Sedangkan di tempat berbeda, ibu tiri Faleesha tengah marah besar ketika mendapat laporan dari anak buahnya.
“Apa?” pekik Ervina. “Jadi, kalian gagal membawa Faleesha?”
“Maaf, Nyonya. Sebenarnya kami sudah hampir berhasil, tapi tiba-tiba saja ada orang yang menyelamatkan Faleesha,” timpal pria berambut botak, takut.“Menyelamatkan dia? Kenapa kebetulan sekali?”
“Saya juga tidak tahu. Ini di luar dugaan kami. Kami sungguh minta maaf, Nyonya,” balas anak buah yang lain.“Dasar nggak becus. Percuma aku bayar kalian mahal-mahal.”Waja Ervina begitu kecewa. Hal ini membuat kedua suruhannya hanya bisa tertunduk lesu.
“Maaf, Nyonya. Tapi, tolong beri kami kesempatan sekali lagi untuk mencarinya,” ujar pria botak itu lagi. Ervina menautkan kedua alisnya. “Mau cari ke mana? Badan doang gede, tapi kalah sama anak ingusan!”“Tunggu, apa kalian mengenal orang yang menolong Faleesha?” selidik Ervina. “Kami tidak memgenalnya, Nyonya.” “Sial!” Lagi-lagi Ervina mendengus. Siapa orang yang telah menggagalkan rencananya? Padahal dia sudah menyusun rencana matang-matang untuk membuang Faleesha ke rumah bordil milik temannya. “Pergi kalian! Nggak guna!” maki ibu tiri Faleesha, hingga kedua orang itu berlalu dari hadapannya. “Ada apa sih, Mi? Marah-marah mulu,” sahut Angela yang baru saja datang. “Mereka gagal bawa Faleesha kembali,” jelas Ervina. Wajah Angela mengeras. “Kenapa sih gadis itu selalu beruntung?!” rutuknya.“Entahlah! Bisa-bisanya, Faleesha ditolong orang lain di saat yang tepat.” Angela menggeleng keras. Seketika dia merasa hal buruk akan menimpanya.“Ini pertanda buruk, Mi. Kita harus membuat rencana cadangan.”
“Mami pikir juga gitu.” “Yasudah, Kita tetap pada rencana awal. Bilang sama Papa kalau dia minggat.”Ervina mengangguk setuju. “Kuharap dia celaka di jalan, nggak usah balik seterusnya sekalian,” sumpahnya. Wanita paruh baya itu sudah tak sabar menguasai harta suaminya dan Faleesha adalah kendala terbesarnya.Meski suami bodohnya itu menurut padanya, tapi untuk menyingkirkan Faleesha dari daftar ahli waris, sungguh sulit.
Angela sendiri tengah tersenyum culas. Dia pun begitu haus dengan kekuasaan sama seperti ibunya.
“Semoga saja doa Mami terkabul.”
****
Faleesha kini menggeleng keras. Kenapa jadi seperti ini? Padahal, dia masih punya dua hari lagi jika belum bertemu pria ini.
“Kenapa Anda bisa ada di sini? Apa mau Anda?” ucap gadis itu kembali.
“Mauku?” sela Sanders menahan tawa, “memilikimu.”“Tapi–”“Sebaiknya, kamu menurut. Lagipula, aku punya seribu taktik untuk memancingmu kembali padaku, Faleesha.”Tangannya mengeringkan keringat di dahi Faleesha setelah berlari tadi dengan sapu tangan mahalnya.Gadis itu membuang muka. Namun, Sanders malah meraih wajah Faleesha.Seketika wajah keduanya berhadapan kembali.
“Apa salah saya?” lirih Faleesha akhirnya pasrah.Sanders seketika menahan tawa. “Salahmu? Datang ke wilayahku begitu saja,” jelasnya.Tanpa basa-basi, pria itu membelai lembut bibir mungil Faleesha yang bergetar.
“Jangan takut, Sayang.” "Emmph...."Detik berikutnya, Sanders mengecup lembut bibir ranum itu perlahan.
Tangan pria itu juga memegang tengkuknya membuat debar jantung Faleesha semakin cepat!
Saat tangan pria itu di depan dadanya, Faleesha mengernyit.
Tubuhnya sontak membeku.
Anehnya, Sanders mendadak menjauh?!
Sesekali, pria itu menatapnya penuh selidik.
Hal ini membuat Faleesha menahan napas selama perjalanan.
“Keluar!” Suara berat Sanders menyadarkan Faleesha dari lamunan.
Seketika, dia menyadari jika mereka telah sampai di kediaman Sanders.
Detak jantungnya melebihi normal. Dia bisa merasakan dadanya dihantam ketakutan yang tak wajar.
“Terima kasih telah menolong saya, tapi tolong biarkan saya pulang,” pinta Faleesha, "saya pikir kita tidak ada urusan apa pun lagi.”
“Pulang katamu?” ucap Sanders santai.
Pria itu merapatkan tubuhnya menghimpit Faleesha yang semakin menciut.
“Kamu sudah pulang, Sayang. Ini rumahmu sekarang.”
Faleesha menegang. Melihat itu, Sanders tersenyum menawan. “Nah, kalau begitu, jadilah gadis manis dan penurut,” tukas pria itu.
“Tapi-”
Deg!Bulu kuduk Faleesha seketika meremang. Apa maksudnya tidak gratis? Apakah dia benar-benar tak akan dilepaskan meski pihak berwajib datang?
“Ayo, jalan,” titah pria itu meraih lengan Faleesha, membuyarkan lamunannya.
Faleesha sampai melongo melihat mansion bak istana megah dengan lantai marmer mengkilat.
“Beatrice!” panggil Sanders.
“Ya, Tuan.” Seorang kepala pelayan datang tergopoh-gopoh ke hadapan Sanders.
Dia pun tersenyum ramah pada Faleesha. Membuat rasa takutnya sedikit berkurang.
Hanya saja, sebelum pergi, Sanders mengalihkan pandang ke arah Faleesha.
“Ingat, jangan pernah coba-coba kabur dariku.”
“I-iya.” Faleesha hanya mengangguk pasrah. Apalagi yang bisa dia perbuat, kan?
Sanders mencubit dagu runcing Faleesha yang tertegun sejenak.
Padahal, Faleesha tahu benar jika Sanders tidak sebaik itu.
Tiba-tiba saja, dia teringat dengan Eric, sang kekasih.
Hatinya merasa bersalah, telah banyak berbohong.
Tanpa disadari, Sanders memberi kode pada pelayan untuk segera membawa Faleesha.
Kini Faleesha masuk ke dalam salah satu deretan kamar yang tersedia di lantai atas. Dindingnya terukir seperti relief, gadis itu berdecak kagum. “Silahkan istirahat, Nona,” ujar maid. “Tolong tunggu sebentar, saya akan membawakan makanan dan pakaian anda setelah ini.” Faleesha hanya mengangguk tanpa sepatah kata pun. Dia bingung harus berbuat apa. Nasibnya berakhir di tangan Sanders. Entah bagaimana, pria itu selalu mampu menyetir Faleesha agar menuruti kemauannya. “Nona. Saya membawakan Anda pakaian baru. Silakan membersihkan diri terlebih dahulu.” Tak berselang lama, Maid itu kembali dengan membawa pakaian bersih. Faleesha sontak mendongak. Diamatinya wanita paruh baya itu yang terlihat seusia dengan Bu Yooshi. “Maaf, Anda akan melayani saya di sini?” “Benar, Nona. Kalau butuh apa-apa, bisa panggil saya. Tidak perlu segan,” jelas Beatrice.Maid itu memberikan setumpuk pakaian baru yang masih terlipat rapi. “Baiklah, Bu,” jawab Faleesha asal. “Tolong panggil nama say
Sayangnya, Faleesha tertidur semakin dalam. Dia hilang kesadaran dari relita dan justru tenggelam dalam bayangan masa kecilnya yang kembali tergambar jelas. Kerinduannya pada sang ibu seperti belati tajam yang menusuk jantungnya. “Mama, di mana kamu, mereka jahat,” ujar Faleesha saat dia berumur delapan tahun. Masa itu, kehidupan yang pahit dan getir telah dimulai. Hari-hari bahagianya perlahan sirna. “Faleesha!” Kembali suara bariton Sanders menggema. Tangan kekarnya meraih tubuh mungil Faleesha yang melemah. Gadis itu bisa merasakan tidurnya begitu nyenyak. Siapa yang memanggilnya?Apa ini hanya sebuah halusinasi? “Kenapa kamu melakukan hal bodoh seperti ini?” Sanders tampak khawatir. Beberapa kali menepuk lembut wajahnya, tak ada reaksi. Pria itu membawanya dengan sigap dan meletakkannya di ranjang. Beruntung Beatrice melapor padanya, jika Faleesha mengunci pintu kamar mandi. Tubuhnya masih berbalut pakaian dan celana jins. Lekuk badannya tercetak jelas dibalik kain
Ada getar tak biasa dalam hatinya. Namun, Faleesha tak boleh lengah, hanya karena perlakuan Sanders mulai melunak. Gadis itu sontak meronta. Apalagi ketika dia merasakan sesuatu yang keras menempel sempurna di dekat pahanya. “Tidak ada salahnya kita coba lagi, aku akan memberi jeda agar kau juga menikmatinya,” ucap Sanders, "kali ini, sampai selesai." Faleesha menggeleng pelan dengan tatapan memohon. “Aku mohon, Tuan. Jangan,” ujarnya. “Ini hukuman untukmu karena tidak patuh.” Tatapan Sanders menggelap. “Lagi pula, kau sudah menjadi milikku, Sayang.” Sentuhan Sanders semakin liar. Dia bahkan menyentuh titik-titik sensitif Faleesha, hingga gadis itu merasakan sensasi aneh itu lagi. Srak! Dalam sekejap, Sanders berhasil menanggalkan pakaian Faleesha. Gerakannya gesit tanpa bisa dihalau oleh gadis itu. “Jangan diteruskan, aku mohon. Aku bersedia lakukan apapun, asalkan Anda melepasku-” Ucapannya terbata dengan air mata yang mulai luruh. Faleshaa merasa tubuhnya sangat kotor.
Ya, Faleesha tak sanggup membayangkan nasibnya benar-benar berakhir di mansion megah ini.Bau parfum Sanders yang masih melekat di tubuhnya membuat Faleesha merasa risih.Tak mau berlarut, dia pun membersihkan diri dan mulai menyusun rencananya....***Tok tok tok!“Nona!”Suara maid menyambut Faleesha yang baru saja berganti handuk kimono.“Kenapa kau menggedorku seperti itu?” tanya Faleesha datar.“Tidak apa-apa. Saya hanya ingin memastikan nona baik-baik saja,” jawab sang pelayan. Tampaknya, dia sangat khawatir setelah drama Faleesha mencoba bunuh diri.“Oh.” Tidak seperti sebelumnya yang banyak tanya, Faleesha hanya melewati Beatrice dan menuju meja nakas. Dia mulai menyantap makanannya dengan tenang. Faleesha butuh tenaga untuk memikirkan cara lolos dari tempat ini, bukan?Sayangnya, Beatrice justru lega melihat tingkah Faleesha.Wanita paruh baya itu mengira jika Faleesha sudah menerima takdirnya dengan Sanders.“Non, kalau begitu saya tinggal dulu ya? Masih ada kerjaan yang
Faleesha terhenyak saat Sanders melempar tubuhnya ke atas ranjang. Sontak dia beringsut mundur menjauhi pria itu. “Kau ini berat sekali,” gerutu Sanders. Walaupun ranjang miliknya empuk, tetap saja Faleesha merasakan sakit karena anggota tubuhnya ada yang terkilir. Tiba-tiba Sanders meju mendekati Faleesha, membuat hawa mencekam melingkupi gadis itu.“An-anda mau apa?” suaranya tertahan di tenggorokan. Seringai iblis pun terbit di wajah Sanders sembari menatap lekat tubuh mungil yang tampak gemetar itu.“Hei, kenapa kau setakut ini.” Diusapnya wajah Faleesha dengan lembut. Tapi, tatapan netranya tidak bisa berbohong. Ada kemarahan yang terpendam di sana. Faleesha melihat gairah di mata Sanders, sehingga dia buru-buru merapatkan tubuhnya ke sandaran ranjang. “Kau tanya aku ingin berbuat apa?” tanya Sanders.“Rupanya kamu belum puas bermain-main denganku, Honey.” Senyuman licik kembali tersungging di bibirnya. Faleesha beringsut mundur. “Maafkan aku, aku hanya ingin meliha
“Nona, saya membawakan obat untuk anda.” Kepala pelayan masuk membawa nampan berisi obat tradisional. “Obat apa?” sela Faleesha datar. “Untuk kaki anda, ini ramuan tradisional, tapi sangat ampuh untuk meredakan sakitnya kaki anda,” jawabnya. Beatrice masih menunggu diambang pintu. Faleesha menghela napas panjang. “Masuklah.” Dia masuk dan meletakkan nampan itu ke meja nakas. “Anda harus selonjor dulu supaya saya bisa memijitnya.” Faleesha mengikuti perkataan Beatrice. Paruh baya ini tampak cakap dan berpengalaman dalam segala hal. “Apa Sanders mengatakan padamu jika aku terjatuh?” tanya Faleesha.Beatrice menggeleng. “Tuan hanya bilang, kaki anda terkilir, saya harus lekas mengobati,” jawabnya. “Nona, apa pun yang sedang coba anda lakukan, lebih baik anda pikir ulang-”“Maaf bukannya lancang, tapi pikirkan keselamatan anda. Satu atau dua kali, mungkin Tuan masih bisa menahan amarahnya, tapi-”“Tapi apa?” tanya Faleesha. “Tapi kalau sudah berulang kali, Saya takut Tuan akan
“Tuan Sanders memintaku untuk mengikutimu hingga ke dalam rumah sekalipun,” ujar Emily. Dia seumuran dengan Faleesha. Namun, caranya bersikap sudah seperti orang dewasa. Sesuai dengan arahan Sanders. Pria itu memberi dua pengawal yang menemani Faleesha. “Kalau kamu ikut, bagaimana cara menjelaskannya pada Papa?” protesnya. “Papaku orangnya curigaan, kalau dia semakin marah gimana?” Faleesha tak mau privasinya diketahui orang lain. “Terserah kau. Yang penting aku ikut, aku malas berduaan dengan dia di sini,” jawab Emily sekenanya. “Dia?” ulang Faleesha. Emily mengarahkan dagunya ke arah Nick yang terlihat santai-santai saja. “Oh, kamu tidak mau berduaan saja dengan Nick di dalam mobil?” lanjut Faleesha. Sedangkan Nick tetap memasang tampang cool. Pria berusia 26 tahun yang ditugaskan untuk mengawasi Faleesha sekaligus menjadi pengintainya. Rata-rata pria yang bekerja pada Sanders adalah pria yang terlatih bela diri. “Ck, aku juga malas semobil dengan wanita tomboi seperti
Ervina terkejut dengan kemunculan Fahaz. Tidak menyangka suaminya itu masih terjaga.“Sayang.” Ibu tiri Faleesha terlihat gelagapan. “Papa, Faleesha di sini.”Gadis itu mendekat dengan tubuh gemetar. Tangisnya tak terbendung. Ingin menumpahkan segala keluh kesah. Faleesha segera menghambur ke pelukan sang ayah. Menghirup dalam-dalam aroma tubuh yang begitu dia rindukan. Sang ayah memeluk putrinya dengan hangat. Sedangkan ibu dan saudara tirinya mulai cemas. “Kemana saja kamu, Sayang? Kenapa pergi tidak bilang? Papa cemas sekali,” ucap sang ayah terbata. Angela berbisik di kejauhan. “Ck, percuma aja, Mi. Kita ngompori Papa sampai mulut berbusa, dia tetap saja sayang sama Faleesha.” “Memang si Faleesha itu pembawa sial. Jangan biarkan mereka semakin dekat.” Ervina mendengus kesal. Sedangkan Faleesha bingung menjawabnya, dia harus menjaga perasaan Papanya agar tidak drop lagi. “Maafin Faleesha, Pa. Aku nggak pernah pergi jauh dari Papa, ada kerjaan yang harus aku selesaikan