Happy reading, Kakak-kakak Sayang!
“Kemarilah, istriku,” tutur Lucas menarik Ariella duduk ke sofa. Dia lantas menyodorkan undangan ke meja. Melihat sekilas, Ariella langsung mengenali logo di bagian atasnya.“Diorson?” Ariella bertanya dengan alis mendapuk.“Diorson Gallery akan menggelar pameran seni akhir pekan depan. Bibi Belatia khusus mengundangmu sebagai rasa terima kasih telah mendonorkan darah,” balas Lucas yang duduk di sebelah Ariella. “Kabarnya Profesor Adamantie Oran akan hadir.”Dia lantas menggenggam tangan istrinya seraya melanjutkan. “Aku tahu kau tidak nyaman dengan keluarga Diorson. Aku tidak memaksamu pergi, istriku.” Ariella bungkam. Terakhir kali berhadapan dengan mereka, telah terjadi masalah serius. Sebab itu dia ingin menjaga jarak. Namun, jika di kesempatan itu bisa bertemu master seniman hebat, akankah Ariella melepasnya?“Apa aku terlihat picik kalau pergi hanya untuk bertemu Profesor Adamantie Oran?” ujar Ariella sambil menatap suaminya. Alih-alih menjelaskan, Lucas malah menyeringai tip
“Tuan Peter sudah bertemu dalang yang sebenarnya!” tukas Halley menyodorkan ponselnya.Tatapan Lucas berubah dingin mengamati foto sang asisten dengan wanita berjubah hitam. Selama ini Peter tak pernah mengecewakannya. Hal sekecil apapun, Peter tidak berani berdusta.Lalu apa tujuan Peter membohonginya?“Kau melihat wajah orang ini?!” Lucas bertanya tajam.“Tidak, tapi aku yakin dia seorang wanita!” sahut Halley dengan rahangnya yang mengeras.Ya, dirinya amat kesal karena malam itu tidak mengenali rupa Giselle. Lucas pun tak bisa menerka karena foto itu tak memperlihatkan sisi wajah Giselle.Lucas menaikkan lirikan pada Halley sambil berujar, “kenapa kau menunjukkan ini padaku?”“Apa maksudnya kenapa? Tentu saja karena Ariella—”Halley seketika menelan ucapannya lagi saat menyadari perubahan ekspresi kaku Lucas. Mau seberapa dekat hubungan Halley dan Ariella, sekarang dia tak berhak memanggil sembarangan.“Mohon maaf, Tuan. Bukankah dia menyerang Nyonya Ariella? Saya yakin, dia pantas
*** “Halley, haruskah kita membantunya?” P7 bertanya cemas. Sang lawan bincang mengepulkan asap rokok, lantas menjawab, “dia bilang mau pergi sendiri.”Di malam berikutnya, para bodyguard Baratheon berencana menangkap bos, di balik lelaki gondrong yang mereka sekap. Tak banyak anggota yang diminta ikut. Dan itu membuat P7 resah. “Bajingan itu cukup berbahaya. Bukankah lebih baik kita kepung bersama? Aku heran, kenapa Tuan—”“P7! Diamlah dan rawat saja lukamu. Kita cukup dengarkan perintah!” sahut Halley sengaja memangkas. “Aish, kenapa kau jadi pengecut seperti ini?” P7 mencibir penuh sindiran. “Bajingan itu hampir membunuh Nyonya Ariella dan Nona Ava. Aku yakin dalang di balik semua ini bukan orang sembarangan!”“Tunggu! Kau bilang … Ariella? Ja-jadi Ariella masih hidup?!” Halley menimpali dengan tatapan tajam.Lawan bincangnya mengernyit, lalu menyahut, “hei, jaga bicaramu! Panggil dia Nyonya! Dia istri Tuan Lucas. Bahkan mereka sudah punya putri, Nona Ava!”Halley seketika bungk
“Menunduk!” P7 memekik kencang.Dia dan rekannya yang berada di kursi kemudi seketika membungkuk, hingga peluru yang dilesatkan target mengenai jendela mobil.“Brengsek!” decak P7 penuh amukan.Dia mengernyit saat lengannya terkena pecahan kaca. Mungkin kulitnya sobek, tapi dia tak menghiraukan.“Si brengsek itu kabur!” P9 berujar sambil bergegas keluar.P7 mengikuti, tapi sialnya lalu lintas cukup padat, membuat mereka kesulitan menyeberang ke area apotek terbuat.P9 memicing saat menyadari target mereka lari ke gang sempit. “Senior, dia ke sana!”“Kejar! Jangan sampai lolos!” sahut P7 nekat menerobos jalan raya.Mereka buru-buru menyeberang, tapi detik berikutnya suara klakson terdengar keras. Nyaris saja P9 tertabrak mobil. Beruntung P7 tetap siaga dan berhasil menahan lengannya.“Minggirlah, sialan! Apa kalian mau mati?!” Seorang sopir taksi mengumpat dari mobil yang hampir menabrak tadi.P7 membungkuk dan lantas menarik rekannya ke seberang jalan.Di sela langkah, P7 menekan earpi
***“Kenapa mereka belum turun?” Ariella bergumam sambil meletakkan susu di meja.Ava mulai sekolah lagi hari ini, sebab itu Ariella sibuk menyiapkan sarapan. Sementara Lucas, berlagak membantu Ava siap-siap di kamar.Tapi sudah satu jam pasangan ayah dan putrinya itu tak muncul-muncul.‘Lucas benar-benar! Apa dia sedang bermain lagi dengan Ava?’ batin Ariella menerka.Ariella melirik arloji, lalu berkata, “Ava bisa terlambat. Aku harus melihat mereka!”Wanita itu akhirnya naik ke kamar sang putri. Mulutnya sudah gatal ingin mengomeli suaminya.Namun, ketika membuka pintu ruang tidur Ava, Ariella malah dibuat tercengang.“Mommy ….” Ava merengek dengan wajah tertekuk.Sang ibu mengembuskan napas panjang sambil menggeleng. Sungguh mirip dengan Ava yang tampak lelah dengan ayahnya.“Istriku, kau datang untuk memanggil kami?” tanya Lucas yang sibuk mengepang rambut Ava.Meski tampak kikuk, tapi ekspresinya sungguh serius saat menata rambut putrinya. Ya, setelah sekian lama, Lucas baru bers
“Berdirilah, Nona!” Peter mengulurkan sebelah tangan.Ya, asisten Lucas yang berniat menyusul sang tuan, tak sengaja melihat Giselle bersimpuh di tengah hujan. Giselle melirik sinis. Alih-alih meraih tangan Peter, dia malah abai dan bangkit tanpa menoleh.“Anda mau pergi dengan kaki telanjang?” ujar Peter lagi.Giselle yang hendak mangkir, kembali mengurungkan niat. Dia menunduk dan sadar telah meninggalkan mansion Diorson tanpa alas kaki. Bahkan Giselle baru tahu, gaun tidurnya terkena noda darah Belatia dari tangannya. “Sial! Apa aku tampak menyedihkan?” Giselle bergumam sengit. Dia gagal mendapatkan Lucas, sekarang malah melukai ibunya dan diusir sang ayah. ‘Tidak! Aku harus memikirkan cara lain. Harus! Aku tidak boleh kehilangan segalanya!’ sambung wanita itu dalam batin. Dirinya melangkah pergi.Tanpa diduga, Peter malah mengikuti sambil menaungkan payungnya dari belakang. Entah mengapa kali ini dia sulit mengabaikan Giselle. “Apa yang kau lakukan?!” tukas Giselle tajam. “Ap