Share

Menyebalkan

Penulis: Ummah Rafa
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-31 12:24:37

Sayangnya, Faleesha tertidur semakin dalam.

Dia hilang kesadaran dari relita dan justru tenggelam dalam bayangan masa kecilnya yang kembali tergambar jelas. 

Kerinduannya pada sang ibu seperti belati tajam yang menusuk jantungnya. 

“Mama, di mana kamu, mereka jahat,” ujar Faleesha saat dia berumur delapan tahun. 

Masa itu, kehidupan yang pahit dan getir telah dimulai. 

Hari-hari bahagianya perlahan sirna. 

“Faleesha!” 

Kembali suara bariton Sanders menggema. Tangan kekarnya meraih tubuh mungil Faleesha yang melemah. 

Gadis itu bisa merasakan tidurnya begitu nyenyak.  Siapa yang memanggilnya?

Apa ini hanya sebuah halusinasi? 

“Kenapa kamu melakukan hal bodoh seperti ini?” 

Sanders tampak khawatir. Beberapa kali menepuk lembut wajahnya, tak ada reaksi. 

Pria itu membawanya dengan sigap dan meletakkannya di ranjang. 

Beruntung Beatrice melapor padanya, jika Faleesha mengunci pintu kamar mandi. 

Tubuhnya masih berbalut pakaian dan celana jins. 

Lekuk badannya tercetak jelas dibalik kain itu. Sanders sampai menelan saliva-nya dengan susah payah. 

Gadis ini kembali meningkatnya hasratnya. 

“Dasar, keras kepala,” sungutnya. 

“Tuan, bagaimana Non Faleesha?”

Maid itu datang dengan tergesa-gesa. 

“Ganti bajunya! Jangan biarkan dia kedinginan,” titah Sanders. 

“Ba-baik, Tuan,” jawab Beatrice. 

Maid itu mengganti seluruh pakaian Faleesha beserta dalamannya. 

Netra Sanders tak lepas dari tubuh polos tanpa busana. Sangat menggoda. 

Bahkan sesuatu mengeras di pangkal pahanya--mendesak ingin dikeluarkan. 

Sayangnya, dia harus bersabar lebih lama lagi. Dia ingin membuat Faleesha bertekuk lutut padanya. 

"Uhuk uhuk!" Faleesha mulai terbatuk. 

Beatrice tampak cemas, juga takut melihat wajah Sanders terlihat merah padam. “Anda baik-baik saja, Nona?” 

"Ya..." Faleesha mendesah lirih. Sayang sekali dia masih tersadar dan bernapas dengan baik. 

“Kau sudah sadar?”

Sanders berkacak pinggang. 

“Apa kau masih tidak paham dengan konsekuensinya? Jadi, kau ingin mati ya?” tebaknya. 

“Aku lebih baik mati dari pada hidup dengan manusia tak punya hati sepertimu,” jawab Faleesha 

“Biarkan aku pergi dari sini, aku tidak ada urusan dengan anda.” 

“Boleh, tapi kembalikan uangku,” jawab Sanders penuh penekanan. 

Faleesha tertunduk. Mana mungkin dia bisa mengembalikan uang sebanyak itu? 

Sedangkan, dirinya sudah tak punya akses lagi ke perusahaan. 

“Kenapa diam saja? Ke mana keberanianmu tadi?” ejek Sanders.

“Aku akan kembalikan uang anda, tapi beri aku waktu,” jelas Faleesha.

“Apa kau sekarang mengajakku bernegosiasi?” balas Sanders. 

“Biarkan aku pergi, dan aku akan kembalikan uangku dalam waktu dua minggu.”

“Tidak bisa!” 

“Kenapa?” tanya Faleesha kesal. 

“Karena kau adalah tawananku, aku tidak akan melepasmu,” tandasnya. 

Faleesha semakin putus asa. Dia ingin bebas. 

Hidup sendiri tanpa bayang-bayang keluarganya dan Sanders. 

“Kau sudah tahu alasannya.” 

Tanpa diduga, Faleesha beranjak turun dengan tubuh terhuyung. 

Dia bersiap menyerang Sanders. “Dasar, pria jahat!” pekiknya. 

Sambil terus memukul-mukul dada Sanders.

Sayangnya, pria itu justru menangkap kedua tangannya dengan mudah. 

“Ssst!” 

Dia mengarahkan telunjuknya ke bibir Faleesha. 

Dengan gerakan cepat, memeluk Faleesha dan membenamkan kepala gadis itu ke dadanya. 

“Lepaskan! Aku tidak sudi dipeluk olehmu,” teriak Faleesha. 

Namun, Sanders justru mengeratkan pelukannya. 

“Tuan, lepaskan saya,” pinta Faleesha. 

“Tidak akan sebelum kau tenang,” jawabnya datar. 

Sanders juga memberi kode pada Beatrice yang sejak tadi masih bergeming di tempatnya agar keluar, hingga wanita itu bergerak cepat.

Faleesha tak sadar bahwa kini tinggal dirinya dan Sanders di kamar itu. 

“Saya bersumpah, akan membunuhmu.” 

Faleesha semakin kalap. Dia benar-benar tak bisa berpikir jernih. 

Mendengar ucapannya, Sanders justru tertawa keras. “Oh ya? Bagaimana bisa kau membunuhku?” 

Pria itu merengkuhnya semakin erat. Hingga Faleesha merasa sesak. 

“Lepas, tolong, lepas!” 

“Berjanjilah, kau tidak akan bunuh diri lagi,” ketus Sanders sembari berulang kali mencium aroma wangi dari tubuh Faleesha. Terlebih, rambutnya yang hitam legam. 

Walaupun pria itu tampak dingin. Namun, dia begitu panik saat melihat Faleesha mencoba bunuh diri. 

Bukankah ini wajar dilakukan pemilik tawanan?

“Tuan, aku kehabisan napas,” lirih Faleesha, "aku berjanji tidak akan bunuh diri."

Sanders sontak tersadar jika pelukannya begitu erat. 

Dia segera melepas rengkuhannya. 

“Sial, hampir saja aku mati,” gerutu Faleesha. 

Sanders tersenyum samar. Dia menahan bibirnya dari senyum lebar. 

Faleesha tampak lucu dengan bibir mengerucut. 

“Bukannya itu yang kau inginkan?” tanya Sanders. 

“Itu tadi, sekarang sudah tidak,” sela Faleesha. 

Pria itu menahan senyum, tidak mengira secepat itu Faleesha berubah. 

“Good, jangan lakukan hal bodoh lagi,” tukasnya. 

Faleesha hanya mengangguk.

Dia menatap nanar keluar jendela, sembari tersenyum miring.

Beberapa kali mengerjapkam netranya. “Mungkin aku harus punya rencana yang matang untuk kabur dari sini,” batinnya.

“Apa yang kau pikirkan?”

Ucapan Sanders mengagetkannya. Pria itu seolah tahu, Faleesha sedang menyusun rencana. 

“Tidak ada,” jawab Faleesha acuh.

“Baiklah, aku akan masih banyak urusan. Lebih baik kau bersiap untuk kejutan selanjutnya dariku,” ujar Sanders. 

“Kejutan apa?” 

Wajah Sanders terlihat puas dengan rasa penasaran Faleesha. “Lihat saja nanti.”

“Tapi, ingat. Jangan coba-coba bunuh diri lagi, itu tidak akan membantumu.” 

Setelah mengatakannya, Sanders pun melangkah mendekatinya. Sedikit ancaman mungkin diperlukan. 

"Apa kau tidak sayang dengan ayahmu?" tanya Sanders sukses membungkam mulut Faleesha.

"Aku menyayanginya, tapi dia lebih memilih keluarga barunya," jawabnya.

Tatapan Faleesha kosong menyiratkan kepedihan yang mendalam.

"Karena itu, kau harus tumbuh lebih kuat, balas perbuatan ibu dan saudara tirimu," balas Sanders.

Dia melayangkan tangannya perlahan dan membelai pipi lembut gadis itu.

Tanpa disangka, Faleesha menghindar. Dia mundur teratur.

"Aku tahu, tapi jangan gunakan kesempatan dalam kesempitan," sindirnya.

Sanders pun merasa tersinggung. Merasa ditolak mentah-mentah. 

Mengapa Faleesha lebih memilih menghindar darinya walaupun mereka hidup satu atap?

Padahal semua wanita tergila-gila padanya? 

"Ck, kau menyebalkan, Faleesha," ucapnya, "tapi anehnya, aku suka."

Deg!

Belum hilang kegugupan Faleesha, Sanders sudah membingkai wajah Faleesha dengan kedua tangan kokohnya. 

“Wajah cantik ini selalu saja menentangku,” ucapnya. 

Lagi-lagi, Faleesha membuang muka. 

“Padahal, selama ini, tidak ada satu orang pun yang menolakku, gadis kecil.” 

Suaranya tampak berat dan mereka hanya berdua dalam kamar. 

Kini Sanders mulai membelai lembut pipi Faleesha membuat gadis itu merasa gemetar.

Tanpa aba-aba, pria itu menghimpit tubuh mungil Faleesha yang montok dan berisi.

Berbanding terbalik dengan tubuh Sanders yang kekar dan keras. Sepertinya, Sanders benar-benar ingin memberikan Faleesha hukuman.

“Tidak, jangan lagi,” elaknya. 

Dia bergidik ngeri kala teringat akan kejadian malam itu. Faleesha tak sanggup mengulanginya. 

“Tenang saja, tidak akan sakit,” balas Sanders tersenyum devil, "justru akan nikmat."

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Hasrat Membara Mr. Devil   Kabar Bahagia (End)

    Sanders menghentikan gerakannya. Dia menatap wajah Faleesha yang sedikit pucat. “Apa kau sakit? Kenapa tidak bilang?” tanya pria itu. Faleesha hanya menggeleng pelan. “Aku tidak tahu, akhir-akhir ini tubuhku lemas sekali. Aku juga mual kalau mencium baumu.” Sanders seketika mengernyit. “Maksudmu aku bau?” Dia pun mengendus-endus tubuhnya sendiri. Merasai tidak ada yang salah dengan badannya. “Entahlah, aku tidak tau. Kenapa rasanya aku mual jika dekat denganmu,” balas Faleesha. Tetiba gadis itu berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi dalam perutnya. Sanders mengikuti dan memijat tengkuk belakangnya. “Istirahatlah, aku panggilkan dokter,” titah Sanders. Faleesha hanya mengangguk lemah. Dia berjalan sembari memeluk pinggang sang suami. Walaupun mual dekat Sanders, tapi Faleesha tiba-tiba ingin sekali bermanja-manja dengannya. “Ck, katamu aku bau,” sungut Sanders merengkuh tubuh mungil istrinya. Tiba-tiba saja, Faleesha ambruk. Beruntung Sanders segera menangkapnya. “

  • Hasrat Membara Mr. Devil   Kesedihan Jinny

    Sesampainya di rumah sakit, Sanders segera memeluk Faleesha erat. Menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam. “Sialan, kau membuatku sangat khawatir,” rutuknya. Pria itu mengecup lembut bibir Faleesha sampai tidak menyadari Meera menatap mereka dengan pandangan yang sulit diartikan. “Sst, kamu bisa tidak cium aku nanti aja. Itu Mama lagi sedih,” balas Faleesha berbisik. Sanders langsung terkesiap. Dia baru sadar jika ibu mertuanya berada tak jauh dari Faleesha. “Mama,” sapanya. Meera tersenyum sendu. “Tidak apa-apa, aku pernah merasakan seperti kalian. Masa pengantin baru, yang sulit berjauhan.” Sejurus kemudian tatapannya mengarah ke ruang Fahaz dirawat. “Bagaimana kondisi papa mertuamu?” tanya Meera. “Tidak ada luka yang parah, Ma. Dokter sudah menanganinya. Tetapi karena benturan yang cukup keras, Papa belum sadar hingga sekarang,” terang Sanders. “Baiklah, kalian bisa pulang. Aku yang akan menjaga Fahaz,” sela Meera. “Kita obati dulu tangan Mama,” jawab Faleesha. Meera baru s

  • Hasrat Membara Mr. Devil   Ervina dan Angela Tertangkap

    “Aku yang seharusnya bicara seperti itu, Ervina. Kau datang kemari tidak membawa apa-apa, pergi juga harusnya tidak membawa apa pun,” tegas Meera tak takut. Dia pun lekas memanggil Wira agar membawa Yooshi ke rumah sakit terlebih dahulu. Pria berkaca mata itu datang tergopoh-gopoh dan terkejut melihat darah yang mengalir dari kepala bagian belakang. Sebenarnya, Wira sedikit mencemaskan keadaan Meera tetapi majikannya itu meyakinkannya agar dia berangkat terlebih dahulu. Meera akan menyusulnya nanti. Setelah Wira menghilang dengan membopong tubuh Yooshi. Ervina semakin menyeringai. “Tamat riwayatmu sekarang.” Ervina bergerak cepat mengeluarkan pisau dari balik saku bajunya yang sudah dia sembunyikan dan menyerang Meera. Meera terkejut melihat wanita yang pernah menjadi sahabatnya itu hendak menghunusnya. Dia langsung menahan pisau itu dengan tangannya. Meera meringis kesakitan saat benda tajam itu merobek telapak tangannya. Darah yang mengucur tidak dia hiraukan. Yang terpenti

  • Hasrat Membara Mr. Devil   Mari Kita Akhiri

    Secepat kilat mobil Sanders melaju di perjalanan. Dia tidak menghubungi Faleesha terlebih dahulu karena takut sang istri panik. Sesampainya di rumah sakit, Fahaz langsung dibawa ke UGD, beruntung lukanya tidak parah. Hanya benturan kecil yang membuatnya syok hingga pingsan. Dia juga tidak harus dioperasi. Hanya perlu penanganan intensif. Tetapi rahang Sanders sudah mengeras. Pertanda dia benar-benar marah kali ini. “Nick,” panggilnya. “Ya, Tuan,” jawab Nick. “Segera hubungi polisi, dan laporkan kejadian barusan, juga serahkan semua bukti yang memberatkan mereka yang kita dapatkan sebelumnya-” Sanders menjeda ucapannya. “Dan jangan lupa, ambil rekaman CCTV dekat daerah persimpangan kecelakaan terjadi.” “Siap, Tuan.” Pemuda itu bergegas melaksanakan perintah majikannya. Sedangkan Sanders menunggu Fahaz dengan gelisah. Kali ini Ervina dan Angela tidak bisa dibiarkan. Tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Faleesha muncul. Dia terkejut kenapa waktunya tepat sekali. Apa perasaan se

  • Hasrat Membara Mr. Devil   Gagal

    Fahaz tengah bahagia. Usahanya untuk kembali meminta maaf dan mengambil hati Meera tidak main-main. Walaupun wanita terkasihnya itu masih tidak mau sekedar berbincang, tapi Meera sudah sering mengingatkan dia untuk minum obat. Terkadang ketika ibu kandung Faleesha itu ingin pergi atau angkat kaki dari rumahnya, Fahaz selalu mencari cara agar bisa menggagalkannya. Bertahun lamanya dia telah berbuat tidak adil pada keluarga kecilnya. Ini saatnya menebus semuanya. Bahkan dia tidak ingat sedikitpun tentang Ervina. Wanita licik itu sudah berhasil mengobrak-abrik keluarganya. Fahaz tidak akan membiarkannya kali ini. “Tuan, sepertinya ada yang mengikuti kita sejak tadi,” ujar sang sopir. Fahaz menoleh ke belakang untuk memastikan. “Jalan terus saja, Pak. Abaikan saja. Mungkin kebetulan arah kita sama.” “Baik, Tuan.” “Meera, aku akan menebus kesalahanku dan tidak akan membiarkanmu hidup menderita lagi,” gumam Fahaz dengan wajah berbinar. “Tuan, mobil di belakang semakin mendekat, dan

  • Hasrat Membara Mr. Devil   Rencana Baru Ervina

    “Kamu keren sekali,” bisik Emily. Faleesha menghembuskan napas pelan. “Kamu tidak tahu saja betapa aku menyesal kenapa tidak bisa tegas sama mereka dari dulu.” “Bahkan ketika mereka mengucilkan aku dulu, Papa dengan mudahnya percaya begitu saja. Aku tak mendapat dukungan dari siapa pun, Em. Tapi sekarang, aku tidak akan tinggal diam setelah membongkar kebusukan mereka,” lanjut Faleesha. “Bagus, kamu memang harus seperti itu,” jawab Emily memberi semangat. “Makasih ya, sudah mau menemaniku dan menjagaku.” tiba-tiba gadis itu menjadi sentimentil. Karena selama ini merasa tidak pernah punya keluarga dekat. Dari dulu sang Papa melarangnya bertemu siapa pun tanpa alasan yang jelas. “Kau ini bicara apa, sudah jadi tugasku. Kau lupa Tuan akan menghabisiku kalau sampai kau kenapa-kenapa,” jawab Emily. Setelah mengatakannya, gadis tomboy itu membuat gerakan menggores lehernya dengan tangan. Membuat Faleesha semakin terkekeh. “Percayalah, suamiku sekarang tidak sekejam itu,” timpalnya.

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status