“Apa ada masalah?” tanya Dokter di hadapan Peter.Dirinya penasaran mengamati perubahan iras muka asisten Lucas tersebut.“Dokter, kenapa bagian riwayat kesehatan dan diagnosa tidak tertulis di sini?” Peter balik bertanya saat mengangkat pandangan.Dokter Esteban sudah tidak terkejut.Dengan tatapan tenang, dia lantas menimpali, “beberapa pasien memang melakukan itu. Mereka tidak ingin ada pihak luar yang tahu tentang kondisi kesehatan mereka.”Benar, Ariella sudah mengantisipasi hal itu. Dengan bantuan Damien, dirinya ingin pihak rumah sakit La Fosa menutupi pasal penyakit Ava. Terlebih kala itu Ariella berpapasan dengan Richard. Pihak Baratheon bisa langsung merebut Ava dengan dalih Ariella tak mampu merawatnya dengan baik.Peter tak bisa mendesak lagi.Dirinya menutup rekam medis tersebut, seraya berujar, “baiklah. Kalau begitu saya harus pergi, Dokter. Terima kasih bantuan Anda hari ini.”Dia pun mangkir usai sang dokter mengangguk. Langkah panjangnya menderap menuju luar rumah sa
“Benar, Tuan. Pasien yang baru masuk, Ava Edelred!” ujar sang Suster menjelaskan.“Bukankah gadis kecil itu anak keluarga Rudwick?” Peter menimpali bingung.Melihat perubahan ekspresi pria tersebut, suster tadi langsung paham bahwa dia bukan wali Ava.“Mohon maaf, Tuan. Karena Anda bukan wali pasien, kami tidak bisa memberitahukan informasi pribadinya. Saya permisi,” tukas Suster tadi undur diri.Peter mendapukkan alisnya curiga. Di dataran San Carlo, tak banyak keluarga menyandang marga Edelred. Satu-satunya yang pernah dia temui hanya Ariella dan mendiang ayah wanita itu.‘Aku dengar adik Damien ini memang pernah menikah, tapi suaminya meninggal kecelakaan. Jika gadis kecil itu bukan putrinya, mungkinkah dia anak … Ariella?!’ batin Peter menerka kesimpulan. “Ya! Itu tidak mustahil karena Ariella berhubungan dekat dengan keluarga Rudwick!’Dirinya beralih menatap Ava yang kini berbaring di brankar, tapi sayangnya sang suster langsung menutup tirai agar orang luar tak bisa mengganggu.
‘Bukannya dia asisten Lucas Baratheon?!’ batin Jane tertegun. Ya, Peter memang hendak mendatangi Lucas di vila De Forte. Dia yang tak sengaja melihat Jane dikerubungi para berandal, tak mungkin mengabaikannya. “Bajingan! Siapa kau berani ikut campur?!” sambar pemuda jas navy geram. Alih-alih menyahut dengan ucapan, Peter malah berlari ke arahnya dan langsung menendang dada pemuda itu amat keras. Lawannya seketika ambruk menatap bemper mobilnya. “Sialan!” Pemuda bertindik memaki penuh emosi. Dia melepaskan Jane dan berniat menghajar Peter. Namun, gerakan amatirnya sangat mudah terbaca, hingga Peter bisa menghindar. Tanpa segan lantas melayangkan tinju kerasnya ke wajah pemuda tersebut. Dia memberi pukulan lebih kencang, sampai-sampai pemuda itu kelimpungan. “Brengsek! Berani sekali kau—” Ucapan pemuda jas navy yang hendak melawan langsung terhenti, begitu Peter mengacungkan pistol padanya. Dia bergidik dan baru sadar bahwa Peter bukan sembarang orang. “Pergi!” decak Peter memeri
“Aish, sial! Kau cantik, kenapa harus galak?” tukas seorang pemuda bersetelan jas navy. Dasinya amat berantakan, beberapa kancing kemeja atasnya juga terbuka. Bahkan aroma alkohol sangat menyengat dari tubuhnya. Jelas sekali pemuda ini mabuk. Mungkin juga baru kembali dari club, setelah semalaman tidak pulang. Sebab di belakang ada dua teman yang penampilannya sama-sama kacau. Begitu melirik mobil di belakang pemuda itu, Jane baru sadar kalau itu kendaraan yang nyaris menabraknya. ‘Brengsek! Bajingan ini mau mencari ribut denganku?!’ batin Jane memicing dongkol. Dia berusaha menyabit ponselnya seraya mendecak. “Kembalikan dan enyahlah!” Sial sekali, pemuda tadi dengan cepat meninggikan tangannya, hingga Jane tak bisa meraih ponsel itu. Tindakan tersebut seketika memicu tawa dua teman di belakangnya. “Hei, sepertinya wanita ini boleh juga. Bagaimana kalau kita ajak main bersama?” tukas seorang pemuda dengan tindik di telinganya. Temannya yang berambut pirang pun menimpali antusi
“Uhh … Bibi, hidung Ava kenapa berdarah?” Anak perempuan itu bertanya bingung.Jane yang berada di hadapannya seketika memeriksa dengan buncah. Dia menyabit tisu dari meja, lalu mengusap gelenyar merah yang mengalir.“Tidak apa-apa. Bibi ada di sini. Ava akan baik-baik saja,” tutur Jane berupaya menenangkan.Dia menyumbat lubang hidung bocah tersebut, lalu menekannya lembut untuk menghentikan darah yang keluar.“Bibi, apa Ava akan sakit lagi?” Bocah itu bertanya dengan tatapan getir.Membayangkan tidur berhari-hari di rumah sakit, sangatlah sesak. Ava tidak menyukainya.“Siapa bilang Ava sakit? Ava baik-baik saja. Bibi akan membawa Ava berobat, pasti tidak terjadi apa-apa pada Ava,” sahut Jane menyembunyikan rasa khawatirnya.Dia pun mengangkat Ava dalam gendongannya. Meski sudah menahan dengan tisu, tapi darah mimisan Ava tetap jatuh ke bahu Jane.Wanita itu lantas keluar menuju mobilnya. Mengingat penyakit Ava, Jane tak bisa diam saja. Dia bergegas membawanya ke rumah sakit agar dokt
‘Sialan! Apa Lucas tau tentang Ava?!’ batin Ariella menatap tegang.Perubahan iras mukanya semakin menebalkan asumsi Lucas. Membuat pria itu kian lekat menyidiknya.“Tuan Lucas, bagaimana kau bisa yakin kalau kita punya anak? Aku ingat, kau terpaksa menikahiku sebagai pengganti Nona Giselle yang kabur. Apa hubungan seperti itu membuat kita punya anak?!” decak Ariella memicing tegas.Lucas tidak bodoh. Ariella saja sanggup pura-pura hilang ingatan. Tidak mustahil wanita ini menyembunyikan pasal anak mereka.Lucas terus menyondongkan tubuh, tapi Ariella dengan sigap menahan dadanya dengan sebelah tangan. Sialnya, sang pria malah mencekal lengan Ariella dan mulai merangkak naik ke ranjang juga.“Apa yang kau inginkan?!” Ariella mendengus tajam.Dia berupaya menarik tangannya. Sial sekali cengkraman Lucas bertambah kuat. Ariella terpaksa merengkuh handuk kecilnya, lalu menyabitkan ke arah Lucas.Gerakan sembrono itu mudah terbaca, membuat Lucas menghindar dengan lihai. Bahkan dengan cerdik
“Minggirlah! Ini sudah cukup!” decak Ariella mendorong bahu Lucas menjauh.Dia bergegas bangun. Sial sekali kepala Ariella tak sengaja menyundul mini shower yang dipegang Lucas, hingga air itu mengalir ke tubuhnya. Dress putih gading yang dikenakan wanita tersebut seketika menerawang, terlebih di bagian dadanya. Dan itu menjadi target pandangan Lucas.“Apa yang kau lihat, hah?!” cecar Ariella yang lantas menampar wajah pria itu.Ariella buru-buru menutupi sekitar payudaranya dengan kedua tanggan, tapi Lucas yang melengos malah menyeringai tipis.“Kau menampar suamimu hanya karena melihat tubuhmu?” tukas Lucas disertai sorot dingin.Ariella merapatkan alis, lalu menyambar, “su-suami apa yang kau, hah … jadi kau sengaja membuatku basah?!”“Ariella, kau tidak tahu yang dimaksud basah!” Sahutan Lucas semakin membuat Ariella tak mengerti.Tapi belum sampai sang wanita menimpali, pria tersebut malah melempar mini showernya ke lantai. Sebelah tangannya merengkuh leher Ariella dan lantas menda
“Kau yang membawaku ke sini?!” Ariella bertanya dengan waspada.“Kau lupa?” sahut Lucas menatap lekat.Sang wanita mengerutkan alis. Dipikir berapa kali pun, dia tidak ingat tentang Lucas semalam. Meski memang ada Peter dan beberapa bodyguard Baratheon.‘Mungkinkah dia menyusul Peter? Apa Lucas juga yang menolongku saat lelaki misterius itu menyerang bodyguard Baratheon?’ batin Ariella bertanya-tanya.Lucas yang kini mengenakan bathrope dengan ikatan alakadarnya, melempar handuk kecil yang semula dia gunakan mengeringkan rambut.“Kenapa tidak masuk? Bukankah kau mau mandi?” tukasnya membuyarkan lamunan Ariella.Wanita itu angkat pandangan, sialnya Lucas sudah melangkah lebih dekat hingga memicunya mundur ke belakang.“Tidak, a-aku tidak tau ada kau di dalam. Aku hanya ingin memeriksa siapa orang yang membawaku ke—”“Ah!” Nyaris saja Ariella terhuyung karena kakinya lemas.Namun, Lucas dengan sigap merengkuh pinggangnya agar tak sampai jatuh. Posisi itu sungguh canggung. Apalagi Lucas y
‘Ariella, kau pasti bercanda!’ Damien berujar dalam batin.Tatapannya terpaku pada monitor itu, tapi dirinya tak akan percaya jika tak mendengar secara nyata dari mulut Ariella.‘Aku sangat mengenalmu. Kau hanya menanggapi orang sesuai karakter mereka. Aku yakin terjadi sesuatu padamu. Jika ini ada hubungannya dengan Lucas, aku tidak akan membiarkan pria itu hidup leluasa!’ sambung Damien dengan amarah tertahan.Sialnya, banyak pasang mata yang kini mengarah iba padanya. Ya, semua orang di San Carlo menganggapnya malang karena telah dicampakan. Bahkan Peter yang berada di sebelah, memandangnya tanpa ekspresi.Namun, Damien tak peduli. Dia justru merogoh ponsel dan menghubungi seseorang. Dirinya pun mangkir sambil menunggu panggilan terangkat.“Aku butuh bantuanmu!” tukas Damien setelah seseorang di seberang menjawab telepon.Kepergiannya malah mengundang asumsi buruk setiap pasang mata. Terlebih berita skandal Ariella yang merebut Lucas baru meledak ke publik.“Kau lihat? Dugaanku bena