Home / Romansa / Hasrat Tuan Pengacara / Terperangkap Pesona

Share

Terperangkap Pesona

Author: Capung
last update Last Updated: 2023-08-23 19:59:31

Damian menengok ke arah Steve yang terlihat terpesona dengan cara penampilan Anggela yang tidak biasa. Muncul dengan gaun lebar, lalu melepasnya dengan drastis, seperti sulap. Gadis itu membuat banyak lelaki terpukau dengan performance nya yang spektakuler.

Kini Anggela menari ditengah para penari lain. Gadis itu menaikkan pinggulnya, meninggikan dagunya, dan meliuk ke bawah ke atas.

Empat gadis lainnya melakukan hal serupa, meliuk dengan gerakan sama, menciptakan harmoni indah para wanita penari tiang. Dilantuni dengan denting piano yang naik dan tinggi, mengikuti gerakan penari yang kadang perlahan, kadang cepat.

"Penampilan yang epik," bisik Steve menengok ke arah Damian. "Aku suka perempuan berambut merah itu!"

Damian merasa ada api yang membakar hatinya, seperti sebuah perasaan cemburu. Dia tidak menyukai Anggela menunjukkan keelokan tubuhnya dihadapannya para lelaki mata keranjang ini.

Namun, memangnya siapa Damian. Dia pun sama, penikmat surga dunia.

Steve yang tidak menyadari perasaan kawan satu tim bandelnya ini langsung menyeret bangku mendekat ke arah Damian.

"Bisa nggak gue booking cewek itu, si rambut merah?" Bisiknya pada Damian.

Damian lalu balas berkata, "lu tau, dia itu si gadis 1000 dolar." 

"What?!" Steve melotot. Dia memandang gadis di atas panggung yang masih Melenggang melenggok.

"Lu bisa pesenin VIP untuk booking dia atau tidak?" tanya Damian akhirnya.

"Pesenin dia?" Steve menunjukkan dengan jempolnya ke arah Anggela.

"Iya."

"Oke bos." Steve memberi hormat seperti hormat kepolisian. Lalu dia pergi menghilangkan diantara keremangan.

Denting piano mulai melemah, lalu perlahan semakin pelan, dan kemudian berakhir.

Lampu sorot yang semula berada di atas panggung kini beralih menyoroti pemain piano di atas pentas. Seorang lelaki dengan wajah tampan berdiri, memberi hormat dengan mengangguk.

Damian menatap lelaki diatas panggung. sesuatu yang tidak biasa di tempat penari tiang seorang memberi hormat dalam bermain piano.

Mungkin inilah sebabnya Steve bilang tempat ini istimewa. Musik yang ditampilkan murni dari seorang pianis, yang mampu membawakan lagu klasik dengan aransemen menarik.

Damian melihat para penari mulai memunguti pakaian mereka di atas panggung dan berjalan menuju arah grand piano. Disebelah grand piano, ada tirai, dan para penari berbalik menuju tirai tersebut.

Steve datang membisikkan sesuatu pada Damian, Damian berjalan mengikuti Steve. Di tengah lorong, mereka bertemu seorang perempuan, bernama Ratna. 

"Dam, kenalin, ini mba Ratna, dia supervisor disini."

Damian menyalami perempuan tersebut dan menyebutkan nama, perempuan itu lalu bertanya, "Apa anda yang ingin memesan VIP dengan Anggela?" tanya Ratna pada Damian.

"Ya, dia. Saya ingin memesannya," ucap Damian.

"Anggela bukan penari tetap kami Pak. Sebenarnya selain pak Damian, sudah banyak yang memesan dia, dan Anggela menolak." Jawab Ratna menerangkan.

"Lalu, bagaimana agar saya bisa berjumpa dengan Anggela?" Damian bertanya dengan nada panik. Padahal dia yakin sudah bisa memegang ekor gadis itu, tapi ternyata tidak begitu. Gadis itu demikian lincah berlari.

"Kalau itu maaf, pak Damian bisa datang lagi besok, dia masih menari di sini." Terang Ratna.

"Saya bayar lima ribu dolar, tolong datangkan gadis itu ke ruang VIP!" Damian langsung menyebut angka.

Steve agak terkejut melihat kawannya terkesan terburu-buru.

Ratna menelan ludah, lidahnya langsung menjilat bibirnya sendiri. Uang yang demikian banyak. "Saya akan coba tanyakan pada anaknya ya pak Damian, tapi saya tidak janji." Ucap Ratna yang langsung pamit.

Steve mendekat ke arah Damian, berbisik dengan nada menasehati, "Bro, lu enggak perlu begitu banget. Kita tetap bisa pesan gadis yang menari tadi di ruang VIP, bisa dipakai juga. Ngapain buang-buang uang karena gadis 1000 dolar itu? Itu, ada cewek yang rambutnya keriting kan, yang nari-nari di paha elo, dia bisa dipanggil."

Damian hanya menggerakkan rahangnya. Dia memang sudah setengah gila, melakukan tindakan yang tidak semestinya. Padahal dia sudah sering bermain wanita, tapi terhadap perempuan satu ini dia sungguh penasaran. Sikap angkuhnya, sikap manisnya, lalu seolah uang terlihat tidak berharga. Damian merasa penasaran, obsesi aneh yang sudah menjalarinya sejak dia pulang dari Garut.

Tidak beberapa lama, Ratna datang. Perempuan bertubuh sintal namun bayangan usia sudah mulai terlihat dari cara berjalannya. Perempuan itu mendekat, tersenyum dengan tulus. "Maaf sekali pak Damian, dia tidak ingin bertemu atau menerima tamu VIP. Seperti sudah saya bilang, Anggela itu perempuan penari tamu, bukan pekerja tetap disini. Besok masih ada jadwal manggung dia, pak Damian bisa datang dan menonton." Terang Ratna, lalu kemudian perempuan itu pamit.

Damian mengepalkan tangannya, lalu dengan cepat dia menyentuh pundak Ratna sebelum perempuan itu pergi, "Mba, apa saya tidak bisa bicara dengannya?"

Ratna menggerakkan bahunya, isyarat agar Damian melepaskan tangannya. Perempuan itu tersenyum, dengan senyuman bisnis kali ini, "maaf sekali pak Damian, Anggela sudah pergi. Saya juga harus memberi tahu pada pelanggan lain yang meminta hal sama seperti bapak." Terang Ratna.

Mendengar hal itu, Damian merasa seperti ada sesuatu yang lepas, dan perasaan itu tidak nyaman. 

Steve ingin memanggil Ratna kembali, namun melihat raut wajah Damian yang kecewa, dia mengurungkan niatnya.

"Jadi gimana?" Tanya Steve berharap kawannya itu mau melanjutkan intim intim di ruang VIP.

"Kita pulang aja."

"Lho, bro. Gimana acara senang-senangnya?"

Damian mengangkat bahu lalu beranjak pergi. Steve berjalan mengikuti walau dia masih melirik lirik di belakang. Tadi ada penari yang diincarnya, tapi mood kawannya itu sedang buruk dan Steve tidak ingin menambahi perasaan kawannya itu menjadi lebih buruk.

Mereka keluar dan kembali ke dalam mobil, Steve sudah bersiap memakai sabuk pengaman ketika Damian berujar, "lu besok bisa kesini lagi nggak?"

"Hah?"

"Besok."

"Ya, bisa aja sih. Kenapa? Lu masih penasaran dengan perempuan bernama Anggela itu?"

Damian diam. Benar, dia sangat sangat penasaran. 

Steve menyalakan kunci mobil, lalu memajukan perseling, "jujur aja, dia cantik banget. Gue mau kencan sama tuh cewek. Gue rasa yang langsung tergila gila ngeliat bodynya bukan hanya lu doang. Buktinya tadi si Ratna itu bilang banyak yang minta VIP sama tuh cewek."

Damian mendecakkan lidah, lalu kemudian menatap ke depan. Perlahan mobil itu berjalan keluar dari parkiran. Ketika mobil menyusuri lorong menuju jalan keluar dari arah kiri sebuah mobil sedan berwarna merah keluar. Hampir saja hidung mobil Steve dan sedan itu bertabrakan.

Steve menengokkan kepala dari jendela mobil melihat ke arah mobil sedan merah itu. Pintu sedan terbuka dan keluarlah seorang wanita mengenakan gaun merah dengan belahan sepaha.

Mata Damian melebar ketika melihat sosok bergaun merah dengan rambut berwarna senada dengan pakaiannya. Dia Anggela, perempuan yang menjadi obsesi baru Damian.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Hasrat Tuan Pengacara   Dua Lelaki

    Ketika SMA, Damian dan Rama punya tempat tongkrongan unik disebuah warung kecil untuk makan mie instan dan makan bubur kacang ijo. Tempatnya sedikit mojok, terpencil dan privasi, tapi kalau jam makan pagi sama malam ramainya minta ampun. Tempat tesebut sudah menjadi favorit kedua sahabat tersebut.Rama memilih jam makan siang karena tempat itu kerap sepi di jam tersebut. Jadi ketika dia datang, tidak banyak yang memperhatikan.Damian sendiri memilih bersalin baju untuk bertemu dengan Rama. Tempat pertemuan mereka bukan untuk orang orang yang terbiasa mengenakan jas, jadi pemuda itu menyalin bajunya dengan kaos lengan pendek dan juga mengganti celananya menjadi celana jins biasa.Ketika Damian muncul, ternyata Rama sudah duduk di pojok. Damian kemudian memesan makanan dan duduk dihadapan Rama."Udah pesan?" Tanya Rama."Baru aja gue pesan." Sahut Damian."Sori, ini masih jam kantormu ya?" Rama menatap ke arah Damian."Kalau elu k

  • Hasrat Tuan Pengacara   Lima Ratus Juta

    Steve langsung mengetuk pintu ruang kerja Damian, ketika mendengar suara Damian mempersilahkannya masuk, Steve segera membuka pintu."Bro, gue denger dari satpam, kemarin keadaan gawat ya?"Damian yang berada di belakang meja kerjanya menaikkan kepalanya melihat Steve berdiri di ujung pintu, tidak masuk tapi juga tidak berada di luar.Damian mendesah, dia sudah menduga bakal heboh kalau ada yang tahu, tampaknya satpam di depan pintu masuk ember juga. Sempat-sempatnya dia menceritakan pada Steve perihal kejadian kemarin. "Masuk Steve," ucap Damian karena dia paling tidak suka bicara sambil teriak begitu."Gue denger terjadi sesuatu kemarin," Steve langsung to the point ketika dia sudah duduk di sofa.Damian tersenyum, "lu dapat infonya dari mana?""Ada lah,"Damian tertawa, "palingan dari satpam.""Betul. Katanya kemarin lu di cegat orang, trus di culik!""Klo gue di culik, enggak akan ada di kantor lagi.""Iya, bener, tapi memang ada yang terjadi kan?"Damian lagi-lagi tersenyum, mem

  • Hasrat Tuan Pengacara   Ikan Dalam Jaring

    Rama mengulurkan tangan untuk membantu Laila berdiri. Laila meraih tangan Rama dan kemudian berdiri. Lalu setelahnya Rama berjongkok di sisi kaki Laila untuk membantu gadis itu mengeluarkan hak sepatunya yang masuk ke dalam celah batako jalan."Aku kaget tadi, aku lihat kau lari, makanya aku khawatir," ucap Rama ketika dia sudah berhasil melepaskan hak sepatu Laila dari dalam celah.Laila yang kontan seketika merasa lemas, langsung menjatuhkan diri di dada Rama yang bidang."Kamu tidak apa-apa?" Tanya Rama ketika mendapati Laila roboh di dadanya."Aku lemas, takut sekali.""Mereka sudah kuhajar, biar aku bekuk mereka," Rama langsung berbalik hendak menyusul di tempat dua lelaki itu roboh, tapi ternyata kedua orang itu sudah raib dari tempat itu."Lho, kemana mereka?"Ketika Rama hendak bergerak, tangan Laila langsung menggenggam lengannya dengan kuat. Rama segera mengalihkan pandangannya ke arah Laila. Dia melihat Laila menggeleng."Enggak usah dikejar...." Desis Laila, "aku takut..."

  • Hasrat Tuan Pengacara   Mertua Jahat

    Ya?" Tanya Surtini."Nyonya, apa anda membenci menantu anda?"Surtini terdiam, hanya beberapa detik, lalu setelahnya berujar dengan nada tegas, "Saya sudah bilang di awal pembicaraan kita, bagi saya yang penting adalah keluarga. Saya harus menjaga nama baik keluarga Bahar."Damian diam, sebenarnya dia masih ingin menanyakan banyak hal, tapi mulutnya menjadi terkunci. Damian memilih menahan diri. Lelaki itu merasa sedikit jeri dengan nyonya Surtini.Surtini segera berdiri lantas berbalik menghadap ke arah ajudannya yang kemudian mengeluarkan tas miliknya dan menyerahkan tas tersebut pada Surtini, lalu perempuan tua itu berbalik kembali ke arah Damian."Tuan pengacara, apa kau memiliki kendaraan untuk pulang?"Damian mengangkat bahu, "saya dibawa kesini dengan paksaan bukan?" Ucap Damian untuk mengingatkan nyonya tua itu bahwa dia dibawa diluar kehendak dirinya."Baiklah, Ryan akan mengantarkan anda kembali ke kantor." Surtini lantas me

  • Hasrat Tuan Pengacara   Kesepakatan Tak Masuk Akal

    "Ah," Damian berdecak, namun menahan informasi yang hampir saja keluar dari mulutnya. Damian masih ingin tahu lebih banyak lagi informasi tentang Aniela. Berita tentang keluarga Bahar tidak terlalu banyak dan sulit untuk diakses. Mereka bukan keluarga yang menyukai ekspos besar di media, walau begitu kekayaannya sangatlah besar dan berpengaruh.Perempuan tua dihadapannya tahu bahwa Damian sudah mulai paham siapa yang dia maksud, lalu kemudian perempuan itu menggerakkan tangannya. Salah satu lelaki kekar disampingnya mendekat."Bawakan tuan pengacara itu kursi," seru Surtini sambil menjentikkan jari. Salah seorang bodyguard Surtini pun pergi ke luar dan tidak beberapa lama kemudian datang kembali sambil membawakan sebuah kursi lipat dan kemudian membuka kursi lipat itu di belakang Damian.Damian, dengan tidak mengurangi sikap tenangnya mengikuti saran perempuan tua dihadapannya. Dia duduk sambil melonggarkan jasnya. Sikapnya tentu saja tetap diperhatikan oleh Sur

  • Hasrat Tuan Pengacara   Tawanan

    Dengan meneguk ludah, pengacara itu menjawab santai dan lugas, "ya. Dia menceritakannya pada saya."Dokter Wiryo mengangguk, lalu kemudian mengecek hape miliknya, setelah menatap dan meneliti jadwal miliknya, dia kemudian mengalihkan kembali tatapannya ke arah Damian."Jadwal saya kosong dua hari lagi. Kalau itu tidak apa-apa?" ucap sang Dokter."Tidak Masalah dok, jam berapa?" tanya Damian lagi."Kita ambil jam 10 pagi. Nanti tolong dikondisikan saja agar saya bisa melakukan wawancara awal." Dokter Wiryo menambahkan.Damian mengangguk, lalu kemudian dia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan dengan sang dokter."Baik, dua hari lagi dok, saya akan menghubungi anda."Setelah berhasil mendapatkan keinginannya, Damian lantas meninggalkan rumah sakit dan berjalan menuju mobil miliknya.Dia menyetir mobilnya langsung menuju kantor. Di dalam perjalanan pikirannya tenggelam terhadap banyak hal. Tentang Aniela, tentang Anggela yang tidak juga muncul. Tentang kesepakatannya dengan Rama da

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status