“Astaga!” Malleta pun menutup mulutnya yang menganga dengan kedua tangan. Dia nyaris tak percaya dengan mata kepalanya sendiri. Namun, pria di hadapannya jelas-jelas Felix Baratheon. Malleta tak bisa berkata-kata, saat melihat tangan Felix merengkuh pinggang Ariella hingga rapat padanya. Dalam bungkam, Kepala Pelayan itu pun membatin, ‘hebat sekali jalang ini. Tidak hanya Tuan Muda Lucas, tapi sekarang Tuan Muda Felix benar-benar digodanya. Memang serakah!’ Ariella yang merasa tak nyaman, langsung menarik diri dari Felix. Tapi sialnya, pria itu malah mencekal pinggulnya lebih erat, seolah tak malu walau Malleta melihatnya. “Tu-tuan Muda, tolong menyingkir dari saya,” tutur Ariella terus berupaya mendorong Felix. Sang pria tak menggubris. Dia malah memicing sinis pada Malleta seraya berkata, “kami masih sibuk. Pergilah, karena aku yang akan membawa Ariella pergi ke jamuan!” “Tapi apa yang akan kalian lakukan? Itu pun di kamar Tuan Muda Lucas. Bahkan Ariella tidak memakai
‘Sial! Apa yang dia lakukan?!’ Lucas mengumpat dalam batin. Meski diam, tapi sorot matanya terpampang tajam. Sungguh mengintimidasi Ariella. Wanita itu berkutat dengan mini dress yang memamerkan pahanya. Dia sangat tak nyaman karena semua orang menatapnya. Jika bukan karena Lucas mengirim gaun ini, dia tak mungkin hadir dan memakainya. ‘Ke-kenapa Tuan Muda diam saja? Apa beliau marah karena aku datang terlambat?’ Ariella gelisah dalam hati. Richard yang sejak tadi bungkam, kini menoleh pada Beatrice seraya mendengus pelan. “Cepat bereskan dia. Jangan sampai mengganggu jamuan malam ini!” Dia sangat khawatir, apalagi melihat ekspresi tamunya yang terusik. “Tenang saja, Sayang. Aku pastikan pelacur itu pergi!” balas Beatrice dengan gigi terkatup. Dirinya melirik Malleta yang berdiri di barisan para pelayan. Kode matanya yang memicing sinis, langsung dimengerti oleh kepala pelayan tersebut. Malleta mengangguk, seolah berkata, ‘siap, Nyonya!’ Namun, saat dirinya henda
“Argh?! Tidak!” Ariella menjerit kencang saat tubuhnya ambruk ke kolam.Sensasi dingin seperti mengikatnya. Wanita itu gelagapan ketika air kolam mendominasi tubuhnya. Bahkan sial, kaki Ariella langsung kram dan mati rasa. Dirinya mati-matian naik ke permukaan. Tapi karena terlalu panik, tekanan air malah semakin memicu tubuhnya tertarik ke bawah.“To-tolong, heup!” Ucapan Ariella terpotong kala air memaksa masuk hidung dan mulutnya.Ya, Ariella tidak bisa benerang!Saat kecil dia pernah terseret ombak dan tenggelam di lautan. Sebab itulah dirinya trauma dengan pantai. Bahkan sampai dewasa, dirinya tak bisa mengatasi rasa takutnya tersebut.“Hah! To-tolong saya! Saya mohon, tolong. Heup!” Ariella kembali gelagapan.Samar-samar dirinya melihat kaki jenjang dengan sepatu hak tinggi elegan berdiri di dekat kolam. Sudah pasti orang itu yang mendorongnya. Tapi sial, Ariella tak bisa melihat wajahnya.Tenaga wanita tersebut semakin lemas, hingga dirinya kehabisan daya.‘Ayah …,’ batin Ariell
“Jangan berlagak suci! Bukankah tadi kau memamerkan tubuhmu di hadapan semua orang?” Lucas mendengus pelan, tapi setiap nadanya mengandung cecaran. Dada Ariella seketika sesak saat mendengarnya. Padahal dia melakukan itu bukan karena ingin. “Anda yang mengirimkan gaun itu pada saya. A-anda juga yang memberikan catatan kalau saya harus datang menemani Anda di jamuan makan malam. Tapi kenapa—” “Omong kosong apa yang kau bicarakan?!” sahut Lucas sengaja memotong. Dia risih karena Ariella hanya terdengar mencari alasan tak masuk akal. Meski menciut karena aura dominan Lucas, tapi Ariella berusaha menjelaskan. “Sa-saya menerima gaun merah itu dari Kepala Pelayan. Beliau bilang gaun itu hadiah dari Anda. Saya masih menyimpan paper bag dan catatan tulisan tangan Anda, Tuan Muda.” Namun, ketika Ariella menoleh ke nakas kecil dekat sofa, dia tidak menemukan paper bag tersebut. Padahal sebelumnya Ariella meninggalkan catatan Lucas di sana. “Bu-bukankah tadi ada di sini?” tukas
“Argh!” Malleta menjerit sambil menutup rapat handuk putih yang melingkari tubuhnya. “Apa yang kalian lakukan? Cepat pergi dari sini!” Ya, begitu mendengar gedoran pintu dan suara Peter, Malleta yang semula berbaring langsung berlagak selesai mandi. Dia tahu tak akan bisa menghindar dari sidak asisten Lucas itu. Sehingga dengan liciknya Malleta bersandiwara. “Bagaimana ini, Tuan?” tanya bawahan Peter seraya menoleh pada atasannya. Peter mendapukkan alisnya berang seraya menjawab tegas. “Masuk dan geledah kamar ini!” Mendengar titah itu, para bodyguard setia Lucas langsung menerobos ruangan. “Ti-tidak! Apa-apaan kalian ini?!” Malleta memberang keras, berupaya menahan. “Apa kalian semua buta? Aku tidak berpakaian layak dan kalian tetap masuk? Dasar, brengsek!” “Minggirlah, sebelum kami menggunakan kekerasan!” sambar salah satu Bodyguard mendorong Malleta menjauh. Kepala pelayan itu terhuyung, tapi beruntung dia langsung berpegangan nakas di sampingnya. Dengan sorot b
“Tidak! Tu-tunggu, Tuan Muda!” Malleta memberang saat dua bawahan Lucas merengkuhnya. Dia memberontak, tangannya menepis keras para lelaki itu dan buru-buru merangkak ke arah Lucas. “Apa yang kau lakukan? Cepat ikut kami pergi!” Salah satu bawahan Lucas mencekal lengan Malleta. Namun, Malleta langsung menghempasnya kasar. “Aish, lepaskan aku, sialan. Biarkan aku bicara dengan Tuan Muda!” tukasnya kembali merangkak cepat. Matanya gemetar penuh ketakutan. Dia berlutut di hadapan Lucas, lalu melanjutkan. “Tuan Muda, tolong jangan usir saya. Saya akan bilang yang sebenarnya!” Lucas pun mengangkat tangan, memberi kode pada anak buah Peter untuk berhenti. “Nyonya Beatrice!” ujar Malleta dengan suara gemetar. “Ya, Nyonya Beatrice yang menyuruh saya memberikan obat itu untuk Anda. Nyonya Beatrice juga yang meminta agar Ariella mengantar minumannya, Tuan Muda!” “Lalu?” Lucas menyahut dengan sorot dinginnya. “Heuh?” Malleta mendongak bingung. Dia berpikir sejenak, lalu berkat
“Ja-jangan pergi. Aku tidak mau sendirian, Ayah,” gumam Ariella seiring dengan genggamannya yang semakin kuat pada Lucas. Sang pria terdiam, tapi raut wajahnya berubah sulit diterka. Terlebih saat melihat air mata Ariella yang merembes dari netranya. ‘Dia bilang … Ayah? Jadi maksudmu pria bodoh yang merenggut nyawa ibuku?!’ batin Lucas mengedutkan alisnya. Mungkin bagi Ariella mending ayahnya adalah segalanya. Namun, bagi Lucas dia justru pembunuh yang pantas membusuk di neraka. Lucas tak akan pernah mengampuninya. Dia pun menepis tangan Ariella hingga cekalannya terlepas. Tanpa peduli dengan demam tinggi wanita itu, Lucas malah beranjak pergi. Hingga esok hari saat Ariella bangun, dia pun terkejut karena tiba-tiba handuk kecil jatuh dari keningnya. ‘Apa ini? Kompres?’ batinnya mengerutkan dahi dengan bingung. ‘Si-siapa yang meletakkannya?’ Manik wanita itu melayap ke sekitar ruangan, tapi dia tak menemukan siapapun. Bahkan dia juga tak mendengar suara dari kamar mand
‘Dia mau menunjukkan pada semua orang kalau dirinya sakit?!’ batin Lucas mengedutkan alisnya kesal.Chelsea mengikuti arah tatapan Lucas yang terpaku pada Ariella. Ya, pelayan itu tengah meletakkan minuman Kesehatan ke meja Richard.“Silakan, Tuan Besar,” tutur Ariella pelan.Saat itulah, Chelsea langsung berkata, “astaga, apa kau sakit? Wajahmu terlihat pucat.”Wanita itu sengaja menunjukkan perhatian, agar baik di mata Richard sekaligus tidak dicurigai jika Ariella buka suara tentang siapa yang mendorongnya ke kolam renang.“Sebaiknya kau istirahat, jangan sampai sakitmu bertambah parah. Atau pergilah ke Dokter untuk mendapatkan obat,” sambung Chelsea amat manis.Ariella menunduk sembari menimpali, “te-terima kasih, tapi saya baik-baik saja, Nona. Saya mohon permisi.”Dirinya melirik Lucas, tapi langsung menurunkan pandangan sebab sang pria hanya memampangkan wajah dinginnya. Ariella lantas pergi, dia tak ingin menimbulkan masalah lagi.“Kenapa kau peduli padanya? Bukankah terakhir k
‘Sial! Apa yang mereka lakukan padamu?!’ Lucas mencecar dalam batin.Rahangnya mengeras saat mendapati gelenyar merah merembes dari pelipis kiri Ariella. Ya, itu luka karena kecelakaan dengan Giselle sore tadi. Tak heran, Ariella terus merasa pening saat kabur dari para lelaki yang menculiknya.Dahi Lucas mengerut begitu memeriksa kening dan leher wanita tersebut. Kecemasannya membumbung menyadari Ariella juga demam. Apalagi hujan masih tak kunjung reda, wanita itu pasti kedinginan.“Ariella?” Lucas memanggil kembali, tapi wanita tersebut tak bereaksi apapun.Tanpa buang waktu, Lucas langsung merengkuh Ariella dan berniat membopongnya ala bridal style.Namun, tiba-tiba saja Bodyguard yang berada di belakang memekik, “Tuan Lucas!”Sang pemilik nama seketika berpaling saat merasakan seseorang mendekat. Benar saja, lelaki gempal yang dihajarnya habis-habisan tadi, malah meraih belatinya dan bermaksud menusuk Lucas.Beruntung Lucas segera menoleh dan sigap menahan senjata tajam itu dengan
Jatuhkan Senjatamu Dan Berlututlah! “Brengsek!” Lelaki rambut ikal itu mengumpat saat timah panas tenggelam di lengannya. Ya, tanpa diduga, dari depan seseorang menembaknya saat mengejar Ariella. Bahkan beberapa orang tampak berlari ke arahnya. “Sialan! Siapa para bajingan itu?!” cecar lelaki rambut ikal tadi. Dia buru-buru merogoh pistol dari selipan pinggangnya. Baru saja mengacungkan senjata api tersebut, sejumlah orang berjas hitam sudah mengepung. Dari bros di sisi kirinya, jelas bahwa mereka bodyguard setia Lucas. Benar, setelah mati-matian melacak posisi van hitam yang membawa Ariella, Peter akhirnya berhasil menemukan titik lokasi di kawasan danau De Forte. Dia dan beberapa bawahannya langsung melesat ke sana. Sementara Lucas sedang menyusul dari rumah sakit. “Jatuhkan senjatamu dan berlututlah!” dengus Peter saat berjalan di tengah orang-orang itu. Alih-alih menurut, lelaki rambut ikal tadi justru terkekeh sinis. Tatapannya memindai beberapa orang berjas hitam tersebut.
“Siapa kalian? Kenapa membawaku ke sini?!” Ariella mendengus dengan leher tegang.Dadanya bergemuruh was-was saat lelaki di hadapannya menyeringai sengit.“Siapa yang menyuruh kalian?!” Ariella kembali bertanya lebih waspada. “Biarkan aku pergi, maka aku akan memberikan apapun yang kalian inginkan!”Alih-alih menanggapi, lelaki gempal itu malah terkekeh.“Aish, sial! Jalang ini sangat cerewet padahal akan segera mati!” decaknya penuh tekanan.Tanpa segan dia merengkuh lengan Ariella, berniat menariknya keluar.“Lepas! Apa yang kau inginkan?!” Ariella menampik keras.Tangan yang lain segera meraih heels di sebelah kakinya, lantas mengayunkan bagian yang lancip ke bahu lelaki tersebut. Sialnya, lelaki itu bisa membaca gerakan Ariella, hingga berhasil menahan pergelangannya.“Hah?!” Iris Ariella kembali melebar.Dia hendak menarik tangannya, tapi cengkraman lelaki gempal itu amat kuat.“Brengsek! Kau pikir bisa menyerangku?!” sentak laki-laki tadi marah.Ariella merontak seraya mendecak,
‘Tidak ada?!’ batin Lucas saat tak mendapati Ariella di sana.Irisnya memindai sampai ke bangku belakang, tapi sang wanita tak nampak. Hanya ada Giselle yang kini terkulai lemas di kursi kemudi.“Luke? Kaukah itu?” tutur Giselle terdengar lemah.Gelenyar darah mengucur dari keningnya. Dia perlahan mengerjap, coba menjernihkan pandangan saat melihat wajah Lucas di luar jendela.“Luke ….” Wanita itu kembali merintih, berharap Lucas segera meraihnya.Namun, ketika membuka pintu, Lucas malah bertanya, “di mana Ariella?!”Giselle mendengarnya dengan jelas. Dan itu kian membuat emosinya meradang perih.‘Sial! Di saat aku terluka parah, bagaimana bisa kau mencari jalang itu?!’ geming Giselle menelan saliva dengan berat.“Bukankah kau bersama Ariella? Di mana dia?” Lucas terus mendesaknya.Akan tetapi Giselle tetap bungkam. Dengan keadaan ini, dirinya bisa mudah berpura-pura dungu. Bahkan detik selanjutnya dia kembali memejam selaras kesadarannya yang hilang.Lucas yang melihatnya, semakin men
‘Brengsek!’ Giselle memaki geram begitu melihat Peter keluar dari Rolls Royce hitam di sana.Terlebih saat lelaki itu membuka pintu belakang untuk Lucas. Amukan Giselle kian membengkak, menyadari Lucas bergegas meninggalkan kantor demi bertemu Ariella.‘Aku tidak akan membiarkan ini!’ batin Giselle penuh tekad.Dia lekas mengunci pintu saat Ariella hendak keluar. Disertai tatapan geram, Giselle langsung menyalakan mesin mobilnya.“Apa yang Anda lakukan? Biarkan saya keluar!” decak Ariella melirik sinis.Giselle tak menggubris. Dia justru menginjak pesal gas hingga mobilnya melesat pergi sebelum Lucas melihatnya. “Nona Giselle! Sebenarnya apa yang Anda lakukan?!” Ariella memicing geram.Namun, lawan bincangnya tetap bungkam sambil mencengkram kemudi lebih erat. Bahkan Giselle tak segan memacu mobil putihnya lebih kencang.Ariella menghela napas panjang sambil berujar, “apa Anda setakut itu Tuan Lucas memilih saya?!”“Tutup mulutmu, jalang sialan!” Giselle menyambar penuh tekanan. “Kau
“Dasar berandal! Kau tidak tau tentang itu?!” Richard mencibir sengit.Terlebih saat Lucas menatap tajam dan terkesan menuntut penjelasan, sungguh menebalkan asumsi Richard.“Katakan, Ayah!” decak Lucas kian mendesak.“Ayah bertemu Pelayan itu di rumah sakit. Dia bersama gadis kecil yang sekilas mirip denganmu!”Sahutan Richard semakin memicu Lucas tertegun.Jika ayahnya menyebut ‘pelayan’, maka jelas itu Ariella Edelred. Dan ini bertepatan dengan suara anak kecil yang Lucas dengar saat menelepon wanita tersebut. Panggilan ‘mommy’ kala itu masih terngiang jelas di telinga Lucas.‘Ariella dan Damien tidak menikah. Jika dia benar-benar punya anak, bisa saja itu darah dagingku!’ batin Lucas menyimpulkan.“Anehnya wanita itu tidak mengenali Ayah. Dia buru-buru pergi saat Ayah bertanya mengenai anak perempuannya!” Richard kembali berujar sambil menuatkan tangan. “Ayah tidak peduli tentang ibunya. Jika benar itu cucuku, dia harus kembali ke ranah keluarga Baratheon. Kau mengerti?!”Ya, sejak
“Secil! Apa yang kau katakan? Kau tidak boleh bicara begitu pada pada Ava!” Nicholas membentak marah.Dia tahu bocah perempuan dengan cardigan pink itu sangat angkuh dan sering menganggu teman-teman lain. Jika Ava menjadi targetnya juga, maka Nicholas jelas tidak terima.“Apa yang salah? Aku hanya bertanya padanya. Ava tinggal menjawab saja, punya Ayah atau tidak!” Secil berujar sambil melipat tangan dengan sombongnya.Saat itula, Laura-teman Secil yang memegang loliop juga berkata, “Secil benar. Ava saja tidak tau Papa Day. Itu aneh. Apa selama ini dia tidak pernah merayakan Papa Day di rumah?”“Ava, jangan-jangan kau memang tidak punya Ayah, ya? Mommy bilang anak yang tidak punya orang tua itu bermasalah. Dan kau sering membolos!” tutur Secil dengan sorot penuh ejekan.Dia menoleh pada temannya sambil tertawa.Ava pun melangkah lebih dekat, lalu menjelaskan, “Ava tidak membolos, tapi—”“Menjauhlah dari Secil!” sentak Laura sambil mendorong Ava.Bocah itu nyaris saja terjungkal ke bel
“Paman Damien!” Ava memanggil riang sambil berlari ke arah pria itu.“Oho! Tuan Putri Ava!” Damien pun menangkap gadis kecil itu dan menggendongnya. “Ava rajin sekali pagi-pagi sudah rapi.”Bukannya menjawab, perhatian anak perempuan itu malah terpaku pada wajah Damien yang lebam.Sambil mengerjap bingung, dia pun bertanya, “apa orang jahat memukuli Paman? Wajah Paman pasti sakit.”“Paman memang habis melawan orang jahat, tapi Paman tetap menang karena berhasil mempertahankan milik Paman,” sahut Damien disertai senyum tipis.“Jadi orang jahat itu mau mencuri barang Paman Damien?” Ava menyahut cemas.Damien melirik Ariella, alih-alih langsung menimpali pertanyaan itu.Dengan ekspresi seriusnya, Damien pun berkata, “bukan barang, tapi hal paling berharga bagi Paman!”Ariella yang sejak tadi bungkam, sungguh tak menyangka Damien akan bicara seperti itu. Bukankah Damien marah padanya?“Ava tau? Paman akan tetap melindungi hal paling berharga itu dengan semua kekuatan Paman. Paman tidak aka
“Uhh … kau sudah bangun, Luke?” Giselle mendesah pelan saat membuka mata.Dirinya menggeliat, merebahkan kepala di dada Lucas selaras dengan tangannya yang memeluk pria itu kian erat.“Aku sangat lelah. Bisakah kita tidur lebih lama?” sambung wanita itu memejamkan mata lagi.Namun, Lucas yang risih seketika bangun. Rahangnya tampak mengetat, tampak menahan amukan.“Apa yang kau lakukan di sini?!” tanyanya tanpa menoleh sedikitpun.Giselle mengerjap heran. Dirinya ikut bangun sambil merengkuh selimut untuk menutupi tubuhnya yang tanpa busana.“A-apa maksudmu, Luke? Kau tidak mungkin lupa kalau selamam kita telah bercinta ‘kan?” sahut Giselle yang lantas meraih lengan pria itu.Lucas sekejap membuang pandangan dengan tangan mengepal geram. Mau dipikir bagaimanapun, dirinya dan Giselle sangat mustahil. Sialnya dia tak bisa membantah karena tidak ingat apapun.Sang wanita menggelayut manja di lengan pria itu sembari berbisik, “apa yang kau pikirkan? Ini bukan masalah besar. Kita memang aka