Untuk menyelamatkan keluarganya dari kebangkrutan, Lea Rose terpaksa menggantikan kakak tirinya menikah dengan Noah Easton. Namun, malam pertama ia memasuki kediaman Easton, Lea tak sengaja tidur di atas ranjang Kayden Easton, kakak ipar yang dingin namun memesona. Terjebak dalam hubungan terlarang, Lea harus menghadapi konsekuensi yang mengerikan. Lea dipastikan tak bisa kabur dari sisi Kayden! “Kau sudah masuk ke dalam sarangku, jangan harap kau bisa lepas begitu saja dariku.”
Voir plusDi sebuah kamar ganti di ballroom hotel berbintang, Lea Rose berdiri mematung tepat di depan cermin sambil memandangi pantulan dirinya sendiri. Hari ini adalah hari pernikahannya—lebih tepatnya pernikahan yang tidak dia inginkan. Demi menyelamatkan keluarganya dari ambang kebangkrutan, ayahnya tega menjadikan dirinya sebagai sandera untuk keluarga Easton.
“Berhentilah berdrama, Lea! Jika kamu ingin menyelamatkan keluarga Thompson dari neraka kehancuran, maka terima saja pernikahan ini dengan lapang dada!”
Suara ibu tirinya yang sedari tadi mengawasinya di belakang, seolah peluru yang menembus jantung Lea. Membuat air matanya tak sengaja menetes dari ujung mata dan mengalir di pipi. Bagaimana bisa ia merasa lapang dada?
“Tapi, Bu—”
“Kita sudah menyepakati hal ini, Lea. Dan kamu sudah setuju untuk menggantikan kakakmu menikah dengan putra kedua keluarga Easton! Sekarang hapus air matamu yang tidak berguna dan keluarlah!” ucap wanita itu sebelum akhirnya menghilang di balik pintu.
Lea segera menyapu air matanya dan bersiap untuk keluar seperti yang diperintahkan oleh ibu tirinya. Namun saat ia hendak membuka langkah, Noah Easton—pria yang akan menjadi pengantin laki-laki hari ini—datang menghampirinya. Tatapan pria itu jelas menunjukkan kemarahan yang tak terbendung, ia mendatangi Lea dengan sorot mengintimidasi.
“Seharusnya kamu tolak saja pernikahan sialan ini. Mengapa malah menerimanya, huh?!” bentak Noah penuh kemarahan.
Lea sedikit tersentak dan refleks menutup mata saat melihat Noah melayangkan tangannya. Namun sebuah gerakan lembut di puncak kepalanya membuat Lea membuka mata dengan perlahan. Lea pikir Noah akan memukulnya, tetapi pria itu malah mengusap kepalanya.
“Masih belum terlambat untuk membatalkan pernikahan ini, Lea. Keluarlah sekarang dan katakan pada orang tuamu kamu tidak bisa melanjutkan pernikahan ini. Atau … kamu bisa kabur saja seperti yang dilakukan pemeran utama wanita di novel.”
Lea meneguk saliva dengan berat. Di saat bibirnya hendak terbuka untuk menjawab, kedatangan seseorang membuatnya tertahan.
“Bagaimana hasilnya?” Kaelyn Brown—ibu Noah—masuk dengan tergesa-gesa. Suaranya tampak cemas saat melontarkan pertanyaan tersebut.
Noah segera berbalik, kemudian tersenyum menghampiri ibunya. “Aku sudah menyuruhnya untuk membatalkan pernikahan. Tenanglah, Bu. Pernikahan sialan ini tidak akan terjadi hari ini.”
Kaelyn menatap putranya dengan ragu, kemudian menghampiri Lea yang berdiri mematung. “Aku harap kamu mengerti situasi kita. Ketahui posisi keluarga Thompson, terlebih lagi posisimu sendiri. Aku tidak ingin putraku menjadi tumbal atas perjanjian bodoh para tetua di masa lalu. Tidak ada yang mengharapkanmu di keluarga Easton,” bisiknya dengan suara tajam dan tegas, lalu melangkah keluar bersama putranya.
Kedua mata Lea terasa memanas, namun sekuat tenaga ia menahan agar air mata tidak jatuh dari tempatnya. Kata-kata Kaelyn sama sekali tidak salah. Tidak ada yang menginginkan Lea, baik di keluarga Easton ataupun di keluarga Thompson.
Cukup lama Lea berdiri mematung, hingga seorang petugas WO datang dan memberi tahu Lea untuk segera keluar. Dengan sedikit gemetar, Lea berjalan menuju altar dengan perasaan campur aduk—antara rasa ragu dan cemas.
“Mengapa kemari?! Bukankah aku sudah mengatakan padamu untuk kabur, atau memberi tahu orang tuamu, atau apa pun itu yang bisa membatalkan pernikahan sialan ini!” sambut Noah, nada suaranya berbisik namun dipenuhi amarah.
Lea tak berani menatapnya. “Maafkan aku. Tapi, aku juga tidak punya pilihan …,” katanya lemah.
Rahang Noah mengeras karena amarah. “Jangan mengatakan hal yang tidak masuk akal! Batalkan sekarang atau aku akan—” Ucapan Noah terhenti saat ia melihat sang ayah menatap tajam ke arahnya.
Noah sontak terdiam dan sikapnya berubah 180 derajat, seperti peliharaan yang tidak berkutik di hadapan tuannya. Lalu, pesta pernikahan pun langsung pada puncaknya dan berakhir sesuai agenda. Sepanjang acara Noah terus menyalahkan Lea sebab pernikahan terlaksana, pria itu bahkan langsung pergi dan meninggalkan Lea sendirian.
“Hari ini benar-benar melelahkan,” gumam Lea sambil meraih gelas berisi wine dan menenggaknya hingga habis.
Karena toleransinya terhadap alkohol sangat rendah, satu gelas wine sangat cukup membuat Lea mabuk. Ia melangkah sempoyongan menuju mobil setelah menerima informasi bahwa seorang sopir akan mengantarnya ke kediaman Easton.
“Saya akan mengantar Anda ke kediaman Easton,” jelas sopir saat Lea baru saja masuk mobil.
Lea mengangguk pelan dan mobil pun meluncur menuju kediaman Easton. Di sepanjang jalan, Lea benar-benar hampir kehilangan kesadarannya. Hingga tak terasa, mobil yang Lea tumpangi tiba-tiba sudah memasuki kediaman keluarga Easton dan berhenti tepat di depan pintu utama kediaman keluarga Easton yang mewah.
Lea turun dari mobil dan berjalan masuk dengan langkah yang masih sempoyongan. Seorang pelayan menyambut kedatangannya dan berkata akan mengantarkan Lea ke kamarnya.
“Tidak usah. Kamu hanya perlu memberi tahuku letak kamar pengantin di mana.” Lea menolak.
Awalnya pelayan itu terlihat ragu, tetapi Lea kembali meyakinkan bahwa ia baik-baik saja naik ke atas sendirian. Lalu pelayan itu pun memberi tahu Lea letak kamar pengantin.
Lea menaiki anak tangga menuju lantai dua. Setibanya di depan kamar yang ia yakini adalah kamar pengantin, Lea langsung membuka pintu kamar tersebut.
“Noah …?” gumam Lea saat melihat sesosok pria tengah berdiri di ujung ranjang sambil melucuti kancing kemejanya.
Lea berjalan mendatangi pria itu dan berhenti tepat di depannya. “Aku tahu kamu sangat kesal hari ini. Tapi, aku sungguh minta maaf karena pernikahan ini juga di luar kuasaku,” ujarnya sambil terkekeh, namun sedetik kemudian wajahnya berubah murung.
Pria itu menipiskan jarak mereka, lalu menarik dagu Lea agar menatapnya. “Lihat dengan benar siapa yang berdiri di hadapanmu sekarang,” katanya dengan suara parau.
Lea menyipitkan mata, memfokuskan tatapannya pada pria di hadapannya itu. “Kamu … Noah Easton. Suamiku,” sahutnya tampak yakin.
Pria itu menarik napas dalam, tatapannya terfokus pada Lea yang tampak kehilangan keseimbangan. Saat matanya jatuh pada bibir wanita itu, dorongan yang tak terelakkan muncul dalam dirinya—keinginan yang tak bisa ditahan.
Tanpa peringatan, pria itu mendekat dan mendaratkan ciuman hangat di bibir Lea. Ciuman itu bukan sekadar lembut—ada api yang menggeliat di antara mereka. Dengan penuh gairah, ia melumat bibir Lea, menghidupkan setiap sensasi yang terpendam.
Lea terlena dalam setiap sentuhan, setiap cecapan yang menggoda, seolah dunia di sekitar mereka menghilang. Dalam momen itu, Lea merasakan getaran yang membuat jantungnya berpacu. Ia terperangkap dalam kehangatan tubuh pria itu, pria yang ia pikir adalah suaminya.
Langit Santorini memancarkan semburat oranye keemasan saat senja menuruni cakrawala. Laut biru membentang luas di hadapan mereka, sementara angin laut yang hangat menyapu perlahan kulit mereka.Di balkon vila pribadi yang menghadap laut, Lea bersandar di dada Kayden, dibalut gaun putih tipis dengan rambut tergerai lembut tertiup angin.“Aku masih tidak percaya kita sudah menikah,” bisik Lea, jemarinya menggenggam tangan Kayden yang melingkari pinggangnya dari belakang.Kayden menunduk, mencium pelipis Lea dengan pelan. “Kalau begitu, aku harus lebih sering mengingatkanmu.”Lea terkekeh kecil. “Dengan apa? Ciuman? Pelukan? Atau ... sesuatu yang lain?”Kayden tertawa pelan di telinganya. “Semua itu. Dan lebih.”Ia membalik tubuh Lea perlahan agar menghadap padanya. Mata mereka bertemu, dan sesaat dunia terasa hening. Jemari Kayden mengusap lembut rahang Lea, kemudian menyelip ke belakang lehernya.“Kamu tahu,” ucap Kayden pelan, “sejak pertama kali melihatmu, aku tahu kamu akan menghanc
Gedung megah itu berdiri anggun di jantung Manhattan, seluruh dinding kacanya memantulkan cahaya matahari sore yang perlahan menurun.Dikelilingi taman pribadi dan air mancur yang menjulang di tengah pelataran marmer putih, lokasi itu dipilih Kayden sendiri.Tempat eksklusif yang tak pernah dibuka untuk umum, hanya untuk perayaan yang benar-benar berarti.Sore itu, ballroom dengan dinding kaca sepenuhnya berubah menjadi taman impian. Kelopak mawar putih berjatuhan dari langit-langit kaca, sementara pilar-pilar klasik dihiasi anggrek dan bunga lili yang dirangkai dengan kristal halus.Suara denting harpa mengalun lembut di latar, mengisi ruang dengan kemegahan tanpa kesan berlebihan. Hanya tamu pilihan yang hadir. Orang-orang yang benar-benar berarti dalam hidup Lea dan Kayden.Julianne tampak anggun dengan gaun berwarna champagne, berdiri di sisi kursi tamu bersama Indi dan Rhaelil. Silas mengenakan tuksedo hitam pekat, berdiri di dekat altar sebagai pendamping utama Kayden.Kaelyn Br
Lea menatap Kayden dengan mata membulat, tak percaya pada apa yang baru saja terjadi di hadapannya. Seluruh pikirannya membeku sejenak, digantikan oleh satu gelombang emosi yang tak tertahan—kaget, haru, bahagia, semuanya berbaur jadi satu.Cincin berlian itu berkilau indah. Namun bukan kilau cincin yang membuat hatinya bergetar hebat, melainkan pria yang saat ini berlutut di hadapannya.“Kayden …,” bisik Lea, matanya mulai basah.Kayden tetap menatapnya penuh keyakinan. “Aku tahu semua yang kamu lewati tidak mudah, dan aku tidak bisa mengubah masa lalu. Tapi hari ini, dan setiap hari setelah ini, aku ingin menjadi orang yang berdiri di sampingmu. Menjadi rumahmu, pelindungmu, teman sekaligus kekasihmu.”Lea menutup mulutnya, berusaha menahan isak yang mulai pecah.“Aku tahu kamu kuat tanpaku, Little Rose. Tapi izinkan aku menjadi orang yang membuat hidupmu sedikit lebih ringan. Lebih hangat. Selamanya,” ucap Kayden lembut namun tegas.Tangan Lea bergetar saat menutupi dadanya, tak sa
Pagi itu, langit New York tampak cerah.Lea duduk santai di atas sofa, melipat kedua kakinya dan membiarkan tubuhnya bersandar nyaman ke sisi Kayden. Ia mengenakan kaus tipis dan celana santai. Dan sebotol air mineral setengah kosong tergeletak di meja kopi di depannya.Suara pembawa acara berita lokal mengisi keheningan apartemen dari layar televisi.“Breaking news. Astrid Galen resmi ditahan tanpa jaminan atas dakwaan percobaan pembunuhan terhadap Lea Rose Thompson,” suara pembawa berita terdengar tajam. “Selain itu, bukti penggelapan dana dan pencucian uang yang melibatkan yayasan keluarga Thompson kini menyeret nama suaminya, Liam Thompson, dalam penyelidikan lanjutan.”Napas Lea tercekat sesaat. Ia menatap layar televisi dengan jantung yang berdebar tak terkendali. Akhirnya... hari itu datang juga.Kayden yang duduk di sebelahnya lantas mencondongkan tubuh sedikit, kemudian mengulur tangan dan membelai lengan Lea perlahan.Di televisi, potongan video memperlihatkan Astrid mengena
Lea sedang menikmati minuman soda rasa jeruk ketika ponselnya bergetar. Ia melihat nama di layar. Mama.Dengan gerakan tenang, ia meletakkan kaleng soda di atas meja dan menyambungkan panggilan.“Halo, Ma?” sapanya.Suara ibunya terdengar tenang di seberang, menyatu dengan dengung samar mesin mobil. Julianne sedang dalam perjalanan kembali ke hotel.“Sebastian Langley sudah mulai goyah,” katanya tanpa basa-basi. “Dia berpura-pura ragu, tapi nada suaranya, pilihan katanya, semua menunjukkan hal yang sama. Dia tertarik. Kalau semuanya sesuai rencana, Astrid hanya tinggal menunggu waktu sebelum ia tak punya tempat lagi untuk berdiri.”Lea menyandarkan punggung ke kursi, tatapannya fokus ke luar jendela.“Bagus,” gumamnya. “Aku sudah cukup lama menunggu momen ini.”Julianne terdengar menarik napas di seberang sebelum melanjutkan dengan nada lebih hangat. “Anggap saja ini bagian kecil dari penebusan atas kesalahan masa laluku, Lea. Karena dulu aku meninggalkanmu di rumah itu. Hidup bersama
Setelah keluar dari ruang interogasi, Sebastian menerima pesan singkat.[Kita perlu bicara. Ini tentang Astrid. Hotel Aurelle, suite 907. – J.R.]Sebastian menatap layar ponselnya lama. Rahangnya mengeras.Inisial itu saja sudah cukup menjelaskan segalanya.“Akhirnya aku berurusan dengan orang sepertinya,” gumamnya pelan.Ia menyelipkan ponsel kembali ke saku jas, lalu melangkah pergi. Ia tahu, pertemuan itu akan mempersulit kasus yang seharusnya bisa selesai dengan mudah.Beberapa jam kemudian, Sebastian Langley datang tepat waktu.Julianne sudah duduk di sana, segelas bourbon setengah penuh di tangannya. Ia tak bangkit. Hanya menatap Sebastian dengan tatapan yang membuat siapa pun merasa sedang duduk di depan hakim, bukan seorang pengacara.Sebastian berdiri di tengah ruangan. Ia tampak tegang, tapi tak benar-benar menunjukkannya.“Aku tahu kamu akan datang,” kata Julianne tanpa basa-basi.Sebastian duduk, lalu membuka jasnya sedikit. “Dan aku tahu kamu takkan tinggal diam. Jadi, ki
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Commentaires