Share

Diperlakukan bak Ratu?

Kini Faleesha masuk ke dalam salah satu deretan kamar yang tersedia di lantai atas.

Dindingnya terukir seperti relief, gadis itu berdecak kagum.

“Silahkan istirahat, Nona,” ujar maid.

“Tolong tunggu sebentar, saya akan membawakan makanan dan pakaian anda setelah ini.”

Faleesha hanya mengangguk tanpa sepatah kata pun. Dia bingung harus berbuat apa.

Nasibnya berakhir di tangan Sanders.

Entah bagaimana, pria itu selalu mampu menyetir Faleesha agar menuruti kemauannya.

“Nona. Saya membawakan Anda pakaian baru. Silakan membersihkan diri terlebih dahulu.”

Tak berselang lama, Maid itu kembali dengan membawa pakaian bersih.

Faleesha sontak mendongak.

Diamatinya wanita paruh baya itu yang terlihat seusia dengan Bu Yooshi. “Maaf, Anda akan melayani saya di sini?”

“Benar, Nona. Kalau butuh apa-apa, bisa panggil saya. Tidak perlu segan,” jelas Beatrice.

Maid itu memberikan setumpuk pakaian baru yang masih terlipat rapi.

“Baiklah, Bu,” jawab Faleesha asal.

“Tolong panggil nama saya saja.”

Wanita paruh baya itu tampak tak senang dengan jawaban yang diberikan Faleesha. “Kenapa? Bukankah Anda lebih tua dari saya?”

Selama ini, Faleesha diajarkan oleh ayahnya untuk menghormati yang lebih tua, sekalipun itu pembantu.

Kepala pelayan itu menggeleng. “Selama di sini, Anda wajib mematuhi semua perintah Tuan Sanders.”

“Jadi, lakukan saja, kalau tidak mau terkena masalah.”

Raut wajah wanita itu berubah tegas.

Faleesha bingung, tapi dia tak mau ambil pusing. “Baiklah, terserah kau saja, Beatrice.”

Maid itu mengangguk. “Sebentar lagi makanan anda akan datang. Makanlah yang banyak agar saya tidak kena marah Tuan,” jelasnya.

“Kenapa harus kamu yang kena marah?” tanya Faleesha.

“Tentu saja, karena saya yang bertanggung jawab atas kenyamanan Anda sekarang.”

Toktoktok!

Tak berselang lama, maid lain datang membawa nampan berisi penuh makanan.

“Silahkan dihabiskan, Nona. Saya permisi.”

“Tunggu, Beatrice!” cegah Faleesha, begitu maid itu akan berlalu dari hadapannya.

“Ya, Nona? Ada yang lain?”

Ragu mengatakannya, Faleesha berbisik pelan, “Apa kau bisa memberitahuku jalan keluar dari Mansion ini?”

Wajah Beatrice seketika menjadi datar. “Anda tidak boleh keluar dari sini, begitu kata Tuan Sanders.”

“Apa kau tidak punya seorang anak? Bagaimana jika anakmu ditahan orang tak dikenal?”

“Tolong, bantulah aku, Beatrice.” Faleesha memohon kembali.

“Anak saya sudah berkeluarga semua,” balas maid itu dingin, “Apa yang menimpa anda, tidak ada hubungannya dengan saya. Permisi.”

Faleesha sontak tertegun.

Apa maid di sini sama seperti Sanders yang tega sekali?

Seolah tahu pikirannya, sang maid tersenyum hambar. “Lebih baik tega dari pada kita berdua dapat masalah.”

“Anda tidak tahu siapa Tuan Sanders,” imbuhnya, “hukuman darinya tak pernah ringan.”

Faleesha pun mengernyit. “Jadi, itu yang kamu khawatirkan? Tenang saja, aku akan keluar diam-diam.”

Beatrice kembali menggeleng.

Dia heran dengan sikap Faleesha. Semua wanita akan berlomba-lomba mendapatkan perhatian Sanders.

Namun, Faleesha berbeda. Dia justru merengek minta dibantu keluar dari Mansion saat Sanders tak mengizinkannya.

Tidak sadarkah dirinya bahwa lawan saat ini adalah seorang Sanders Alexio?

Bahkan, politikus ternama saja ngeri bermain-bermain dengannya. Mereka justru sering meminta bantuan pria itu, terutama di dunia "gelap".

“Lebih baik Anda urungkan niat itu,” tegas wanita paruh baya itu, “karena Anda justru bisa kehilangan nyawa nanti."

Deg!

Separah itu?

Padahal, dia berharap pelayan ini dapat membantunya.

Faleesha hanya tidak ingin terus terkurung di dalam sini. Tapi, mengapa sulit sekali?

Hanya saja, sebelum Beatrice benar-benar pergi, wanita itu mengatakan sesuatu yang membuat bibir Faleesha melengkung sempurna. “Tuan Sanders akan melepaskan anda jika sudah bosan.”

Bosan?

Saat ini, pikiran Faleesha hanya dipenuhi cara-cara untuk melaksanakan rencana pelariannya.

Faleesha bahkan tak sadar bahwa Beatrice mengatakan untuk dirinya jangan gegabah.

Menyadari ada CCTV, Faleesha memberikan jari tengahnya menghadap ke arah CCTV. “Kalian pikir aku robot yang bisa digerakkan semaumu?"

Faleesha yakin Sanders mengawasinya. Jadi, gadis itu bangkit menuju ke kamar mandi.

Tiba-tiba muncul ide gila dalam benak Faleesha.

“Kalau aku mati, tidak ada satu pun orang yang menangisiku, ‘kan?” batinnya.

Tubuhnya merosot pelan menyelami air yang mulai naik ke permukaan.

Hingga akhirnya, Faleesha benar-benar menenggelamkan kepalanya ke dalam bathup.

Tampaknya, perlahan air masuk ke dalam rongga paru-parunya.

“Faleesha!”

Suara yang sejak lama dia ingin dengar, kini terngiang dalam benak.

Benarkah itu sang mama?

“Sayang, bangun.”

Wanita cantik yang sangat mirip dengannya itu membelai lembut wajahnya.

“Mama,” lirihnya, “bawa aku bersamamu.”

Masih setengah sadar, Faleesha bisa melihat dengan jelas, banyangan mamanya semakin menjauh.

“Jangan pergi!”

Brak!

Tiba-tiba saja pintu kamar mandi didorong dengan keras.

“Faleesha! Apa yang kamu lakukan?” Wajah Sanders memerah.

Dia segera berlari dan mengangkat tubuh Faleesha dari sana.

"Bahkan, hingga ke alam kematian pun, kau akan kukejar. Jadi, jangan coba-coba mati sekarang!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status