"Pagi semua! Pagi kak Lara! Pagi mas Dika!" Aku menyapa kakakku dan abang iparku yang sedang sarapan pagi di ruang makan.
"Pagi juga Elsa!" Balas kakakku mbak Lara. "Pagi Elsa!" Mas Dika juga membalas sapaanku. "Udah siap sekolah nih?" Tanya mbak Lara. "Iya mbak. Nanti aku nebeng lagi ya ke sekolah bareng Mbak!" Aku meminta mbak Lara untuk mengantarku kesekolah. "Iya! Kamu makan dulu sarapanya!" Balas mbak Lara. Aku adalah siswi yang duduk dikelas 3 sekolah menengah atas. Beberapa bulan lagi aku akan ujian kelulusan. Aku tinggal dengan kakak perempuanku, namanya mbak Lara. Dan dia sudah memiliki seorang suami, namanya mas Dika, tapi sayangnya setelah lima tahun menikah, mereka masih saja belum memiliki seorang anak. Sangat kasihan juga, mungkin belum rezeki mereka untuk dikarunia anak. Mbak lara adalah seorang maneger disalah satu bank swasta yang ada di kotaku. Dia adalah satu - satunya saudaraku. Orang tua kami sudah sangat lam meninggal. Papaku yang pergi duluan semenjak aku berumur sepuluh tahun. Kemudian Mamaku ikut mendahului kami selang tiga tahun semenjak Papaku meninggal. Setelah Papa meninggal, Mamakulah yang menjadi tulang punggung. Mama yang membiayai semua keperluan kami. Sedangkan Kakakku baru masuk kuliah. Setelah Mama ikut pergi meninggalkan kami selamanya. Mbak Lara yang sekarang menggantikan posisi Mama. Dia menjadi tulang punggung keluargaku. Dia bekerja banting tulang untuk membiayai kebutuhan hidup kami dan juga untuk membiayai sekolahku. Dan untung saja mbak Lara mendapatkan beasiswa sampai lulus kuliah. Itu sangat membantu mbak Lara. Setelah lulus kuliah, ia langsung diterima kerja ditempat dia bekerja sekarang. Dan saat ini kariernya sangat cemerlang dan baru dipromosikan menjadi maneger setahun ini. Sementara abang iparku mas Dika, dua tahun yang lalu ia di PHK di perusahaan tempat ia bekerja. Menurutnya dia difitnah teman kerjanya sampai ia dikeluarkan dari perusahaan tersebut. Itu sangat memukul mentalnya. Disaat karier istrinya sedang bagus - bagusnya, dia malah terkena PHK. Dan sekarang dia bekerja sebagai pengemudi taksi online. Semenjak kejadian PHK mas Dika, hubungan kakakku dengan abang iparku jadi renggang. Mereka sering berantem dan bahkan sempat ingin berpisah. Tapi entah kenapa sampai saat ini hubungan mereka masih bertahan. Mungkin masih ada cinta dalam diri mereka sehingga mereka memutuskan tetap bersama. Walau seringkali cekcok yang terjadi antara mereka. Dan aku tidak begitu ingin ikut campur dalam urusan rumah tangga mereka. Karena aku sendiri belum paham tentang membina sebuah keluarga. Sebenarnya mas Dika dan mbak Lara itu sudah sangat lama berpacaran. Bahkan ketika mereka masih duduk di sekolah menengah atas. Hubungan mereka juga direstui oleh orang tua kami. Mama juga sangat mengenal mas Dika. Hubungan mereka sebelum mas Dika kena PHK sangatlah baik. Mereka juga sangat kelihatan keluarga harmonis. Tapi sayangnya, semenjak mbak Lara naik jabatan. Mbak Lara seringkali merendahkan mas Dika. Itu membuat mas Dika seringkali naik darah dan terjadi perdebatan diantara mereka. Tapi mas Dika selalu mengalah dan meminta maaf pada mbak Lara. Dan membuat hubungan mereka kembali membaik. Sebenarnya aku sangat kasihan dengan mas Dika. Sebagai lelaki tentu ia punya harga diri yang harus ia pertahankan. Tapi mungkin karena dia sangat mencintai mbak Lara, ia selalu memilih untuk mengalah. *** "Mas aku pamit dulu ya!" Mbak Lara minta izin untuk pergi kerja. Akupun juga sama, ingin pergi ke sekolah. "Nanti aku pulang telat. Ada lembur hari ini dan aku tak bisa meninggalkannya. Mas jangan tunggu aku! Mas tidur saja dulu! Aku akan bawa kunci cadangan!" "Baiklah!" Mas Dika menuruti apa perkataan mbak Lara. Mbak Lara memang sering pulang malam. Alasannya banyak kerja yang harus ia selesaikan. Aku sangat sering tinggal berdua dengan mas Dika. Walaupun mbak Lara bilang tidak usah menunggunya, tapi mas Dika selalu saja menunggunya di ruang tamu. Ia seringkali membukakan pintu untuk mbak Lara. Kalau hitung - hitung, aku memang lebih sering bertemu dengan abang iparku itu dibandingkan bertemu mbak Lara. Mbak Lara bahkan sering keluar kota meninggalkan kami berdua. Walaupun demikian, mas Dika selalu bersabar dan membiarkan mbak Lara pergi. Mungkin karena dia tidak ingin berantem dengan mbak Lara makanya dia mengizinkannya pergi. Mas Dika sangat baik padaku. Dia juga sangat menyayangiku layaknya adiknya sendiri. Kami cukup dekat dan tak canggung untuk tinggal berdua di rumah. Mas Dika sering menemaniku, bahkan dia juga tak segan membantuku untuk menyelasikan tugas rumahku. Dia sosok yang pintar dan juga beribawa mengajarkanku tugas - tugas sekolah. Aku sangat bersyukur mempunyai abanh ipar sepertinya. **** "Mas Dika! Ajarkan aku dong soal matematika ini! Aku nggak ngerti pembahasan soal - soal ini!" "Yang mana?" "Ini mas! Tentang persamaan linear!" "Oh... Sini Mas bantu!" Mas Dika kemudian membantuku menjelaskan kepadaku tugas matematika. Mas Dika dulu merupakan anak yang pintar di sekolah. Dia juga merupakan ketua osis di sekolahnya dulu. Dia juga sering ikut lomba di berbagi kejuaraan bidang studi di sekolah. Bahkan sampai sekarangpun ia masih menguasainya. Aku sangat sering meminta bantuannya. "Mbak Lara pulang telat lagi ya Mas?" Tiba - tiba aku menanyakan mbak Lara yang masih saja belum pulang kerja. "Iya El! Sepertinya lembur lagi!" "Kerjaan mbak Lara tidak ada henti - hentinya ya Mas!" "Iya kayaknya El! Mungkin karena sekarang mbak mu sudah naik jabatan, makanya pekerjaannya tambah banyak." "Mas Dika nggak kesepian ditinggal terus sama mbak Lara?" Aku memberanikan diri untuk menanyai mas Dika. "Kesepian? Nggak tuh! Kan ada kamu!" Ucap mas Dika yang kelihatan sedang mencoba menghibur dirinya sendiri. "Ah Mas ini! Kan beda kalau sama aku!" "Mbak Lara mu itu sedang banyak kerjaan! Jadinya Mas harus memaklumi!" Mas Dika masih saja membela mbak Lara. "Tapi kan Mas juga butuh mbak Lara kan? Seharusnya mbak Lara juga harus bisa mengatur waktunya untuk Mas!" "Mbak Lara mu itu tidak perlu harus mengatur waktunya untuk bersama Mas! Kan tiap hari juga mbak Lara mu itu ketemu Mas!" "Kan itu beda Mas!" "Beda gimananya? Sudahlah! Kamu masih anak kecil saja sudah memikirkan masalah orang dewasa!" Mas Dika mengetok kepalaku dengan pelan dengan tanggannya. Mas Dika dan aku dengan berjalannya waktu membuat kami sangat dekat. Aku sangat merasa nyaman kalau berada di dekatnya. Dia begitu dewasa sebagai seorang pria. Bagiku mas Dika itu sosok yang sangat penyayang dan lemah lembut kepada wanita. Dia memang sasok yang aku idam - idamkan kalau memilih seorang suami. Selain itu, dirinya merupakan sosok laki - laki sejati menurutku. Tubuhnya yang atletis dan bau tubuhnya yang wangi, membuatku sangat merasa nyaman. Saat mas Dika mengajariku, seringkali aku salah fokus dengannya. Tatapan matanya sering membuatku salah tingkah. Senyumannya sering membuat hatiku berdebar. "Aduuhhh... Ada apa dengan diriku? Ini nggak mungkin, jangan sampai aku jatuh cinta! Sadar Elsa! Sadarlah! Jangan sampai kamu tertarik dengan saudara iparmu sendiri!" Elsa berusaha menyadarkan dirinya agar jangan punya perasaan yang aneh - aneh terhadap abang iparnya itu.Aku membiarkan Revan bereaksi seperti orang ayan. Aku tahu ia pasti sudah tak sabar menginginkannya. Aku dengan lihai memainkan tubuhku dan meraba dadaku di depan Revan. Mata Revan seperti tak berkedip menatap tubuhku yang hanya memakai celana dalam G-string berwarna hitam itu. Aku bahkan memainkan selangkanganku dengan jari telunjukku. Mengusap-usap belahan selangkanganku itu. Revan makin tergoda, nafsunya sudah tak terkendali lagi. Ia mencoba melepaskan ikatannya itu, tapi aku mengikatnya adengan kuat. Sehingga ia tidak bisa melepaskan dengan mudah.Aku terus lenggang lenggok di depan Revan. Aku pikir aku berbakat juga menjadi perempuan nakal. Aku melihat Revan yang melotot itu dengan senyuman menggoda."Ahh sayang…!" Aku kemudian merunduk dan mengusap-usap dadaku dan memperlihatkan pada Revan. Revan berusaha mati-matian melepaskan ikatanku, karena sudah tidak bisa tenang dan sabaran lagi."Aku mohon sayang! Ayo berikan kepadaku! Pay*daramu itu sangat menggoda sayang! Mendekat lag
Revan sempat merajuk padaku. Ia termakan omongan Lusi dan Bibi yang tak sengaja melihat aku dan mas Dika sedang jalan berdua. Setelah aku mencoba menjelaskan apa yang dikatakan Lusi dan Bibi itu hanya salah paham. Akhirnya Revan mengerti, tetapi ia meminta satu syarat agar dia mau memaafkan dan melupakan itu semua."Aku mau kok maafkan kamu! Tapi ada syaratnya!" Ucap Revan dengan senyuman imutnya."Syarat? Kok pakai syarat segala?" Tanyaku yang merasa heran dengan Revan. Aku melihat Revan dengan wajah gantengnya memasang muka memelas lagi."Kalau kamu nggak mau, aku ngambek lagi loh!" Balas Revan lagi."Iya - iya deh!" Aku memenuhi permintaan syarat dari Revan. Dengan senyum - senyum Revan berbisik di telingaku. Bisikan Revan membuatku mataku terbelalak. Aku tak menyangka Revan dengan berani meminta itu secara langsung padaku. Aku nyengir - nyengir mendengar perkataan Revan."Ok deh! Tapi aku juga ingin satu syarat untukmu!" Ucapku pada Revan."Syarat apa yang?" Tanya Revan dengan pen
"Ah enak Mas!" Ucapku pada mas Dika yang kelepasan."Enak apaan sih? Otakmu lagi konslet ya?" Tanya mas Dika heran dengan tingkahku."Pijatan Mas yang enak maksudku!" Jawabku. Mas Dika kemudian tetap melanjutkan pijatannya."Mas!" Panggilku pada mas Dika. "Apa?" Tanya mas Dika."Mas kalau buka tempat pijatan laku tuh Mas!" Jawabku pada mas Dika."Oh ya? Pijatan apa tuh El?" Tanya mas Dika yang sudah kegirangan aku puji."Pijatan plus - plus!" Jawabku lagi."Anjriiiit...!" Mas Dika langsung menempeleng kepalaku dari belakang."Sakit tahu Mas! Mas ini hobi banget menempeleng kepala aku!" Ucapku ketus."Kamu itu! Asal bicara saja sama Mas! Terus kalau Mas yang buka usaha pijatan plus - plus, kamu yang jadi pelanggannya?" Tanya mas Dika ketus."Iya Mas! Pelanggan tetap! Dan hanya aku satu - satunya pelanggan Mas! Karena cuman aku yang memuji Mas!" Jawabku sambil ketawa."Terserah kamu saja lah El! Yang penting kamu senang dan Mas tersiksa, tidak mengapa!" Ucap mas Dika ngambek."Kok mas
Aku dan mas Dika segera masuk ke dalam rumah. Setelah mencoba untuk menerima semua yang telah terjadi dan berusaha untuk mengulang kembali lembaran baru. Seperti mas Dika dan mbak Lara yang membuka lembaran baru kembali dan melupakan kejadian yang lama. Aku merasa sedikit tenang dan lega lagi setelah mendengar dan bercerita dengan mas Dika di dalam mobil tadi. Untungnya tadi nggak ada mobil bergoyang walaupun aku sedikit berharap sih. Tapi ya sudahlah, mungkin mas Dika sudah sadar dan memilih untuk berbaikan dengan mbak Lara. Aku tidak masalah. Yang penting masDika dan mbak Lara bahagia. Itu sudah cukup bagiku. Perjalananku masih panjang untuk menemukan cinta sejati ku. Mungkin saja Revan yang menjadi cinta sejati ku. Aku akan menerima Revan dalam hidupku. Walau Revan bukan kriteriaku, tapi aku tak masalah.Revan sangat baik padaku.Aku segera ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhku. Aku ingin merilekskan diri dengan air yang hangat. Aku ingin merenggangkan seluruh otot - ototku y
Suasana kembali canggung antara aku dan mas Dika. Kali ini bukan tentang mbak Lara, tapi kali ini adalah tentang Revan yang baru mas Dika ketahui menjadi pacarku. Mas Dika tidak mau membuka pembicaraan denganku. la lebih memilih diam dan tak mengeluarkan kata - kata sedikitpun."Mas! Mas marahya?" Tanyaku yang mencoba memulai pembicaraan."Nggak! Kenapa Mas harusmarah?" Elak mas Dika balik."ltu mas Dika diam saja dari tadi!" Balas ku. "Nggak kok! Mas biasa saja! " Ujar mas Dika lagi. Suasana kembali sunyi sepi. Hanya suara kendaraan yang lalu lalang yang aku dengar. Mas Dika sepertinya benar - benar cemburu. la bahkan tidak seperti yang tadi. Mas Dika yang rewel sudah tidak ada lagi suaranya aku dengar saat ini."Revan itu orangnya yang mana?" Setelah sekian lama diam, akhirnya mas Dika membuka suara lagi. Walau hanya sebuah pertanyaan, tapi terlihat jelas kalau mas Dika sebenarnya memang lagi cemburu."Itu! Yang dulu pernah ngantar aku ke rumah!" Jawabku singkat."Yang mana?"
"El! Kamu mau makan apa?" Tanya mas Dika padaku yang sedang menyetir."Terserah!" Jawabku."Kalau makan soto gimana?" Tanya mas Dika memberi usulan."Nggak mau Mas! Cuaca lagi panas!" Jawabku menolak."Loh! Katanya terserah! Sudah dipilihkan, malah menolak!" Ucap mas Dika."Ya selain soto lah Mas! Gimana sih? Nggak peka amat!" Balasku judes."Kalau begitu kita makan sate saja El! Gimana?" Ucap mas Dika kembali sambil memberi ide."Nggak ah Mas! Perutku lagi mules. Aku diare!" Ucapku kembali menolak usulan mas Dika."Oh. Kalau junk food?" Tanya mas Dika memberi usulan lagi."Nggak ah Mas! Nggak sehat!""Kalau japanese food?""Aku nggak suka Mas!""Korean food?""Juga nggak suka Mas!""Pizza?""Apalagi itu Mas! Aku nggak suka!""KFC? Macdonald? Burger King?....""Aku nggak suka Mas! Cari tang lain saja!" Ucapku yang menolak semua usulan dari mas Dika."Katanya terserah! Mas pilihkan, kamu malah tolak semua? Jadi kamu maunya makan apa?" Tanya mas Dika yang sudah putus asa."Nasi goreng!"