"Ahh ... M-matthias, kamu gila."Luciana mengerang tertahan. Dia membungkuk di sebuah meja dalam keadaan nyaris tak berbusana. Sementara di belakangnya, Matthias bergerak menggoyangkan pinggul. Kacau sudah penampilannya. Keringat dan aroma tubuh mereka bercampur menjadi satu. Tangannya mencengkeram erat meja. Menggigit bibir kuat-kuat agar erangannya tak sampai terdengar keluar, tapi nyaris saja suaranya lolos saat bibir Matthias mengecup tengkuknya. "Jangan ditahan. Lepaskan," bisiknya serak dan rendah. Luciana bergidik. Mengerang kecil saat pria itu berhasil mengobarkan api gairahnya. Menyentuh sudut-sudut yang membuatnya meleleh. Suara tidak senonoh nan cabul mengisi ruang istirahat, yang harusnya digunakan untuknya mengistirahatkan pikiran, tapi malah dia berakhir ditunggangi iparnya. Matthias berhasil menggodanya. Membuat dia tidak bisa menolak. Tak peduli mereka saat ini masih berada di acara pesta pernikahan sepupu pria itu. "Ahh... k-kamu bilang mau ganti baju. Kenapa jad
"Jadi kau adalah wanita penggoda?" tanya Matthias dengan nada main-main dan setengah bercanda. "Hm, Matthias, hentikan ... kalau ada yang lihat, bagaimana?"Luciana tersentak saat merasakan sebuah pelukan erat dari belakang punggungnya. Sepasang tangan merengkuhnya. Memeluk eratnya yang sedang berdiri menatap taman yang tadi digunakan untuk akad pernikahan, melalui sebuah jendela. Matahari telah kembali ke peraduannya. Meninggalkan senja yang perlahan ikut redup ditelan malam. Kelap-kelip lampu menjadi penerang di taman itu. Menambah suasana yang hangat dan intim. Meja-meja dan lilin telah tertata rapi. Beberapa tamu berkeliaran, tanpa menyadari dia bisa memerhatikan mereka melalui jendela kaca di depannya. Pesta resepsi belum dimulai dan Luciana menggunakan waktu itu untuk beristirahat sekaligus mengecek laporan dari Kimi secara berkala. Namun entah bagaimana, Matthias malah datang dan mengganggunya. Pria itu memintanya bercerita tentang kejadian tadi siang dan justru, malah ber
Victoria pergi. Begitu juga dengan ibunya. Sebelum pesta benar-benar selesai. Mereka pergi dengan rasa malu, tanpa pamit, hanya lewat pesan singkat di ponsel Genevieve. Luciana nyaris tidak bisa menyembunyikan senyum puas. Dia telah memberikan pelajaran dan rasa malu pada wanita itu. Hal yang selama ini dia inginkan. Dia tidak ingin Victoria menganggapnya remeh. Luciana juga bisa melawan. "Ibu heran, Victoria kok bisa menampar Luciana seperti itu, ya? Dia seperti tidak bisa mengendalikan diri. Padahal dia bukan orang yang seperti itu," celetuk Genevieve di tengah meja makan yang terdiri dari lima orang. Empat keluarga inti Matthias dan Luciana. Satu-satunya orang asing di sana.Luciana menyantap makanan perlahan. Dia berkedip dan melirik Genevieve yang tiba-tiba kembali membahas masalah Victoria. "Menampar? Victoria menampar Luciana?" tanya Matthias. Dia terlihat kaget mendengar celetukan ibunya. Matthias adalah salah satu orang yang sayangnya tidak menyaksikan adegan itu, karen
"Baik, aku akan sampaikan, Kimi. Ya, terima kasih."Luciana menutup panggilan tersebut, segera setelah mendapat laporan dari Kimi. Dia mengalihkan pandangannya ke sekeliling. Mencari keberadaan Matthias yang entah di mana. Semua tamu sedang berbaur. Sibuk masing-masing setelah momen sakral kedua pengantin mengikat janji suci. Beberapa dari mereka, memanfaatkan ini sebagai ajang menjalin koneksi. Namun dia tidak melihat batang hidung Matthias di antara orang-orang yang berkumpul. Di tengah kebingungan yang dirasakannya, Luciana tiba-tiba merasakan tepukan cukup keras dan sedikit dorongan di bahunya. Memaksa dia menoleh, hingga mendapati Victoria lah pelakunya. Luciana langsung mengernyit kesal. Dari sekian banyak orang yang ada di sana, kenapa harus Victoria? "Apa yang kau lakukan?" tanyanya setengah berbisik. Luciana mendesis dan segera menjaga jarak aman agar tidak terlalu dekat dengan Victoria. Dia sadar, wanita ini pasti ingin cari gara-gara.Namun hal itu justru malah membuat
Apa yang dikhawatirkan Luciana terjadi. Langkah mereka terhenti sejenak ketika pintu gerbang privat villa keluarga Sinclair terbuka lebar, menampilkan halaman luas yang penuh dengan tamu berpakaian elegan. Aroma bunga segar bercampur dengan wangi wine memenuhi udara.Dan di sana, tepat di tengah kerumunan, Luciana melihatnya. Victoria bersama ibunya. Victoria yang selalu menonjol, jelas tidak mungkin dapat dilewatkan begitu saja.Tubuhnya sedikit tegang. Matanya sontak mencari keberadaan Richard di antara seluruh tamu yang hadir, tapi ayahnya tidak terlihat. Hanya Victoria dan sang ibu yang ada di sana. "Matthias! Luciana!" Sebuah suara memanggil, keras dan jernih. Memecah riuh percakapan para tamu. Beberapa dari mereka menoleh. Menatap Luciana dan Matthias yang menjadi pusat perhatian seketika itu juga. Termasuk Victoria dan juga Isabelle. "Ibu," gumam Matthias saat Genevieve mendekat bersama dengan adik perempuannya. "Kak Matthias! Lama tidak bertemu!"Sebuah pelukan dirasakan
Saat matahari mulai menyebarkan panasnya, Luciana masih duduk di depan cermin rias dan didandani oleh MUA serta asistennya. Dia sendiri tidak tahu apa yang terjadi, dia hanya mengikuti ketika Matthias mengajaknya pergi belanja, tapi kemudian mereka berakhir di sebuah salon kecantikan. Dari atas hingga bawah tubuhnya, semua ditata oleh ahlinya. Dia tidak melakukan apa-apa selain diam dan mengikuti setiap instruksi. Namun dia sempat melihat, gaya rambutnya yang berbeda. Rambutnya berubah. Tidak lagi lurus atau diikat sederhana. Rambutnya digulung dan ditata sedemikian rupa, hingga hanya menyisakan beberapa helai rambut yang dibiarkan jatuh terurai di kedua sisi. Hairpiece pun tak luput terpasang di sana, mempercantik penampilannya. "Selesai," ucap wanita yang dari tadi meriasnya. Suara itu menyadarkannya. Luciana bernapas lega. Dia sudah menahan napas hampir sangat lama karena gugup dan tegang. Tubuhnya terasa kaku, tapi semua itu terbayar ketika dia bisa melihat wajahnya yang benar