Share

Kandang Harimau

Author: Ummah Rafa
last update Huling Na-update: 2024-03-31 12:10:27

Sedangkan di tempat berbeda, ibu tiri Faleesha tengah marah besar ketika mendapat laporan dari anak buahnya. 

“Apa?” pekik Ervina. “Jadi, kalian gagal membawa Faleesha?” 

“Maaf, Nyonya. Sebenarnya kami sudah hampir berhasil, tapi tiba-tiba saja ada orang yang menyelamatkan Faleesha,” timpal pria berambut botak, takut. 

“Menyelamatkan dia? Kenapa kebetulan sekali?” 

“Saya juga tidak tahu. Ini di luar dugaan kami. Kami sungguh minta maaf, Nyonya,” balas anak buah yang lain.

“Dasar nggak becus. Percuma aku bayar kalian mahal-mahal.”

Waja Ervina begitu kecewa. Hal ini membuat kedua suruhannya hanya bisa tertunduk lesu. 

“Maaf, Nyonya. Tapi, tolong beri kami kesempatan sekali lagi untuk mencarinya,” ujar pria botak itu lagi. 

Ervina menautkan kedua alisnya. “Mau cari ke mana? Badan doang gede, tapi kalah sama anak ingusan!”

“Tunggu, apa kalian mengenal orang yang menolong Faleesha?” selidik Ervina. 

“Kami tidak memgenalnya, Nyonya.” 

“Sial!” 

Lagi-lagi Ervina mendengus. Siapa orang yang telah menggagalkan rencananya? 

Padahal dia sudah menyusun rencana matang-matang untuk membuang Faleesha ke rumah bordil milik temannya. 

“Pergi kalian! Nggak guna!” maki ibu tiri Faleesha, hingga kedua orang itu berlalu dari hadapannya. 

“Ada apa sih, Mi? Marah-marah mulu,” sahut Angela yang baru saja datang. 

“Mereka gagal bawa Faleesha kembali,” jelas Ervina. 

Wajah Angela mengeras. “Kenapa sih gadis itu selalu beruntung?!” rutuknya.

“Entahlah! Bisa-bisanya, Faleesha ditolong orang lain di saat yang tepat.” 

Angela menggeleng keras. Seketika dia merasa hal buruk akan menimpanya.

“Ini pertanda buruk, Mi. Kita harus membuat rencana cadangan.”

“Mami pikir juga gitu.” 

“Yasudah, Kita tetap pada rencana awal. Bilang sama Papa kalau dia minggat.”

Ervina mengangguk setuju. “Kuharap dia celaka di jalan, nggak usah balik seterusnya sekalian,” sumpahnya. 

Wanita paruh baya itu sudah tak sabar menguasai harta suaminya dan Faleesha adalah kendala terbesarnya.

Meski suami bodohnya itu menurut padanya, tapi untuk menyingkirkan Faleesha dari daftar ahli waris, sungguh sulit.

Angela sendiri tengah tersenyum culas. Dia pun begitu haus dengan kekuasaan sama seperti ibunya.

“Semoga saja doa Mami terkabul.” 

****

Faleesha kini menggeleng keras. Kenapa jadi seperti ini? Padahal, dia masih punya dua hari lagi jika belum bertemu pria ini.

“Kenapa Anda bisa ada di sini? Apa mau Anda?” ucap gadis itu kembali.

“Mauku?” sela Sanders menahan tawa, “memilikimu.”

“Tapi–”

“Sebaiknya, kamu menurut. Lagipula, aku punya seribu taktik untuk memancingmu kembali padaku, Faleesha.”

Tangannya mengeringkan keringat di dahi Faleesha setelah berlari tadi dengan sapu tangan mahalnya.

Gadis itu membuang muka. 

Namun, Sanders malah meraih wajah Faleesha.

Seketika wajah keduanya berhadapan kembali. 

“Apa salah saya?” lirih Faleesha akhirnya pasrah.

Sanders seketika menahan tawa. “Salahmu? Datang ke wilayahku begitu saja,” jelasnya. 

Tanpa basa-basi, pria itu membelai lembut bibir mungil Faleesha yang bergetar. 

“Jangan takut, Sayang.” 

"Emmph...."

Detik berikutnya, Sanders mengecup lembut bibir ranum itu perlahan.

Tangan pria itu juga memegang tengkuknya membuat debar jantung Faleesha semakin cepat!

Saat tangan pria itu di depan dadanya, Faleesha mengernyit.

Tubuhnya sontak membeku.

Anehnya, Sanders mendadak menjauh?!

Sesekali, pria itu menatapnya penuh selidik. 

Hal ini membuat Faleesha menahan napas selama perjalanan.

“Keluar!” Suara berat Sanders menyadarkan Faleesha dari lamunan.

Seketika, dia menyadari jika mereka telah sampai di kediaman Sanders. 

Detak jantungnya melebihi normal. Dia bisa merasakan dadanya dihantam ketakutan yang tak wajar. 

“Terima kasih telah menolong saya, tapi tolong biarkan saya pulang,” pinta Faleesha, "saya pikir kita tidak ada urusan apa pun lagi.”

“Pulang katamu?” ucap Sanders santai. 

Pria itu merapatkan tubuhnya menghimpit Faleesha yang semakin menciut. 

“Kamu sudah pulang, Sayang. Ini rumahmu sekarang.” 


“Tidak!” seru Faleesha. 


Gadis itu refleks membuka pintu mobil yang sudah tak terkunci. Sayangnya, Sanders lebih cekatan darinya. 


“Kamu lebih memilih tertangkap dua pria tadi? Daripada menemaniku di sini?” tanya Sanders.

Faleesha menegang. Melihat itu, Sanders tersenyum menawan. “Nah, kalau begitu, jadilah gadis manis dan penurut,” tukas pria itu.

“Tapi-” 


“Tak ada tapi, ingat, kamu milikku sekarang,” ujar Sanders, “Toh, pertolongan tadi, tidak gratis.” 

Deg!

Bulu kuduk Faleesha seketika meremang. Apa maksudnya tidak gratis? Apakah dia benar-benar tak akan dilepaskan meski pihak berwajib datang?

“Ayo, jalan,” titah pria itu meraih lengan Faleesha, membuyarkan lamunannya.  


Sanders membawa gadis itu masuk ke dalam mansionnya. Para maid lekas berjajar menyambut mereka. 

Faleesha sampai melongo melihat mansion bak istana megah dengan lantai marmer mengkilat. 

“Beatrice!” panggil Sanders. 

“Ya, Tuan.” Seorang kepala pelayan datang tergopoh-gopoh ke hadapan Sanders. 


“Bawa gadis ini ke kamarnya. Layani dia dan siapkan semua keperluannya.” 


“Baik, Tuan,” jawab wanita itu.

Dia pun tersenyum ramah pada Faleesha. Membuat rasa takutnya sedikit berkurang. 

Hanya saja, sebelum pergi, Sanders mengalihkan pandang ke arah Faleesha. 


Pria itu merangkum wajahnya dengan telapak tangan dan meremas kedua pipinya dengan lembut. “Ikutlah dengannya, dia adalah pelayanmu sekarang,” sambung Sanders. 

“Ingat, jangan pernah coba-coba kabur dariku.”

“I-iya.” Faleesha hanya mengangguk pasrah. Apalagi yang bisa dia perbuat, kan?

“Bagus, bersikaplah baik selama di sini.” 


Sanders mencubit dagu runcing Faleesha yang tertegun sejenak. 


Seketika dia merutuki dirinya sendiri. Mudah sekali terhipnotis pria ini yang entah mengapa sekarang melunak?

Padahal, Faleesha tahu benar jika Sanders tidak sebaik itu. 


Deg!

Tiba-tiba saja, dia teringat dengan Eric, sang kekasih.

Hatinya merasa bersalah, telah banyak berbohong.

Tanpa disadari, Sanders memberi kode pada pelayan untuk segera membawa Faleesha. 


Sang maid sontak mengangguk. “Ikut saya, Nona,” ujarnya.


“Ya, terima kasih,” sahut Faleesha, lemah. 


Dari sudut bibirnya, Sanders tampak tersenyum penuh kemenangan. “See? Yang sudah jadi milikku, tidak akan pernah bisa lepas.” 

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Hasrat Membara Mr. Devil   Kabar Bahagia (End)

    Sanders menghentikan gerakannya. Dia menatap wajah Faleesha yang sedikit pucat. “Apa kau sakit? Kenapa tidak bilang?” tanya pria itu. Faleesha hanya menggeleng pelan. “Aku tidak tahu, akhir-akhir ini tubuhku lemas sekali. Aku juga mual kalau mencium baumu.” Sanders seketika mengernyit. “Maksudmu aku bau?” Dia pun mengendus-endus tubuhnya sendiri. Merasai tidak ada yang salah dengan badannya. “Entahlah, aku tidak tau. Kenapa rasanya aku mual jika dekat denganmu,” balas Faleesha. Tetiba gadis itu berlari ke kamar mandi dan memuntahkan semua isi dalam perutnya. Sanders mengikuti dan memijat tengkuk belakangnya. “Istirahatlah, aku panggilkan dokter,” titah Sanders. Faleesha hanya mengangguk lemah. Dia berjalan sembari memeluk pinggang sang suami. Walaupun mual dekat Sanders, tapi Faleesha tiba-tiba ingin sekali bermanja-manja dengannya. “Ck, katamu aku bau,” sungut Sanders merengkuh tubuh mungil istrinya. Tiba-tiba saja, Faleesha ambruk. Beruntung Sanders segera menangkapnya. “

  • Hasrat Membara Mr. Devil   Kesedihan Jinny

    Sesampainya di rumah sakit, Sanders segera memeluk Faleesha erat. Menghirup aroma tubuhnya dalam-dalam. “Sialan, kau membuatku sangat khawatir,” rutuknya. Pria itu mengecup lembut bibir Faleesha sampai tidak menyadari Meera menatap mereka dengan pandangan yang sulit diartikan. “Sst, kamu bisa tidak cium aku nanti aja. Itu Mama lagi sedih,” balas Faleesha berbisik. Sanders langsung terkesiap. Dia baru sadar jika ibu mertuanya berada tak jauh dari Faleesha. “Mama,” sapanya. Meera tersenyum sendu. “Tidak apa-apa, aku pernah merasakan seperti kalian. Masa pengantin baru, yang sulit berjauhan.” Sejurus kemudian tatapannya mengarah ke ruang Fahaz dirawat. “Bagaimana kondisi papa mertuamu?” tanya Meera. “Tidak ada luka yang parah, Ma. Dokter sudah menanganinya. Tetapi karena benturan yang cukup keras, Papa belum sadar hingga sekarang,” terang Sanders. “Baiklah, kalian bisa pulang. Aku yang akan menjaga Fahaz,” sela Meera. “Kita obati dulu tangan Mama,” jawab Faleesha. Meera baru s

  • Hasrat Membara Mr. Devil   Ervina dan Angela Tertangkap

    “Aku yang seharusnya bicara seperti itu, Ervina. Kau datang kemari tidak membawa apa-apa, pergi juga harusnya tidak membawa apa pun,” tegas Meera tak takut. Dia pun lekas memanggil Wira agar membawa Yooshi ke rumah sakit terlebih dahulu. Pria berkaca mata itu datang tergopoh-gopoh dan terkejut melihat darah yang mengalir dari kepala bagian belakang. Sebenarnya, Wira sedikit mencemaskan keadaan Meera tetapi majikannya itu meyakinkannya agar dia berangkat terlebih dahulu. Meera akan menyusulnya nanti. Setelah Wira menghilang dengan membopong tubuh Yooshi. Ervina semakin menyeringai. “Tamat riwayatmu sekarang.” Ervina bergerak cepat mengeluarkan pisau dari balik saku bajunya yang sudah dia sembunyikan dan menyerang Meera. Meera terkejut melihat wanita yang pernah menjadi sahabatnya itu hendak menghunusnya. Dia langsung menahan pisau itu dengan tangannya. Meera meringis kesakitan saat benda tajam itu merobek telapak tangannya. Darah yang mengucur tidak dia hiraukan. Yang terpenti

  • Hasrat Membara Mr. Devil   Mari Kita Akhiri

    Secepat kilat mobil Sanders melaju di perjalanan. Dia tidak menghubungi Faleesha terlebih dahulu karena takut sang istri panik. Sesampainya di rumah sakit, Fahaz langsung dibawa ke UGD, beruntung lukanya tidak parah. Hanya benturan kecil yang membuatnya syok hingga pingsan. Dia juga tidak harus dioperasi. Hanya perlu penanganan intensif. Tetapi rahang Sanders sudah mengeras. Pertanda dia benar-benar marah kali ini. “Nick,” panggilnya. “Ya, Tuan,” jawab Nick. “Segera hubungi polisi, dan laporkan kejadian barusan, juga serahkan semua bukti yang memberatkan mereka yang kita dapatkan sebelumnya-” Sanders menjeda ucapannya. “Dan jangan lupa, ambil rekaman CCTV dekat daerah persimpangan kecelakaan terjadi.” “Siap, Tuan.” Pemuda itu bergegas melaksanakan perintah majikannya. Sedangkan Sanders menunggu Fahaz dengan gelisah. Kali ini Ervina dan Angela tidak bisa dibiarkan. Tiba-tiba ponselnya berdering. Nama Faleesha muncul. Dia terkejut kenapa waktunya tepat sekali. Apa perasaan se

  • Hasrat Membara Mr. Devil   Gagal

    Fahaz tengah bahagia. Usahanya untuk kembali meminta maaf dan mengambil hati Meera tidak main-main. Walaupun wanita terkasihnya itu masih tidak mau sekedar berbincang, tapi Meera sudah sering mengingatkan dia untuk minum obat. Terkadang ketika ibu kandung Faleesha itu ingin pergi atau angkat kaki dari rumahnya, Fahaz selalu mencari cara agar bisa menggagalkannya. Bertahun lamanya dia telah berbuat tidak adil pada keluarga kecilnya. Ini saatnya menebus semuanya. Bahkan dia tidak ingat sedikitpun tentang Ervina. Wanita licik itu sudah berhasil mengobrak-abrik keluarganya. Fahaz tidak akan membiarkannya kali ini. “Tuan, sepertinya ada yang mengikuti kita sejak tadi,” ujar sang sopir. Fahaz menoleh ke belakang untuk memastikan. “Jalan terus saja, Pak. Abaikan saja. Mungkin kebetulan arah kita sama.” “Baik, Tuan.” “Meera, aku akan menebus kesalahanku dan tidak akan membiarkanmu hidup menderita lagi,” gumam Fahaz dengan wajah berbinar. “Tuan, mobil di belakang semakin mendekat, dan

  • Hasrat Membara Mr. Devil   Rencana Baru Ervina

    “Kamu keren sekali,” bisik Emily. Faleesha menghembuskan napas pelan. “Kamu tidak tahu saja betapa aku menyesal kenapa tidak bisa tegas sama mereka dari dulu.” “Bahkan ketika mereka mengucilkan aku dulu, Papa dengan mudahnya percaya begitu saja. Aku tak mendapat dukungan dari siapa pun, Em. Tapi sekarang, aku tidak akan tinggal diam setelah membongkar kebusukan mereka,” lanjut Faleesha. “Bagus, kamu memang harus seperti itu,” jawab Emily memberi semangat. “Makasih ya, sudah mau menemaniku dan menjagaku.” tiba-tiba gadis itu menjadi sentimentil. Karena selama ini merasa tidak pernah punya keluarga dekat. Dari dulu sang Papa melarangnya bertemu siapa pun tanpa alasan yang jelas. “Kau ini bicara apa, sudah jadi tugasku. Kau lupa Tuan akan menghabisiku kalau sampai kau kenapa-kenapa,” jawab Emily. Setelah mengatakannya, gadis tomboy itu membuat gerakan menggores lehernya dengan tangan. Membuat Faleesha semakin terkekeh. “Percayalah, suamiku sekarang tidak sekejam itu,” timpalnya.

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status