"Malam ini akan menjadi pertemuan resmi pertama kita sebagai suami istri dengan klien penting, Alba. Kita akan makan malam bersama klien dari Jepang dan karena aku pernah mendengarmu bicara dalam bahasa Jepang, jadi aku tidak khawatir. Hanya saja pesanku masih tetap sama, jangan bicara kalau tidak perlu. Kau mengerti?" Alba berdebar mendengarnya. Walaupun ia bisa bahasa Jepang, tapi bertemu dengan klien tetap saja adalah hal baru untuknya. "Aku mengerti," jawab Alba gugup. Mereka pun pulang lebih awal hari itu untuk mempersiapkan diri mereka dan Alba begitu terkejut saat melihat Rafael sudah menyiapkan gaun dan sepatu untuknya. Alba segera bersiap dan merias dirinya dengan begitu cekatan, seolah ia sudah biasa melakukannya. Alba pun segera memakai gaun indah pemberian Rafael, tapi sialnya, tangannya tidak sampai untuk menutup risletingnya sampai ke atas. Alba mencoba beberapa kali, tapi tangannya tetap tidak sampai dan ia tidak punya pilihan lain selain meminta tolong. Alba yang
Alba masih memejamkan matanya dengan debar jantung yang menggila. Posisinya dengan Rafael begitu intens sampai Alba merasa sesak napas. Perlahan Alba pun menurunkan tangannya, yang awalnya masih memeluk leher Rafael pun akhirnya mendorong pelan dada Rafael hingga Rafael pun membuka matanya kaget. Sungguh, Alba membuyarkan kesenangan Rafael. Padahal baru sebentar Rafael merasa begitu nyaman dan hangat memeluk wanita itu. "Rafael," bisik Alba yang mulai tidak nyaman karena tubuhnya terus meremang. "Jangan bergerak, Alba. Ingat kalau kita sedang berakting. Bagaimana jadinya kalau mereka melihatmu mendorongku?"Rafael pun menarik mundur kepalanya sampai ia dan Alba bisa bertatapan sekarang. "Maafkan aku, aku hanya merasa tidak nyaman." Rafael langsung memicingkan mata mendengarnya. "Tidak nyaman denganku?" "Hmm, bukan. Maksudku ... tidakkah kau merasa kita terlalu dekat?" tanya Alba sungkan. "Tentu saja aku merasakannya, Alba. Tapi kutegaskan sekali lagi kalau kita sedang beraktin
Alba benar-benar tidak bisa melawan perintah Rafael dan Alba berakhir tidur di ranjang yang sama dengan Rafael malam itu. Alba tidur memunggungi Rafael dan debar jantungnya tidak berhenti memacu kencang. Alba tidak berani bergerak, walaupun ia juga tidak kunjung terlelap.Hal yang sama dirasakan Rafael yang tidak kunjung terlelap, tapi kalau Alba sibuk menenangkan debaran jantungnya, Rafael malah sibuk menatap punggung Alba di sampingnya. Sungguh sulit bagi Rafael untuk terus menahan dirinya seperti ini. Namun, akhirnya Rafael pun memunggungi Alba agar ia tidak tergoda. Entah bagaimana akhirnya mereka tidur, tapi saat Alba membuka matanya pagi itu, lagi-lagi Rafael sudah tidak ada karena Rafael pergi berolahraga. Seperti biasa, Alba bersiap begitu cepat dan saat Rafael kembali, ia sudah siap. Mereka pun berangkat ke kantor bersama dan Onad pun langsung memberikan kabar baik untuk Rafael pagi itu. "Aku punya kabar baik, Bos." Onad tertawa begitu sumringah saat menyusul masuk ke ru
Alba masih membelalak saat Rafael menciumnya. Sontak tangan Alba mendorong dada Rafael, tapi pria itu malah menarik pinggang Alba sampai tubuh mereka saling menempel. Alba panik dan sangat takut dilecehkan. Untuk sesaat, Alba pun terus memberontak sebelum akhirnya, buaian bibir Rafael membuatnya luluh juga. Alih-alih memberontak, Alba malah perlahan membalas ciuman Rafael dengan intensitas yang sama. Rafael yang merasakan sambutan dari Alba pun makin berani dan memagut bibir Alba makin dalam dan panas. Tangan Rafael mulai membelai punggung Alba dalam pelukannya dan hasrat Rafael pun makin menggebu. Bahkan Rafael sudah berpikiran absurd untuk mendudukkan Alba di meja kerjanya dan menyantapnya di sana. Namun, sialnya, sebelum Rafael sempat melakukan aksi panasnya itu, mendadak pintu sudah dibuka dan mengejutkan Alba. Sontak Alba mendorong jauh-jauh Rafael darinya sampai Rafael pun mengumpat keras. "Sial!" Rafael dan Alba pun buru-buru menoleh ke arah pintu dan terlihat Onad yang s
"Wanita itu ... siapa dia?" Alba memberanikan dirinya bertanya pada Rafael saat mereka sudah duduk berdua di kamar malam itu. Mereka sempat makan malam bersama Louisa dan sepanjang makan malam, Louisa tidak berhenti menunjukkan perhatiannya pada Rafael. Louisa juga membanggakan kehebatannya bekerja sama dengan brand besar serta penghargaan yang ia raih di dunia modelling. Thomas dan Ivana pun terus memuji Louisa sampai Alba merasa ciut dan merasa ia tidak ada apa-apanya dibanding Louisa.Rafael sendiri yang mendengar pertanyaan Alba pun hanya melirik istrinya itu. "Louisa itu model, kau kan sudah tahu tadi." "Tentu saja aku tahu dia model, tapi maksudku dia itu siapa? Mantan kekasihmu? Mantan tunanganmu?" tanya Alba dengan nada yang tidak menyenangkan sampai Rafael pun memicingkan matanya. "Apa kau sedang cemburu saat ini, Alba?" "Cemburu? Tentu saja tidak. Aku tahu aku tidak berhak cemburu, aku hanya istri kontrakmu. Tapi apa setelah kita bercerai, kau akan menikah dengannya?
"Apa? Alba pergi bersama Tuan Kenji?" seru Rafael saat akhirnya ia pulang ke kantor sore itu. Bukan Yola yang memberitahunya pertama kali, tapi Dario. "Jadi kau tidak tahu? Dia pergi bersama Tuan Kenji dan mereka terlihat sangat mesra, Rafael. Aku terkejut sekali karena ternyata cara kalian mendapatkan proyek adalah dengan cara kotor seperti ini," sindir Dario. Rafael langsung kesal mendengarnya. "Cara kotor apa maksudmu, Dario?" "Istrimu menggoda klien kita, itu sudah jelas. Entah servis apa lagi yang dia berikan untuk Tuan Kenji." Emosi Rafael langsung terlecut mendengarnya sampai ia pun langsung meraih kerah kemeja Dario dengan kasar. "Jaga bicaramu, Dario! Tidak ada hal seperti itu. Otakmu yang harus diperbaiki. Kami mendapatkan proyek itu dengan cara yang benar." Dario tersenyum sinis menatap Rafael. "Tapi apa yang aku lihat berlawanan dengan apa yang kau katakan, Rafael," geram Dario sambil memaksa Rafael melepaskan kerah kemejanya. Bahkan Dario menunjukkan foto saat Ken
Ting.Ponsel Rafael berbunyi malam itu dan sebuah pesan pun masuk dari Alba. Alba: "Aku akan pulang terlambat karena Tuan Kenji mengajakku makan malam di hotel Meridian." Rafael langsung menggeram kesal membacanya sampai Onad yang sedang menyetir mobil pun langsung melirik Rafael dari kaca spionnya. Rafael dan Onad memang baru saja selesai dari pertemuan bisnis dan sedang dalam perjalanan pulang. "Eh, ada apa, Bos?" "Pria Jepang itu tidak bosan-bosannya menggoda Alba, Onad.""Maksudmu Tuan Kenji?" "Ya, siapa lagi? Sekarang dia mengajak Alba makan malam bersama di hotel Meridian. Sial!" "Ah, makin hari memang makin terlihat jelas bahwa dia menyukai Alba, Bos. Aku hanya tidak berani mengatakannya, tapi kadang aku juga risih melihat caranya menatap Alba. Hanya saja, Yola terus memintaku untuk berpikiran positif. Kata Yola, pria terhormat sepertinya tidak mungkin melakukan hal yang aneh-aneh. Padahal menurutku, justru pria terhormat itu lebih menakutkan karena dia bisa melakukan ap
Alba sama sekali tidak yakin untuk mengikuti Kenji. Entah Kenji akan membawanya ke mana sampai mereka harus naik lift bersama. Asisten Kenji juga terlihat masih mengikuti di dalam lift sampai Alba makin tidak nyaman. Kenji terus menyentuh lengan Alba, sesekali membelainya. Alba merasa risih dan terus menyingkirkan tangan Kenji, tapi sialnya ada rasa yang tidak dapat dijelaskan dalam dirinya yang membuatnya menikmati sentuhan pria itu, sampai perlawanan Alba pun terlihat setengah hati. "Kita mau ke mana, Kenji?" tanya Alba dengan sisa kesadarannya. "Ke tempat yang lebih dingin, Alba. Kita sama-sama kepanasan kan? Mungkin AC restoran tadi rusak." "Tapi aku pulang saja, aku tidak perlu pindah tempat, lagipula makanan kita juga sudah habis kan? Rafael menungguku." "Nanti aku akan menelepon Pak Rafael dan mengatakan meeting kita belum selesai, Alba. Itu tidak masalah," sahut Kenji sambil kembali membelai lengan Alba sampai Alba merasakan sengatan listrik di sana yang membuat gelenyar