공유

Bab 11

last update 최신 업데이트: 2025-10-04 07:48:47

“Kamu beneran nggak apa-apa, Sha?”

Suara Raka terdengar lembut, tapi Shana nyaris tak mendengarnya. Mereka baru saja menyelesaikan kelas pagi. Shana dan Raka memilih bangku panjang di bawah rindangnya pohon trembesi dekat taman kampus. Udara yang seharusnya sejuk dari daun-daun tebal itu masih terasa gerah, menyisakan hawa panas yang ditinggalkan keributan di kantin tadi. Latar belakang mereka adalah suara riuh rendah mahasiswa, tawa yang terputus, dan derap langkah kaki dari lapangan basket yang sibuk.

“Aku masih kepikiran, Rak.” Shana menoleh, pandangannya jauh lebih buram daripada fokus. Ia menggenggam tangannya sendiri erat-erat di pangkuan, seolah mencoba menahan getaran yang tak tampak. “Mukanya tadi berdarah-darah. Aku… aku nggak nyangka ada orang yang tega begitu di tempat yang katanya terpelajar kayak gini.”

Raka mengangguk pelan, menyadari kegelisahan Shana yang nyata. Ia mencondongkan tubuh sedikit, memosisikan dirinya sebagai tumpuan yang stabil. “Aku tahu, Sha. Kampus kit
이 책을.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요
잠긴 챕터

최신 챕터

  • Hasrat Kakak Tiri   43. Bangun Bersama

    Di hari yang berbeda, Arka menyadari bahwa cinta bukanlah syarat mutlak baginya untuk menyukai seseorang. Cukup rasa ingin memiliki yang kuat. Kini, ia duduk di balkon rumahnya, memutar kembali ingatan saat ia berada di sudut belakang kelas siang itu; menggenggam ponsel dengan ekspresi yang terlalu tenang untuk sebuah rencana gelap yang sedang ia susun.Shana tertawa di depan.Bukan ke arahnya.Bukan ke siapa pun yang ia harapkan.Tawanya ringan, sopan, seperti biasa.Dan itu justru yang membuat Arka muak.“Lo sadar nggak sih,” gumamnya pelan, “kalau lo terlalu polos buat dunia yang salah?”Ia tahu.Sejak lama.Tentang Kakak tirinya.Tentang tatapan Shana yang selalu berubah ketika nama itu disebut.Tentang cara Shana menolak laki-laki lain—halus, sopan, tapi mutlak.Dan tentang Arion.Playboy kampus yang bahkan tidak perlu berusaha untuk membuat orang jatuh… lalu pergi.Arka tersenyum kecil.Bukan senyum senang.Senyum orang yang baru menemukan celah.“Kalau lo nggak bisa berhenti su

  • Hasrat Kakak Tiri   42. SLow Down

    “Tenang… tenang,” katanya santai, seolah suasana barusan tidak setegang kabel listrik. “Kami cuma nganter durian.”Arion berkedip. “Durian…?”“Iya.” Ayahnya mengangkat sedikit plastik itu. “Tadi di jalan lihat orang jual durian Medan. Masih siang, tapi udah dibuka. Kata abang-abangnya manis.”Ibunya Shana tersenyum kecil. “Bapakmu ini, kalau ingat Shana sama kamu, bisa tiba-tiba belok.”Shana yang berdiri di ambang pintu kamarnya mengerjap.Durian?Semua ketegangan yang barusan menggumpal seperti benang kusut… mendadak ditarik sedikit longgar.“Masuk dulu, Om,” kata Shana sopan, melangkah ke depan. “Panas.”Ayah Arion tertawa pendek. “Nah, itu. Aku juga mikir gitu. Tadi baru dari sini beberapa jam lalu, tapi kok kepikiran lagi. Perut bapak nggak bisa bohong.”Arion menghela napas pelan.Bukan lega.Lebih ke… tertunda.Mereka masuk. Plastik durian diletakkan di meja makan. Bau khasnya langsung menyebar, memenuhi ruangan, menabrak sisa-sisa ketegangan yang belum sepenuhnya hilang.Naya

  • Hasrat Kakak Tiri   41. Garis Tembak

    Suara lift berdenting pelan. Terlalu pelan untuk menandingi degup jantung Arion yang baru saja diserang Rika barusan. Ia tetap berdiri di ruang tamu, bahu naik-turun, tatapan kosong ke lantai, seperti seseorang yang baru saja diseret keluar dari mimpi buruk masa lalu… lalu dilempar ke mimpi buruk yang baru.Ia belum sempat memproses ucapan Rika—belum sempat memproses tatapan Shana tadi—ketika getaran ponselnya mengiris keheningan.Satu pesan.Pendek.Tapi mematikan.“Aku di bawah. Aku naik sekarang. Ada yang tertinggal.” — NayaArion langsung menegakkan tubuhnya.“Tidak. Tidak sekarang. Sial…”Ia menutup wajah dengan kedua tangan.“Kenapa semua orang harus muncul di hari yang sama?!”Pintu kamar Shana terbuka sedikit—hanya celah tipis.“Ka?”Arion kaget setengah mati. “Shana, jangan keluar dulu.”Shana melihat wajah Arion—masih kacau, masih tegang—dan meski gengsinya tinggi, instingnya tetap bekerja.“Kak… ada apa lagi?”“Pokoknya jangan keluar. Tolong.”Nada Arion rendah, hampir memo

  • Hasrat Kakak Tiri   40. Gengsi

    Cahaya siang menabrak dinding putih apartemen Arion ketika suara ketukan keras memenuhi ruangan.Arion membeku di tempat.Shana keluar sedikit dari ambang pintu kamarnya—tidak penuh, setengah badan saja, seolah ia masih mencari alasan logis buat nongol… padahal jantungnya sudah lari duluan. Yang membuatnya berhenti adalah wajah Arion. Terlihat pucat, tegang, dan seperti kehilangan sepersekian detik waktu.Ia belum pernah melihat Arion sekaget dan sepucat itu.Bahkan saat ayahnya datang tadi siang pun tidak se dramatis ini.Arion berdiri mematung, seperti seseorang yang baru saja mendengar nama yang seharusnya mati di masa lalu.Ketukan kedua terdengar.Dan satu suara menyusul, datar tapi menusuk:“Kamu pikir aku nggak akan tahu soal ini, Arion?”Arion menutup mata sekejap.“Rika…” bisiknya. “Sial.”Shana mengerutkan dahi.Rika? Siapa?Pintu terbuka, dan Rika melangkah masuk. Tanpa menunggu izin. Cara ia berdiri saja sudah menjelaskan jikaia pernah menjadi bagian dari hidup Arion.Bag

  • Hasrat Kakak Tiri   Bab 39. Wanita Selalu Tidak Salah

    Ada orang yang saat marah, suaranya meledak. Teriakan tajam, mengiris udara. Ada yang butuh gestur kasar: membanting benda, menutup pintu dengan bunyi debuman yang membuat dinding bergetar.Shana... justru sebaliknya. Dan itulah yang membuat Arion semakin gila.Sejak pintu kamar itu terkunci tanpa suara, apartemen terasa menyusut, mengecil hingga mencekik. Bahkan dengungan AC yang biasa menenangkan kini terdengar seperti bisikan dingin yang menuduh. Arion mondar-mandir, setiap langkahnya terasa berat dan sia-sia. Matanya terpaku pada pintu kayu itu, seolah ia sedang menatap pintu kandang yang ia buka sendiri, membiarkan makhluk buas—atau lebih tepatnya, makhluk yang tersakiti—bersembunyi di dalamnya.“Kendalinya di dia sekarang, ya…” gumamnya, memijat tengkuknya yang menegang. Ototnya terasa kaku. “Sampai kapan pun dia mau. Sampai aku luluh, atau dia pergi.”Mendengar suara dari balik pintu? Mustahil.Diam.Bukan diam karena ketiadaan. Ini adalah keheningan yang penuh, diisi oleh amar

  • Hasrat Kakak Tiri   38. Introgasi Ayah Arion

    Ada momen-momen tertentu di hidup seseorang ketika suara ketukan pintu terdengar lebih keras daripada teriakan. Bukan karena volumenya, tapi karena apa yang mungkin menunggu di baliknya. Dan kali ini, bukan hanya Arion yang takut membukanya. Shana ikut menahan napas, seolah paru-parunya berbagi udara dengan Arion.Mereka bertukar pandang. Di mata Arion, ada peringatan dan permohonan. Di mata Shana, ada ketakutan yang dihiasi lapisan baja ketenangan.“Stay di sini,” bisik Arion, suaranya serak.Shana mengangguk. Kepala ikut, tapi hati menolak. Ia tahu, apa pun yang terjadi setelah ini akan mengusik sesuatu yang baru saja ia tata dalam hidupnya.Arion berjalan. Setiap langkahnya berat, seakan ia sedang menuju meja operasi—meja vonis.Ia membuka pintu, perlahan.Ayah Arion berdiri di sana. Wajahnya tegas, rahangnya terkunci, tapi matanya memancarkan keteduhan khas seorang ayah yang sedang marah—bukan karena benci, tapi karena kekhawatiran yang gagal ia kendalikan.“Masuk, Yah,” kata Ario

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status