Happy reading, Kakak-Kakak!
***“Kenapa mereka belum turun?” Ariella bergumam sambil meletakkan susu di meja.Ava mulai sekolah lagi hari ini, sebab itu Ariella sibuk menyiapkan sarapan. Sementara Lucas, berlagak membantu Ava siap-siap di kamar.Tapi sudah satu jam pasangan ayah dan putrinya itu tak muncul-muncul.‘Lucas benar-benar! Apa dia sedang bermain lagi dengan Ava?’ batin Ariella menerka.Ariella melirik arloji, lalu berkata, “Ava bisa terlambat. Aku harus melihat mereka!”Wanita itu akhirnya naik ke kamar sang putri. Mulutnya sudah gatal ingin mengomeli suaminya.Namun, ketika membuka pintu ruang tidur Ava, Ariella malah dibuat tercengang.“Mommy ….” Ava merengek dengan wajah tertekuk.Sang ibu mengembuskan napas panjang sambil menggeleng. Sungguh mirip dengan Ava yang tampak lelah dengan ayahnya.“Istriku, kau datang untuk memanggil kami?” tanya Lucas yang sibuk mengepang rambut Ava.Meski tampak kikuk, tapi ekspresinya sungguh serius saat menata rambut putrinya. Ya, setelah sekian lama, Lucas baru ber
“Berdirilah, Nona!” Peter mengulurkan sebelah tangan.Ya, asisten Lucas yang berniat menyusul sang tuan, tak sengaja melihat Giselle bersimpuh di tengah hujan. Giselle melirik sinis. Alih-alih meraih tangan Peter, dia malah abai dan bangkit tanpa menoleh.“Anda mau pergi dengan kaki telanjang?” ujar Peter lagi.Giselle yang hendak mangkir, kembali mengurungkan niat. Dia menunduk dan sadar telah meninggalkan mansion Diorson tanpa alas kaki. Bahkan Giselle baru tahu, gaun tidurnya terkena noda darah Belatia dari tangannya. “Sial! Apa aku tampak menyedihkan?” Giselle bergumam sengit. Dia gagal mendapatkan Lucas, sekarang malah melukai ibunya dan diusir sang ayah. ‘Tidak! Aku harus memikirkan cara lain. Harus! Aku tidak boleh kehilangan segalanya!’ sambung wanita itu dalam batin. Dirinya melangkah pergi.Tanpa diduga, Peter malah mengikuti sambil menaungkan payungnya dari belakang. Entah mengapa kali ini dia sulit mengabaikan Giselle. “Apa yang kau lakukan?!” tukas Giselle tajam. “Ap
“Hah?!” Giselle membelalak tegang. Tangannya refleks melepas genggaman belati yang kini menancap di perut Belatia. Ya, nyonya Diorson itu memang menyusul ke lantai atas setelah mendengar bunyi gaduh. Tak disangka saat masuk ruangan tersebut, sang putri malah berbuat gila. Belatia berniat menghalangi, tapi Giselle yang sudah didominasi amarah malah menusuknya. “Giselle ….” Belatia melirih sakit. Gelenyar merah merembes deras dari titik tusukan, bahkan sampai menetes ke lantai. Luka yang cukup dalam, memicu tubuh Belatia amat lemas, sampai-sampai pandangannya kabur dan pening. “Giselle!” Dia hendak meraih wanita itu. Namun, sang putri yang terkejut malah mundur, hingga Belatia nyaris ambruk. Beruntung di sebelahnya ada Lucas. Pria tersebut lekas merengkuhnya. “Bibi? Bibi mendengarku?” Lucas berujar saat Belatia mulai hilang kesadaran. “Hah … tidak! I-ibu? Aku … aku menusuk Ibu?!” Giselle masih panik sendiri. Terlebih melihat ceceran darah dan tatapan tajam Lucas. Giselle sunggu
“Akhirnya Richard mendengarkan kita. Aku yakin itu Luke, Sayang!” ujar Belatia menerka. Dia lantas turun, diikuti sang suami dari belakang. Namun, langkahnya menjadi berat saat meniti tangga terakhir. Perasaan tak senang mendominasi karena melihat Lucas datang bersama Ariella.Ya, sejak kemarin Lucas didesak sang ayah untuk mengunjungi Giselle. Pihak keluarga Diorson sudah buntu, sebab putri mereka hanya ingin bertemu Lucas. Karena itu Belatia meminta bantuan Richard. Lucas terpaksa menuruti Richard dengan syarat Ariella kembali ke mansion Baratheon sebagai istrinya. Begitu tiba di hadapan mereka, Belatia pun berkata dingin. “Kenapa harus membawa wanita ini, Luke?!”“Karena dia istri saya!” sahut Lucas tajam.“Kau ke sini untuk menenangkan Giselle. Apa sekarang mau membuat mereka bertengkar?!” Belatia menyambar lebih tegas. “Putriku keguguran. Bayimu meninggal! Tapi kau masih memelihara wanita yang—”“Hentikan ucapan Bibi!” decak Lucas meninggikan nada. “Siapapun yang menyinggung A
“Jika Ayah tetap bersikeras, bersiaplah kehilangan putra lagi!” Lucas berujar pelan, tapi setiap katanya mengandung tekanan.Ariella yang diam-diam mengikuti dan bersembunyi di balik dinding, jadi tertegun beku. Sejak kemarin dia curiga suaminya bertengkar dengan Richard. Ternyata hari ini terbukti.‘Apa maksud ucapan Lucas? Aku tidak tau akar permasalahannya, tapi mungkinkah dia berniat meninggalkan keluarga Baratheon?!’ batin Ariella menduga-duga.“Kucing ini pandai menguping!”Seketika itu Ariella tersentak mendengar sindiran Lucas yang menangkap basah dirinya.‘Aish, sial!’ batin Ariella mengedutkan alis.Sungguh memalukan. Dia begitu cepat ketahuan, tanpa sempat kabur. Berdalih pun percuma, sebab Lucas sudah menghampirinya.Pria itu semakin mengikis jarak, hingga tiba-tiba satu lengannya mengungkung Ariella yang bersandar di tembok.“Istriku, sepertinya kau tidak bisa jauh dariku!” tutur Lucas menggoda.Ariella menelan saliva dengan leher tegang, lalu bertanya, ‘kau … ada masalah
“Kau gila? Kau sudah membuatku kelelahan semalam. Minggir, sekarang aku mau mengurus Ava!” tukas Ariella berniat turun. Ya, putri mereka pasti sudah bangun dan setidaknya harus minum susu sebelum sarapan. Tak lama lagi Ava pasti mencarinya. Namun, Lucas malah mengunci jalan keluar Ariella dengan kedua lengan kekarnya.“Putri kita sudah besar. Dia tidak akan menangis jika aku meminjammu sebentar, istriku,” katanya selaras dengan alis yang naik sebelah. “Kau lebih besar dari Ava, Tuan Baratheon. Tidak mau mengalah dengan putrimu?” sahut Ariella mengangkat dagunya. Lucas bungkam, tapi tatapannya amat gemas setiap kali Ariella berani membantahnya. Terlebih bahu istrinya terkuar menggoda karena bathropenya melorot. Lucas semakin tak ingin melepasnya. “Baiklah, temani aku mandi, maka aku akan mengalah pada Ava,” tutur Lucas masih membujuk.“Cih! Kau benar-benar—”“Hah?!” Ariella tersentak saat suaminya tiba-tiba menggendongnya ala bridal style. Dia melotot seolah memarahi Lucas, tapi s