Share

Gadis Gaun Merah

Steve berjalan masuk ke dalam ruangan, diikuti oleh Damian. Mereka mengambil posisi paling pinggir, karena posisi depan sepertinya sudah diisi oleh orang lain.

Di depan mereka sebuah panggung yang memanjang. Posisi panggung memiliki posisi lebih tinggi dari tempat mereka duduk. Di atas panggung ada lima buah tiang yang menjulang dan berkilat bisu. 

Di ujung panggung, seseorang sedang memainkan musik menggunakan grand piano, sesuatu yang tidak umum ditempat tersebut. Dihadapan piano ada sebuah tirai yang menutup, sepertinya merupakan tempat untuk keluar, atau mungkin untuk tempat untuk masuk para penari yang sudah beraksi.

Damian tahu tempat apa itu. Itu adalah tempat bagi penari striptis, atau sebutan lainnya penari telanjang di tiang. 

"Kukira apa, ternyata penari tiang," bisik Damian pada Steve.

Steve menoleh ke arah Damian, mengulas senyum, "gue tahu elo khatam yang beginian, tapi gue jamin, yang ini beda," ucap Steve sambil menjilat bibirnya yang terasa kering.

"Apanya yang beda?"

Steve menatap sekilas ke arah kawannya itu. Kadang Steve sering jengkel dengan tindakan dan kata-kata Damian yang tidak sabar.

"Lu liat aja deh, gue juga penasaran," ucap Steve yang kemudian perhatikan nya teralihkan karena bunyi denting piano yang awalnya tenang menjadi lebih intens.

Lalu, dari samping panggung keluarlah dua wanita yang menggunakan pakaian two piece yang demikian minim. Kedua perempuan itu melenggok lenggokkan pinggangnya mengoda.

Dua perempuan itu berjalan menuju depan panggung, mengikuti irama musik dari piano yang mulai memainkan musik klasik dengan tempo cepat. Mengiringi dua orang yang menari di atas panggung yang mulai membuka kancing baju bagian depannya.

Para penonton tampak mulai maju, terlihat mereka menatap para penari dari bawah dengan mata menginginkan. Namun, mereka tidak diperbolehkan menjamah penari. Di sudut sisi yang agak gelap, terlihat empat pasang mata mengawasi tamu yang mulai bertindak berlebihan.

Penari pertama, dengan rambut pendeknya beraksi. Dia sudah berhasil melepas kancing bajunya dan melemparnya ke atas panggung. Tampak pakaian dalam minimalis berwarna hitam menggoda. Penari kedua, yang sedang memeluk tiang sudah melepaskan pakaian atasnya dan kini sedang melepaskan kait pakaian dalamnya.

Suara musik menghentak.

Damian mengamati pertunjukan itu dengan santai. Kalau Melihat bagaimana penari itu meliuk dan melepaskan pakaiannya, itu adalah hal biasa. Namun, melakukan tarian ditemani musik klasik yang diaransemen sesuka hati oleh pianis di atas panggung, rasanya itu yang membuat tempat ini menjadi punya nilai.

Kini penari ke dua sudah berhasil menari sambil membusungkan dadanya yang sudah bebas. Dua benda indah berwarna putih mencuat dan berkilat. Dua buah dada itu ikut bergoyang dengan gerakan sang penari.

Penari pertama, kini sedang melucuti bagian roknya, membuat lelaki yang duduk paling depan bersuit. 

Mata Steve tampak terpaku, menatapi tubuh indah yang meliuk dengan mengoda.

Lalu, dari sisi panggung dekat dengan Damian muncul lagi dua penari tambahan. Penari yang muncul masih memakai pakaian yang sama dengan penari sebelumnya. Kedua penari yang baru muncul itu segera mengambil posisi. Kakinya dilebarkan, pinggulnya di naik turunnya dengan penuh gairah.

Kedua penari berikutnya pun melucuti pakaiannya seperti dua penari sebelumnya. Mula-mula bagian bajunya yang sudah super minim. Dari balik baju itu pakaian dalam mereka terbuka. Dengan kondisi hanya mengenakan pakaian dalam dan rok super mini, dua penari itu melenggok lenggok di ujung panggung.

Salah satu penari sempat bertemu pandang dengan Damian. Sang penari tersenyum, lalu dia membuka pakaian dalamnya dan memperlihatkan lekuk dadanya yang indah yang mulai terbuka dan merekah.

Dua perempuan yang sudah lebih dulu muncul itu sudah melucuti celana dalamnya. Mereka meliuk tanpa mengenakan apapun. Bergerak memeluk tiang, memutar pinggul.

Suara lantunan musik semakin intens, begitu merdu dan menggoda hati. Liukkan sang penari pun semakin bersemangat, seperti kembang api yang meledak di mana-mana.

Satu penari yang sempat beradu tatap dengan Damian mendadak turun dari panggung. Lalu, menggoyangkan pinggulnya dan berjalan dengan anggun. Perempuan itu bernama Laila, sepertinya dia tertarik pada Damian.

Aturan penari tiang di tempat itu sama dengan aturan yang lainnya. Boleh dilihat, tidak boleh disentuh. Para penari boleh menyentuh pelanggan, namun pelanggan tidak boleh menyentuh mereka.

Laila mendekat ke arah Damian, berputar satu kali di meja pemuda itu, menyentuh dagu Steve yang matanya sudah kelayapan menatapi bagian bagian tubuh Laila.

Lalu, Laila duduk dipangkuan Damian, menggesek pada pahanya hingga menyentuh pusaka Damian.

Laila mengedipkan mata pada Damian sebelum dia pengangkat tangannya dan mulai meliukkan tubuhnya, membuka tangannya dan memperlihatkan dadanya yang putih berkilat.

Steve memandang ke arah Damian, merasa sedikit iri. Damian hanya memandangi tubuh perempuan itu, menikmati pemandangan dihadapannya, toh dia datang ke tempat ini untuk melihat mereka semua melakukan performance. Apapun bentuknya. Kalau mereka menghampiri dan menyentuhnya sesuka hati, itu bonus.

Lalu Laila mengedip ke arah Damian, kemudian dia berdiri dari pangkuan Damian, memutari Damian sekali lalu berjalan pergi.

Steve yang melihat itu langsung mendekat ke arah Damian dengan semangat, "Hai, dia ngasih kode tuh!" Bisik Steve.

"Kode apa?"

"Dia pengen elu booking" jelas Steve dengan suara sedikit jengkel pada Damian, sok pura pura tidak tahu.

Damian tersenyum. Gadis penari tiang, mereka memang tidak dapat disentuh di ruangan ini, tapi bisa memberikan pelayanan khusus ditempat lain. Tinggal bagaimana negosiasinya.

Lalu, empat penari yang melenggak lenggok di atas panggung itu mengambil tiangnya masing masing. Kemudian, sinar lampu menyoroti sisi panggung tempat keluarnya para penari.

Suara lantunan piano perlahan tenang, lalu kemudian sibuk kembali dengan dentingan yang lebih intens.

Dari Sorotan sinar yang mengarah di sisi panggung, dimana para penari keluar. Muncul seorang gadis, mengenakan gaun merah panjang semata kaki, dengan belahan sampai ke paha. Gadis itu berputar memegang gaunnya yang melebar dan menggerakkannya kiri dan kanan.

Perempuan yang mengunakan hak tinggi itu mengetuk ngetuk lantai panggung, mengikuti irama piano.

Damian terperangah ketika melihat gadis yang baru muncul. Perempuan yang membuat hatinya mendendam, juga merindu. Perempuan yang dengan tegas menolak untuk menemaninya sepanjang malam.

Gadis itu, berdiri di atas panggung, menari dengan gaun merah menyala yang senada dengan warna rambutnya. Dia terlihat bersemangat, menari di atas panggung penari tiang. 

Lalu, gadis itu berdiri di tengah panggung, menari mengangkat tangannya, menepuk tiang, mengangkat kakinya sedikit. Lalu setelahnya, dia membuka gaunnya yang hanya disampirkan di pundak. Pakaian itu melorot ke bawah, memperlihatkan lekuk sempurna berwarna indah.

Damian meneguk ludah, tubuh itu seperti dalam ingatannya. 

Perempuan yang di atas panggung itu adalah Anggela.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status