“Apa kau tidak punya mata?!” Pelayan yang menyenggol Ariella tadi langsung mencaci.
Alih-alih menanggapi, Ariella justru cemas dengan gaun pengantinnya.Tidak mungkin dia muncul dengan penampilan kacau. Sudah pasti akan jadi penghinaan bagi keluarga Baratheon.
“Ba-bagaimana ini?” gumam Ariella yang berusaha mengelapnya dengan tangan.
Bukannya ikut khawatir, rekan pelayan tadi malah mendorong bahu Ariella dengan kasar.
“Dasar pelacur! Minta maaflah. Kau sudah menghancurkan semua minuman untuk tamu!” cecarnya kesal.
“Kau yang menabrakku dan mengotori gaunnya. Kenapa malah—”
“Aish, sial!” sahut Pelayan tadi mengumpat geram. “Apa sekarang kau pamer karena akan menikahi Tuan Muda Lucas? Ariella, kami semua tahu kau hanya menjebak Tuan Muda. Kau pasti puas karena berhasil tidur dengannya, bahkan menikahinya hari ini.”
“Aku tidak menjebak Tuan Muda, tapi—”
“Tutup mulutmu, dasar pelacur! Kau pikir orang-orang akan percaya omong kosongmu? Kau benar-benar membuatku merinding!” sambar Pelayan tadi sebelum ucapan Ariella usai.
Mendapati cara pandang orang lain terhadapnya, sungguh membuat Ariella sesak. Mengapa orang yang tidak tahu apapun malah menilainya sesuka hati?
Saat itulah, Peter datang dari arah berlawanan. Alisnya menyatu, tampak kesal karena Ariella tak kunjung muncul.
“Upacara pernikahan sudah dimulai. Masuklah altar sekarang!” tukasnya.
Namun, saat menyadari gaun Ariella yang ketumpahan anggur merah, Peter langsung memijit pelipisnya yang pening.
“Kenapa gaun pengantinnya jadi seperti ini?!” Peter bertanya sambil menghela napas lelah.
Melihat Ariella bungkam, sungguh membuat Peter kesal. Meski mungkin pelayan di sebelah Ariella yang bersalah, tapi Peter tak ada waktu untuk mencari siapa pelaku yang harus disalahkan.
‘Hah … bagaimana bisa wanita sepertinya bersanding dengan Tuan Muda? Dia bahkan tidak bisa menjaga diri sendiri. Dia pasti akan menjadi aib dan menghalangi jalan Tuan Muda,’ batin Peter mengerutkan dahi.
“Maaf, saya akan membersihkan gaun ini dulu,” tutur Ariella buka suara.
Namun, saat dirinya hendak mangkir, Peter lebih dulu mencekal tangannya.
“Kau mau membuat semua orang menunggumu mencuci gaun?!” sentak lelaki itu. “Cepat ikuti aku. Kita sudah kehabisan waktu!”
Dia mengalihkan pandangan tajamnya pada Pelayan tadi, lalu berujar, “bereskan ini!”
“Ba-baik, Tuan Peter,” sahut si Pelayan menahan kesal.
Peter langsung menyeret Ariella. Wanita tersebut melangkah dengan tunggang langgang sambil mengangkat rok gaunnya yang mengembang.
Begitu tiba di depan gerbang aula pernikahan, Peter pun berbalik menghadap Ariella.
“Tutupi wajahmu dengan tudung pengantin itu. Publik tidak boleh mengetahui wajahmu yang hanya akan menjadi istri Tuan Muda Lucas selama satu tahun!” Peter bicara dengan sorot tegas.
Ya, meskipun tidak dengan Giselle, tapi pada dasarnya masyarakat mengetahui bahwa Lucas menikahi putri keluarga Diorson. Bahkan kedua orang tua Giselle juga datang ke resepsi itu demi menjaga nama baik masing-masing keluarga di muka umum.
Saat pintu terbuka, semua perhatian seketika tertuju pada Ariella. Namun, orang-orang yang hadir malah membelalak heran karena gaun putih pengantin wanita terkena noda merah. Mereka tak hentinya bergunjing, sebab dari awal pernikahan ini sangat janggal.
“Hah! Apa-apaan Pelayan rendahan itu? Bagaimana bisa dia muncul di altar dengan gaun seperti itu?!” Beatrice mencecar pelan di sebelah Richard. “Lihatlah, Sayang. Apa dia sengaja ingin menghancurkan pernikahan ini? Dasar tidak tahu malu!”
Berjalan sendirian di altar saja sudah membuatnya terlihat menyedihkan. Padahal harusnya ini menjadi momen anak perempuan dan ayahnya yang bahagia. Tapi Ariella malah merasa berjalan di lapisan es tipis yang rawan hancur.
Bahkan ketika sampai di ujung, Lucas yang harusnya menyambut penuh cinta, malah menatapnya tanpa ekspresi. Wajah dinginnya yang bungkam, justru semakin membuat Ariella tertekan.
Sungguh, sepanjang acara itu, Ariella hanya menjadi bahan cemooh. Lucas yang baru saja memasang cincin dan mengucap janji suci, langsung menghindarinya seolah Ariella membawa wabah.
Hingga malam harinya, Ariella yang lelah ingin langsung beristirahat di kamar, sebab dia yakin Lucas tidak menginginkan adanya malam pertama.
Begitu tiba di kamar pelayan, Ariella pun tertegun melihat teman satu kamar melempar barang-barangnya dengan kasar.
“A-apa yang kau lakukan?” Ariella bertanya bingung.
“Hah?!” Giselle membelalak tegang.Tangannya refleks melepas genggaman belati yang kini menancap di perut Belatia.Ya, nyonya Diorson itu memang menyusul ke lantai atas setelah mendengar bunyi gaduh. Tak disangka saat masuk ruangan tersebut, sang putri malah berbuat gila. Belatia berniat menghalangi, tapi Giselle yang sudah didominasi amarah malah menusuknya.“Giselle ….” Belatia melirih sakit.Gelenyar merah merembes deras dari titik tusukan, bahkan sampai menetes ke lantai. Luka yang cukup dalam, memicu tubuh Belatia amat lemas, sampai-sampai pandangannya kabur dan pening.“Giselle!” Dia hendak meraih wanita itu.Namun, sang putri yang terkejut malah mundur, hingga Belatia nyaris ambruk.Beruntung di sebelahnya ada Lucas. Pria tersebut lekas merengkuhnya.“Bibi? Bibi mendengarku?” Lucas berujar saat Belatia mulai hilang kesadaran.“Hah … tidak! I-ibu? Aku … aku menusuk Ibu?!” Giselle masih panik sendiri.Terlebih melihat ceceran darah dan tatapan tajam Lucas. Giselle sungguh tak sad
“Akhirnya Richard mendengarkan kita. Aku yakin itu Luke, Sayang!” ujar Belatia menerka. Dia lantas turun, diikuti sang suami dari belakang. Namun, langkahnya menjadi berat saat meniti tangga terakhir. Perasaan tak senang mendominasi karena melihat Lucas datang bersama Ariella.Ya, sejak kemarin Lucas didesak sang ayah untuk mengunjungi Giselle. Pihak keluarga Diorson sudah buntu, sebab putri mereka hanya ingin bertemu Lucas. Karena itu Belatia meminta bantuan Richard. Lucas terpaksa menuruti Richard dengan syarat Ariella kembali ke mansion Baratheon sebagai istrinya. Begitu tiba di hadapan mereka, Belatia pun berkata dingin. “Kenapa harus membawa wanita ini, Luke?!”“Karena dia istri saya!” sahut Lucas tajam.“Kau ke sini untuk menenangkan Giselle. Apa sekarang mau membuat mereka bertengkar?!” Belatia menyambar lebih tegas. “Putriku keguguran. Bayimu meninggal! Tapi kau masih memelihara wanita yang—”“Hentikan ucapan Bibi!” decak Lucas meninggikan nada. “Siapapun yang menyinggung
“Jika Ayah tetap bersikeras, bersiaplah kehilangan putra lagi!” Lucas berujar pelan, tapi setiap katanya mengandung tekanan.Ariella yang diam-diam mengikuti dan bersembunyi di balik dinding, jadi tertegun beku. Sejak kemarin dia curiga suaminya bertengkar dengan Richard. Ternyata hari ini terbukti.‘Apa maksud ucapan Lucas? Aku tidak tau akar permasalahannya, tapi mungkinkah dia berniat meninggalkan keluarga Baratheon?!’ batin Ariella menduga-duga.“Kucing ini pandai menguping!”Seketika itu Ariella tersentak mendengar sindiran Lucas yang menangkap basah dirinya.‘Aish, sial!’ batin Ariella mengedutkan alis.Sungguh memalukan. Dia begitu cepat ketahuan, tanpa sempat kabur. Berdalih pun percuma, sebab Lucas sudah menghampirinya.Pria itu semakin mengikis jarak, hingga tiba-tiba satu lengannya mengungkung Ariella yang bersandar di tembok.“Istriku, sepertinya kau tidak bisa jauh dariku!” tutur Lucas menggoda.Ariella menelan saliva dengan leher tegang, lalu bertanya, ‘kau … ada masalah
“Kau gila? Kau sudah membuatku kelelahan semalam. Minggir, sekarang aku mau mengurus Ava!” tukas Ariella berniat turun. Ya, putri mereka pasti sudah bangun dan setidaknya harus minum susu sebelum sarapan. Tak lama lagi Ava pasti mencarinya. Namun, Lucas malah mengunci jalan keluar Ariella dengan kedua lengan kekarnya.“Putri kita sudah besar. Dia tidak akan menangis jika aku meminjammu sebentar, istriku,” katanya selaras dengan alis yang naik sebelah. “Kau lebih besar dari Ava, Tuan Baratheon. Tidak mau mengalah dengan putrimu?” sahut Ariella mengangkat dagunya. Lucas bungkam, tapi tatapannya amat gemas setiap kali Ariella berani membantahnya. Terlebih bahu istrinya terkuar menggoda karena bathropenya melorot. Lucas semakin tak ingin melepasnya. “Baiklah, temani aku mandi, maka aku akan mengalah pada Ava,” tutur Lucas masih membujuk.“Cih! Kau benar-benar—”“Hah?!” Ariella tersentak saat suaminya tiba-tiba menggendongnya ala bridal style. Dia melotot seolah memarahi Lucas, tapi s
“Kau?!” Ariella hendak berbalik.Namun, sang pria kian mendekap erat saat tubuhnya ingin memberontak. Tangannya merayapi pinggang Ariella, selaras dagu yang turun di bahu wanita tersebut.Disertai napas tertahan, Ariella memanggil. “Lucas—”“Tetaplah seperti ini. Aku mohon, sebentar saja,” bisik sang suami memejamkan mata. Napas hangatnya menyebar di sekitar leher sang istri, sungguh memecah rasa was-was yang awalnya mengejutkan. “Wangi. Aku sangat menyukai aroma tubuhmu, istriku. Hah … aku dalam bahaya. Padahal baru sehari tidak bertemu, tapi aku sudah merindukanmu,” sambung pria itu terdengar manja.“Aku pikir kau tidak akan kembali!” tukas Ariella sambil menggenggam erat piyama yang menjuntai.Mendengar itu, senyum tipis Lucas terkuar. Kepalanya mendesak ke samping leher Ariella, seakan mencari kehangatan. “Hei, kau tidur?” Ariella mengernyit saat melirik ke samping.Sejak tadi dia samar-samar mencium bau alkohol. Tidak bertanya pun Ariella tahu, bahwa Lucas habis minum-minum. ‘
Ariella berdehem kikuk, lantas berujar, “Mommy akan lihat ke depan.”“Itu Peter!” ujar Lucas yang seketika membuat Ariella mengurungkan niat. Pria tersebut bangkit dari kursi, sambil mengikat piyamanya dengan benar. “Ava tunggu di sini bersama Mommy. Daddy akan menemui Paman Peter,” sambung Lucas membelai kepala putrinya. Ava pun mengangguk. “Baiklah, Daddy. Ajak Paman Peter sarapan bersama kita juga.”Begitu Lucas mangkir, Ava kembali menoleh pada ibunya. “Mommy, kenapa Paman Damien tidak mengunjungi kita? Paman tidak tahu rumah baru kita, ya? Apa Ava telepon dulu agar Paman Damien dan Bibi Jane bisa main ke rumah kita?” tanyanya polos.Ariella bungkam sejenak. Dia tak tahu harus bagaimana menjelaskan hubungannya keluarga Rudwick sekarang. Pasalnya Ava sudah tinggal bersama mereka sejak bayi. Tentu saja Ava menganggap Damien dan Jane, sebagai keluarga.“Mommy?” tukas Ava memecah lamunan ibunya. Ariella tersenyum tipis, lalu berkata, “Paman Damien dan Bibi Jane sedang sibuk dengan