orang di mansion mendengar apa yang terjadi, membuatnya merasa lebih terhina dan tersiksa batin. Briella mencoba bertahan, berjuang melawan dorongan untuk mengumpati Adrian pada situasi yang memalukan ini.
Sementara Adrian sangat bertekad untuk menggoyahkan Briella yang susah payah mempertahankan sisa-sisa harga dirinya. Adrian tidak menunjukkan belas kasihan sama sekali. Dia baru sadar ternyata permainan ini sangat menarik. Ternyata ide bercinta dengan paksa ke Briella adalah hal yang menakjubkan.
Briella berusaha keras untuk tidak mengeluarkan suara, menahan diri agar tidak erangan, jeritan, atau desahan keluar dari bibirnya. Namun, tangan Adrian semakin agresif dan intens mempermainkan dadanya membuat Briella tidak tahan untuk menjerit.
Saat itu, tiba-tiba pintu ruang kerja diketuk. Adrian dengan santai mempersilakan masuk tanpa merasa repot-repot harus menutupi yang terjadi. Briella yang panik langsung menarik dirinya dan cepat-cepat bersembunyi di balik badan Adrian.
Saat pintu itu terbuka. Hunter, adik tiri Adrian, berdiri di ambang pintu dengan ekspresi masam di wajahnya. Dengan kondisi meja yang berantakan, serta penampilan Adrian yang kacau, dia bisa langsung tahu apa yang terjadi. Apalagi rambut merah Briella tampak mencuat dari balik badan Adrian,
“Apa-apaan ini?” keluh Hunter begitu kesal. “Demi apa mataku hampir ternodai di siang hari begini? Kusarankan kalau kau masih mau melanjutkan agenda bulan madumu, kenapa kau tidak berdiam diri di kamar saja seharian? Daripada meresahkan semua orang di sini, Adrian?”
Briella merasa sangat malu, wajahnya memerah meskipun saat ini dia terlindungi tubuh sang suami. Ya, tubuh mulusnya tertutupi oleh tubuh gagah Adrian hingga Hunter tak melihat tubuh telanjangnya.
“Segera ambil apa yang kau butuhkan, dan cepat tinggalkan kami.” Adrian dengan santai mengucapkan itu.
“Aku tahu kau pengantin baru, tapi tidak bisakah kalian lebih menghargai perasaan pria lajang sepertiku?” Hunter tak henti memprotes.
Briella menutup matanya, berharap semua ini cepat berakhir, sedangkan Adrian hanya tertawa pelan, menikmati kekuasaannya atas Briella.
“Jadi berapa hargamu, Hunter?” olok Adrian tanpa merasa bersalah.
Hunter, meskipun jelas terganggu, hanya mendesah frustrasi dan meninggalkan ruangan setelah mengambil berkas penting yang dia butuhkan.
“Sialan,” umpat Hunter sambil menutup pintu dengan keras di belakangnya.
Satu tahun kemudian …Sesampainya di rumah sakit, Adrian merasakan detak jantungnya semakin cepat. Langkah-langkahnya yang biasanya mantap kini terasa berat, seolah-olah setiap langkah membawa beban kekhawatiran yang tak terukur.Ruang bersalin berada di ujung koridor, tapi jarak yang harus ditempuhnya terasa seperti berpuluh-puluh mil. Cahaya lampu yang seharusnya menenangkan justru tampak suram di matanya. Dia tak bisa berpikir jernih—yang ada hanya ketakutan akan apa yang mungkin terjadi di balik pintu ruang bersalin itu.Saat akhirnya Adrian tiba di depan pintu, dia menemukan Rosalie sedang duduk di kursi tunggu. Wajah wanita paruh baya itu tampak pucat meski dia berusaha menyembunyikan kecemasannya. Rosalie yang melihat Adrian mendekat, dia berdiri dan mencoba tersenyum, tapi kegelisahan tetap terpancar di matanya.“Bagaimana keadaannya?” tanya Adrian dengan nada cemas, suaranya bergetar meski dia berusaha terdengar tegar.Rosalie mendekatinya, menyentuh lengannya dengan lembut.
Senyum seringai Adrian terbentang begitu saja setelah mendengar ucapan istrinya. Dia menarik Briella mendekat, tangan Adrian yang kuat meluncur ke bawah punggungnya. Mencengkeram bokong Briella yang membulat.Tanpa keraguan Adrian menekan batangnya yang keras ke arah kewanitaan si istri. Briella tersentak senang saat Adrian menggesek miliknya. Pria tampan itu menangkup pipi Briella, menghadiahkan ciuman lapar sehingga bibir mereka terkunci dalam ciuman yang penuh nafsu.Briella melepaskan ciuman itu, terengah-engah. “Adrian,” bisiknya, matanya berkilauan karena hasrat. “Kumohon segeralah masuk. Aku membutuhkanmu.”“Aku juga membutuhkanmu, Sayang,” jawab Adrian serak.Ciuman penuh gairah mereka semakin dalam, dan tangan mereka menjelajahi tubuh masing-masing. Membelai setiap inci. Adrian menangkup payudara penuh Briella, menggoda putingnya yang mengeras dengan ibu jari.Briella mengerang, melengkungkan punggung ke arah Adrian. Dia mengusap dada suaminya, turun ke perut Adrian yang liat
Briella tersenyum lembut, matanya berkaca-kaca. “Jangan khawatir, ini air mata bahagia. Kau ... kau sering kali kasar, terburu-buru. Tapi sekarang, setiap sentuhanmu penuh cinta, penuh perhatian. Kau benar-benar telah berubah, Adrian.”Ini bukan pertama kali bagi Briella disentuh Adrian sejak mereka kembali bersatu. Sentuhan Adrian sekarang penuh dengan kelembutan dan penuh cinta. Berbeda dengan dulu yang penuh nafsu seakan dirinya adalah budak seks.Mata Adrian melembut, dia menarik Briella lebih dekat, mengecup dahinya dengan lembut. “Aku menyesali banyak hal, Briella. Dulu aku terlalu dibutakan oleh amarah dan dendam, tapi sekarang aku hanya ingin kau merasakan betapa aku mencintaimu, betapa berartinya dirimu bagiku. Aku tidak akan pernah menyakitimu lagi.”Kata-kata Adrian yang tulus itu menusuk hati Briella, membuatnya tidak bisa menahan air mata yang mulai mengalir di pipinya. Ini adalah air mata kebahagiaan, air mata yang berasal dari perasaan mendalam bahwa cinta sejati mereka
Malam itu, suasana ruang makan terasa tegang. Adrian duduk di ujung meja, tatapannya kosong dan mulutnya terkunci rapat. Briella yang duduk di sebelahnya mencoba tersenyum, tapi ketegangan Adrian begitu nyata hingga seluruh ruangan terasa sunyi. Hunter, yang duduk di seberang meja, langsung membaca situasi.“Nandy, bagaimana kalau sabtu besok kita pergi ke peternakan?” Hunter menawarkan dengan nada riang, mencoba mencairkan suasana. “Paman akan mengajarimu cara berkuda, dan kita bisa memerah susu sapi langsung dari sapinya. Bagaimana?”Mata Fernandez langsung bersinar mendengar tawaran Hunter. “Benarkah, Paman? Aku mau! Aku mau!” serunya dengan antusias, tapi dia segera menoleh pada Briella. “Tapi Mommy ikut juga, kan?”Hunter terkekeh pelan, lalu menggelengkan kepalanya. “Kali ini hanya kita, sesama pria yang pergi, Nandy. Mommy akan menunggu di sini.”Fernandez mengerutkan kening, tampak tidak puas dengan jawaban itu. “Tapi aku mau Mommy ikut bersama kita, Paman.”Adrian tampak sema
“Mommy, aku suka sup ini. Rasanya creamy.” Fernandez tampak senang dengan kehadiran kembali ibunya. Bocah itu selalu menempel pada Briella, dan bersikap manja. Sejak pulang sekolah, dia meminta Briella menyuapinya, padahal anak itu sebelumnya terbiasa mandiri dan makan sendiri.“Apa kau mau tambah lagi supnya, Nandy?” tanya Briella lembut, seraya menatap putranya dengan penuh kasih sayang.“Tidak, Mommy. Aku sudah kenyang. Apakah Mommy bersedia membantuku mengerjakan pekerjaan rumahku?” pinta Fernadez.Briella mengangguk dan tersenyum. “Tentu, Sayang.”Malam ini, sikap manja Fernandez tidak juga berakhir. Sehabis makan malam, dia meminta Briella membantunya mengenakan piama. Di kamar mereka yang luas dan nyaman, Adrian duduk di tepi tempat tidur, menatap Briella yang sedang membantu Fernandez mengenakan piyama. Briella tersenyum lembut, matanya penuh kasih sayang saat putra kecil mereka, duduk di pangkuannya, sudah siap untuk tidur.“Nandy, ayo tidur, Sayang.”“Mommy mau ke mana?”“Mo
Adrian dan Briella tersenyum hangat melihat Fernandez berlari-lari di tamn, bersama dengan pengasuh. Pasangan itu duduk di kursi taman bersama dengan Rosalie dan Hunter. Tampak semua orang bahagia melihat Fernadez yang bermain dengan riang penuh kegembiraan.“Aku sudah lama sekali tidak melihat Fernandez sebahagia ini,” ungkap Hunter jujur.Menghilangnya Briella, selalu membuat Fernandez menjadi muram. Tidak jarang Fernandez menangis setiap kali merindukan Briella. Tiga tahun Briella menghilang, bukan waktu yang sebentar. Bukan hanya Fernandez yang murung sejak Briella menghilang, tapi Adrian, Hunter, dan juga Rosalie sangat terpukul. Apalagi yang mereka tahu adalah Briella dibunuh Felix dengan kejam. Hal tersebut menjadi pukulan berat di keluarga Maven.“Aku akan pastikan Nandy terus merasa bahagia, Hunter. Aku akan selalu di sisi putraku,” ucap Briella tulus, dan penuh kehangatan.Adrian membelai rambut Briella. “Ya, Sayang. Nandy akan selalu merasa bahagia. Kau sudah kembali. Kebah