Share

48. Kekuasaan dan Ego

Penulis: Merspenstory
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-06 08:05:18
Lea hampir terlonjak saat Noah menggebrak pintu kamar dengan kasar. Matanya bergetar penuh ketakutan sementara kakinya bergerak mundur perlahan. Noah mendatanginya dengan langkah berat, ekspresinya seperti pembunuh yang siap mengeksekusi korbannya.

Lea merasa panik, namun pikirannya berputar cepat mencari cara untuk menghadapi situasi yang menegangkan itu. “Aku … aku …,” ucapnya tak jelas.

Kakinya terus bergerak mundur hingga tak sengaja menabrak sofa dan membuatnya jatuh terduduk di sana. Saat hendak berdiri, Noah dengan cepat berlari ke arahnya dan membuat Lea tak bisa kabur.

Dengan wajah yang tampak begitu marah, Noah berdiri tepat di hadapan Lea. Salah satu tangannya terulur kasar, meraih dagu wanita itu dan menariknya ke atas.

“Ke mana saja kamu, hah?” Noah mengulangi pertanyaannya dengan nada berat.

Lea meneguk saliva dengan berat sementara matanya bergetar ketakutan. “A-ku tadi di balkon,” sahutnya tergagap.

Kening Noah mengernyit tajam. “Di balkon?” ulangnya dengan nada tak per
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terkait

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   49. Sekutu dalam Dosa

    Di luar, Noah melangkah cepat dengan rahang mengeras dan tatapan yang membara. Kata-kata Kayden yang menyebut dirinya sebagai pewaris sah terus terngiang di kepala pria itu. Menyulut api amarah yang sudah lama tertahan.“Cih, bajingan itu!” dengusnya tajam.Suara ibunya yang memanggilnya menggema dari belakang, namun Noah tak mengindahkan. Ia terus berjalan tanpa menoleh, kemudian masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya dengan kasar. Tanpa ragu, ia menginjak pedal gas dan membawa mobilnya melesat ke jalanan dengan kecepatan tinggi."Kayden ... dasar bajingan!" geramnya sambil menghantam kemudi. Sosok pria itu terus menghantui pikirannya, membuat amarahnya semakin membuncah.Setelah beberapa saat, mobilnya berhenti di sebuah gedung apartemen mewah. Noah keluar dengan langkah mantap, meski amarah masih membara di dadanya. Ia masuk ke lift, lalu menekan tombol lantai yang dituju sementara jemarinya mengepal di sisi tubuhnya.Begitu sampai, Noah segera memasukkan kode pada pintu aparteme

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-06
  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   50. Senja yang Menyesakkan

    Sementara itu di sisi lain kota, senja mulai merayap dengan perlahan. Lea duduk di dekat jendela sambil memandangi langit yang temaram. Pikirannya melayang, seakan dunia luar terasa begitu jauh dari hiruk-pikuk yang baru saja ia hadapi.Tiba-tiba, suara dering pada telepon menariknya kembali ke kenyataan. Lea segera meraih ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ia mengerjap sesaat mendapati nama ayahnya terpampang di layar.“Lea, Papa ingin kamu datang ke rumah sore ini.” Suara ayahnya yang tegas langsung menyapa telinga Lea saat panggilan baru saja tersambung.Lea hendak menjawab, namun tanpa memberi kesempatan untuk bertanya lebih lanjut, pria tua itu menutup telepon begitu saja. Lea menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya bangkit dari tempat duduk. Lea berjalan menuju lemari pakaian dan memilih pakaian sederhana namun rapi. Begitu selesai, ia bergegas turun ke lantai bawah dengan pikiran yang penuh tanda tanya.Lea memasuki mobilnya dengan hati yang sedikit gelisah. Setelah m

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   51. Kecelakaan

    Suara samar terdengar di kejauhan. Bising, tapi terputus-putus.“Bisa dengar aku?”Seseorang menyentuh lengannya, tapi rasanya begitu jauh. Hawa dingin merayap di kulitnya, sementara suara sirene menggema di telinganya.Kelopak mata Lea bergerak perlahan sebelum terbuka sepenuhnya. Cahaya putih menyilaukan pandangannya dan membuatnya mengerjap beberapa kali. Butuh beberapa detik bagi Lea untuk menyadari bahwa ia sedang terbaring di dalam ambulans.“Dia sadar,” suara seorang paramedis terdengar lega. “Nona, apakah Anda bisa mendengar saya?”Lea mencoba berbicara, tetapi tenggorokannya terasa kering. Ia pun hanya bisa mengangguk pelan.“Napas Anda cepat, tapi tenang saja, Anda selamat.” Pria itu memeriksa tekanan darahnya sebelum menambahkan, “Anda mengalami luka ringan di dahi dan sedikit syok, tapi tidak ada cedera serius.”Lea berkedip, mencoba mengingat apa yang terjadi. Mobil, benturan. Lalu, kegelapan.“Mobilku ….” Suaranya serak, hampir tidak terdengar.“Sudah ditangani,” jawab p

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   52. Terima Kasih Sudah Datang

    Lea sontak menoleh, merasa terkejut dengan pengakuan itu. Hatinya mencelos, tapi juga terasa hangat di saat yang sama.“Mengapa demikian? Apa kamu mengkhawatirkanku?” tanyanya, mencoba mencari kepastian.Kayden terdiam sejenak, lalu menarik kursi dan memosisikan diri di sana. Ekspresinya sulit ditebak. “Jangan terlalu percaya diri, Lea Rose,” jawabnya dengan nada ringan, seolah berusaha mengalihkan pembicaraan. “Aku hanya tidak ingin datang sia-sia jika ternyata kamu baik-baik saja.”Lea mengerjap beberapa kali, sama sekali tidak menduga dengan jawaban tersebut. Apa itu artinya dia memang khawatir? Atau hanya kesal karena sudah datang?“A-apa maksudmu?” tanya Lea ingin tahu lebih jelas.Namun bukannya menjelaskan, Kayden malah mengalihkan pandangan ke arah lain.Lea menggigit bagian dalam bibirnya, tak dapat dipungkiri ia merasa semakin bingung. “Maaf … aku hanya tidak tahu harus menghubungi siapa lagi,” akunya lirih.Satu-satunya nomor yang ia hafal selain nomor ayahnya hanyalah nomo

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   53. Sikap Formal

    Mobil Kayden memasuki halaman kediaman Easton dan berhenti di depan pintu utama. Kayden turun lebih dulu, kemudian disusul oleh Lea yang keluar sambil mengawasi keadaan sekitar. Setelah Jonas memarkir mobil di garasi, pria itu segera berpamitan.Lea melangkah masuk ke dalam rumah sambil merasakan nyeri di kepala dan tubuhnya. Ketika ia berdiri di depan tangga, suara Kaelyn menggema di belakangnya.“Kenapa kamu turun dari mobil Kayden? Dari mana saja kamu?” tanya ibu mertuanya itu. Dia bahkan tidak bertanya hal buruk apa yang menimpa Lea setelah melihat perban di dahi menantunya itu.Lea menatap wanita itu dengan wajah pucat. Ia hendak menjawab, tetapi sebelum sempat berbicara, Kaelyn sudah mengalihkan perhatiannya ke sosok pria yang baru saja berjalan melewati mereka.“Kayden. Mengapa kalian datang bersama?” tanyanya, tetapi kali ini nada suaranya berubah lebih lembut.Kayden berhenti di anak tangga pertama, tapi ia tidak langsung menoleh. Alih-alih menjawab dengan nada sopan, ia justr

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-07
  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   54. Menggoyahkan Batas

    Lea mengerjap sesaat, tidak menyangka Kayden akan menyinggung hal itu. Namun, sebisa mungkin ia tetap mempertahankan ekspresinya agar tetap tenang.“Maaf, Sir. Saya hanya menyesuaikan diri dengan lingkungan kerja,” jawabnya sopan.Kayden menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Tatapannya tajam mengamati setiap reaksi Lea.“Begitukah?” balasnya singkat.Hening. Lea hanya merespons dengan sebuah anggukan kecil.“Mengapa datang bekerja? Apa kamu ingin menyiksa diri?” tanya Kayden lagi.Lea segera mendongak, menatap Kayden dengan heran sebelum akhirnya tersenyum santai. “Seharusnya pertanyaan itu Anda tujukan pada diri sendiri, Sir.”Kayden mendecih pelan, kemudian tertawa geli. Namun, tawa itu hanya bertahan sebentar sebelum ia berdiri dan melangkah mendekat.Lea refleks melangkah mundur, tetapi Kayden terus maju hingga jarak di antara mereka semakin menyempit.Kayden menyeringai samar, lalu menunduk sedikit hingga mulutnya berada di dekat telinga Lea. Dan dengan satu gerakan cepat, i

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   55. Pria Penuh Kendali

    Karena Lea tidak segera datang ke ruangannya setelah menerima email, Kayden kembali memanggilnya melalui interkom.“Lea Rose, datang ke ruanganku sekarang.”Lea langsung menutup mata sesaat begitu panggilan itu berakhir. Dengan napas yang tertahan, ia segera beranjak dan mengabaikan tatapan Annika yang sejak tadi mengawasi setiap gerak-geriknya.Dengan langkah gontai, Lea masuk ke ruangan Kayden dan menutup pintu dengan rapat. Dalam hati ia merasa kesal luar biasa. Namun sebelum mendatangi pria itu di mejanya, Lea menata kembali ekspresinya agar terlihat professional.“Ada apa, Sir?” tanya Lea dengan nada sopan.“Kosongkan jadwalku pagi ini hingga siang,” jawab Kayden datar.Kening Lea seketika mengernyit. “Kosongkan? Ada apa, Sir? Apakah Anda ... merasa tidak sehat?” tanyanya ragu. Matanya fokus mengamati Kayden, memastikan kondisi pria itu dengan cemas.Kayden menggelengkan kepala dengan ekspresi tetap datar. “Tidak. Aku baik-baik saja,” sahutnya singkat.Lea merasa sedikit lega men

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08
  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   56. Seperti Pasangan Gelap

    Lea terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata Kayden barusan.“Aku? Menghadiri pesta itu bersamamu?” ulangnya dengan ragu. “Kenapa?”Kayden menatapnya tanpa ekspresi, lalu memasukkan tangan kirinya ke dalam saku celana. “Karena aku menginginkannya,” jawabnya singkat.Jawaban itu membuat Lea mendesah pelan. Sejak awal bekerja dengan pria ini, ia sudah terbiasa dengan perintah sepihak tanpa penjelasan lebih lanjut. Namun, kali ini ia merasa ada yang berbeda.“Tapi bukankah biasanya aku tidak pernah ikut dalam acara semacam itu?” Lea masih mencoba mencari alasan.“Jangan terlalu banyak protes, Lea Rose.” Kayden melangkah lebih dalam ke butik, lalu memberi isyarat kepada salah satu pegawai untuk segera membawa koleksi gaun terbaik yang mereka miliki.Lea menghela napas, menyadari bahwa berdebat dengan pria ini hanya akan berakhir dengan kebuntuan. “Baiklah, kalau itu perintahmu,” ujarnya pasrah.Salah satu pegawai butik segera datang dengan beberapa pilihan gaun berkelas. Lea hanya melir

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-08

Bab terbaru

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   200. Happy Ending

    Langit Santorini memancarkan semburat oranye keemasan saat senja menuruni cakrawala. Laut biru membentang luas di hadapan mereka, sementara angin laut yang hangat menyapu perlahan kulit mereka.Di balkon vila pribadi yang menghadap laut, Lea bersandar di dada Kayden, dibalut gaun putih tipis dengan rambut tergerai lembut tertiup angin.“Aku masih tidak percaya kita sudah menikah,” bisik Lea, jemarinya menggenggam tangan Kayden yang melingkari pinggangnya dari belakang.Kayden menunduk, mencium pelipis Lea dengan pelan. “Kalau begitu, aku harus lebih sering mengingatkanmu.”Lea terkekeh kecil. “Dengan apa? Ciuman? Pelukan? Atau ... sesuatu yang lain?”Kayden tertawa pelan di telinganya. “Semua itu. Dan lebih.”Ia membalik tubuh Lea perlahan agar menghadap padanya. Mata mereka bertemu, dan sesaat dunia terasa hening. Jemari Kayden mengusap lembut rahang Lea, kemudian menyelip ke belakang lehernya.“Kamu tahu,” ucap Kayden pelan, “sejak pertama kali melihatmu, aku tahu kamu akan menghanc

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   199. Janji Suci

    Gedung megah itu berdiri anggun di jantung Manhattan, seluruh dinding kacanya memantulkan cahaya matahari sore yang perlahan menurun.Dikelilingi taman pribadi dan air mancur yang menjulang di tengah pelataran marmer putih, lokasi itu dipilih Kayden sendiri.Tempat eksklusif yang tak pernah dibuka untuk umum, hanya untuk perayaan yang benar-benar berarti.Sore itu, ballroom dengan dinding kaca sepenuhnya berubah menjadi taman impian. Kelopak mawar putih berjatuhan dari langit-langit kaca, sementara pilar-pilar klasik dihiasi anggrek dan bunga lili yang dirangkai dengan kristal halus.Suara denting harpa mengalun lembut di latar, mengisi ruang dengan kemegahan tanpa kesan berlebihan. Hanya tamu pilihan yang hadir. Orang-orang yang benar-benar berarti dalam hidup Lea dan Kayden.Julianne tampak anggun dengan gaun berwarna champagne, berdiri di sisi kursi tamu bersama Indi dan Rhaelil. Silas mengenakan tuksedo hitam pekat, berdiri di dekat altar sebagai pendamping utama Kayden.Kaelyn Br

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   198. Mawar, Cincin, dan Takdir

    Lea menatap Kayden dengan mata membulat, tak percaya pada apa yang baru saja terjadi di hadapannya. Seluruh pikirannya membeku sejenak, digantikan oleh satu gelombang emosi yang tak tertahan—kaget, haru, bahagia, semuanya berbaur jadi satu.Cincin berlian itu berkilau indah. Namun bukan kilau cincin yang membuat hatinya bergetar hebat, melainkan pria yang saat ini berlutut di hadapannya.“Kayden …,” bisik Lea, matanya mulai basah.Kayden tetap menatapnya penuh keyakinan. “Aku tahu semua yang kamu lewati tidak mudah, dan aku tidak bisa mengubah masa lalu. Tapi hari ini, dan setiap hari setelah ini, aku ingin menjadi orang yang berdiri di sampingmu. Menjadi rumahmu, pelindungmu, teman sekaligus kekasihmu.”Lea menutup mulutnya, berusaha menahan isak yang mulai pecah.“Aku tahu kamu kuat tanpaku, Little Rose. Tapi izinkan aku menjadi orang yang membuat hidupmu sedikit lebih ringan. Lebih hangat. Selamanya,” ucap Kayden lembut namun tegas.Tangan Lea bergetar saat menutupi dadanya, tak sa

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   197. Beneath the Roses

    Pagi itu, langit New York tampak cerah.Lea duduk santai di atas sofa, melipat kedua kakinya dan membiarkan tubuhnya bersandar nyaman ke sisi Kayden. Ia mengenakan kaus tipis dan celana santai. Dan sebotol air mineral setengah kosong tergeletak di meja kopi di depannya.Suara pembawa acara berita lokal mengisi keheningan apartemen dari layar televisi.“Breaking news. Astrid Galen resmi ditahan tanpa jaminan atas dakwaan percobaan pembunuhan terhadap Lea Rose Thompson,” suara pembawa berita terdengar tajam. “Selain itu, bukti penggelapan dana dan pencucian uang yang melibatkan yayasan keluarga Thompson kini menyeret nama suaminya, Liam Thompson, dalam penyelidikan lanjutan.”Napas Lea tercekat sesaat. Ia menatap layar televisi dengan jantung yang berdebar tak terkendali. Akhirnya... hari itu datang juga.Kayden yang duduk di sebelahnya lantas mencondongkan tubuh sedikit, kemudian mengulur tangan dan membelai lengan Lea perlahan.Di televisi, potongan video memperlihatkan Astrid mengena

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   196. Senyum Licik Namun Menawan

    Lea sedang menikmati minuman soda rasa jeruk ketika ponselnya bergetar. Ia melihat nama di layar. Mama.Dengan gerakan tenang, ia meletakkan kaleng soda di atas meja dan menyambungkan panggilan.“Halo, Ma?” sapanya.Suara ibunya terdengar tenang di seberang, menyatu dengan dengung samar mesin mobil. Julianne sedang dalam perjalanan kembali ke hotel.“Sebastian Langley sudah mulai goyah,” katanya tanpa basa-basi. “Dia berpura-pura ragu, tapi nada suaranya, pilihan katanya, semua menunjukkan hal yang sama. Dia tertarik. Kalau semuanya sesuai rencana, Astrid hanya tinggal menunggu waktu sebelum ia tak punya tempat lagi untuk berdiri.”Lea menyandarkan punggung ke kursi, tatapannya fokus ke luar jendela.“Bagus,” gumamnya. “Aku sudah cukup lama menunggu momen ini.”Julianne terdengar menarik napas di seberang sebelum melanjutkan dengan nada lebih hangat. “Anggap saja ini bagian kecil dari penebusan atas kesalahan masa laluku, Lea. Karena dulu aku meninggalkanmu di rumah itu. Hidup bersama

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   195. Sebuah Tawaran

    Setelah keluar dari ruang interogasi, Sebastian menerima pesan singkat.[Kita perlu bicara. Ini tentang Astrid. Hotel Aurelle, suite 907. – J.R.]Sebastian menatap layar ponselnya lama. Rahangnya mengeras.Inisial itu saja sudah cukup menjelaskan segalanya.“Akhirnya aku berurusan dengan orang sepertinya,” gumamnya pelan.Ia menyelipkan ponsel kembali ke saku jas, lalu melangkah pergi. Ia tahu, pertemuan itu akan mempersulit kasus yang seharusnya bisa selesai dengan mudah.Beberapa jam kemudian, Sebastian Langley datang tepat waktu.Julianne sudah duduk di sana, segelas bourbon setengah penuh di tangannya. Ia tak bangkit. Hanya menatap Sebastian dengan tatapan yang membuat siapa pun merasa sedang duduk di depan hakim, bukan seorang pengacara.Sebastian berdiri di tengah ruangan. Ia tampak tegang, tapi tak benar-benar menunjukkannya.“Aku tahu kamu akan datang,” kata Julianne tanpa basa-basi.Sebastian duduk, lalu membuka jasnya sedikit. “Dan aku tahu kamu takkan tinggal diam. Jadi, ki

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   194. Ditangkap

    Pagi itu, Astrid baru saja keluar dari rumahnya dengan langkah tenang dan senyum percaya diri. Angin musim semi menerpa rambutnya yang terurai sempurna. Namun senyumnya langsung memudar saat melihat dua mobil polisi berhenti di halaman depan.Detik berikutnya, dua petugas keluar, langkah mereka cepat dan tegas.“Astrid Galen?” tanya salah satu petugas dengan suara dingin dan berwibawa.Astrid mengerutkan kening. Ia berhenti, menatap mereka dengan sorot tak suka. “Ya?” jawabnya, alisnya terangkat dan nada suaranya penuh keangkuhan.“Kami memiliki surat perintah penangkapan untuk Anda.” Petugas itu menunjukkan dokumen dengan segel resmi.Astrid membaca cepat. Matanya membelalak ketika membaca tuduhan yang tertera—penyalahgunaan kekuasaan, pemalsuan dokumen, dan pembunuhan berencana.“Apa ini lelucon? Siapa yang menyuruh kalian?!” suara Astrid meninggi, nadanya berubah tajam. “Kalian sadar siapa aku?! Aku bisa membuat kalian kehilangan pekerjaan hanya dengan satu panggilan!”Petugas teta

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   193. Kecemburuan Kayden pada Silas dan Rhael

    Setelah makan malam selesai...Di luar ruang makan privat, Kayden menyentuh ringan lengan Lea untuk menahannya tetap di tempat. Yang lain sudah lebih dulu keluar.“Aku perlu tahu sesuatu,” ucapnya pelan.Lea menoleh. “Ada apa?”“Silas.” Kayden menatap Lea tajam. “Sejak kapan kalian sedekat itu?”Lea mengernyit, sedikit bingung. “Aku tinggal di kediaman Ravenwood selama setahun. Dia orang yang sopan.”“Dia terlalu tahu banyak tentangmu,” tukas Kayden. “Dan cara dia memandangmu barusan, itu bukan sekadar sopan.”Lea menghela napas. “Kami tinggal serumah cukup lama. Wajar kalau dia tahu beberapa hal.”“Dan Rhael?” tanya Kayden tanpa memberi jeda. “Sejak kapan dia juga jadi bagian dari lingkaran dekatmu?”Nada bicara Kayden terdengar tenang, tapi ada tekanan yang jelas terasa di wajahnya.Lea menatapnya tajam. “Mereka bukan ancaman. Tidak ada yang berubah, Kayden.”Kayden tidak menjawab langsung. Ia hanya menatap wajah Lea, seolah mencari tanda-tanda bahwa wanita itu berbohong. Tangannya

  • Hasrat Liar Sang Kakak Ipar   192. Undangan Makan Malam

    Ruang Makan Privat – Sebuah Restoran Mewah di Midtown ManhattanPintu kaca geser terbuka perlahan. Lea melangkah masuk lebih dulu, diikuti oleh Kayden yang berjalan di belakangnya dengan langkah tenang. Ruangan itu bernuansa hangat dengan meja makan bundar yang ditata rapi dengan linen putih.Julianne menyambut mereka dengan senyum hangat, sementara Rhael hanya melirik sekilas tanpa menunjukkan ekspresi berarti.“Ma,” sapa Lea sembari menghampiri dan memeluk Julianne dengan lembut.Julianne membalas pelukan itu. “Kamu tampak lebih segar dari terakhir kali kita bertemu.”Lea tersenyum singkat, lalu menoleh ke arah Rhael. “Kamu juga datang.”“Aku tidak datang untukmu,” sahut Rhael pelan, lalu bersandar santai ke kursi. “Aku hanya penasaran ingin melihat siapa pria yang membuatmu tak bisa berpaling ke lain hati.”Lea menahan napas sejenak sebelum menoleh ke arah Kayden. “Ma, Rhael … ini Kayden.”Kayden mengangguk sopan dan melangkah maju. “Senang akhirnya bisa bertemu denganmu secara lan

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status