“Hei..! K-kenapa Bimo..?!” seru heran dan terkejut Lidya.
“Ada apa Bimo..?!” seru Rindy yang ikut merasa kaget dan heran melihat sikap Bimo. “Mbak Lidya. Apakah ada rekan pria sekantor Mbak Lidya yang mengendarai Rubicon hitam dan mengenakan jam Rolex..?” tanya Bimo dengan wajah serius. “Heii..! Bagaimana kau bisa mengenali Rudy manajer pemasaran di perusahaanku Bimo..?! Apakah kau pernah bertemu dengannya..?” sentak terkejut Lidya, mendengar ciri-ciri Rudy disebutkan dengan tepat oleh Bimo. “Sama sekali aku tak pernah bertemu dengannya Mbak Lidya. Hanya saja sebaiknya Mbak Lidya berhati-hati dengan orang itu. Apakah dia tadi memberikan sesuatu pada Mbak Lidya..?” ujar Bimo tenang, seraya bertanya. “Hahh..! Rudy memang memberikan parfum untukku tadi siang Bimo. Katanya itu hadiah dari temannya yang baru kembali dari Paris. Memangnya ada apa dengan parfum itu Bimo..?” seru heran Lidya lagi, merasa takjub dengan ketepatan terawangan Bimo. “Bisa kulihat parfum yang diberikan si Rudy itu Mbak..? Beruntung Mbak Lidya belum mencoba memakainya,” ujar Bimo tenang. Lidya pun langsung membuka tas kerjanya dan mengambil sebuah botol parfum, yang memang nampak mahal dan exclusive. “Ini Bimo,” seru Lidya dengan tangan agak bergetar. Sungguh dia sangat penasaran dengan apa yang akan dilakukan Bimo pada parfum itu. Bimo nampak meniup telapak tangannya lebih dulu, sebelum dia menerima botol parfum itu. Dia pun merasakan sebuah getar arus energi yang cukup besar, saat tangannya mulai memegang botol parfum itu. “Nah, sekarang lihatlah Mbak Lidya. Aku akan coba mengusir khodam yang mengisi parfum ini. Khodam ini sangat berbahaya buat Mbak Lidya,” ujar Bimo, seraya mulai fokuskan aliran energinya mengalir ke telapak tangannya yang memegang botol parfum itu. Kini semua mata tertuju ke arah botol parfum yang tergeletak di telapak tangan Bimo. Dan tak lama kemudian.. Bssshhpp...! Keluar gumpalan asap kelabu dari botol parfum itu, asap kelabu itu berbentuk seperti sebuah kepala yang bertanduk. “Hahh..! A-apa itu..?!” seru Rindy ngeri. “S-setankah itu Bimo..?! Hiyy..!” seru Lidya tak kalah terkejutnya. Lidya dan Rindy secara reflek saling rangkul, dengan wajah yang menyiratkan rasa takut dan panik. Namun anehnya asap kelabu itu itu seolah ketakutan dan tunduk pada Bimo. “Pergilah ke alammu! Dan jangan kembali pada Tuanmu..! Sekali lagi aku melihatmu, kau akan kukirim ke neraka abadi!” desis Bimo mengancam makhluk ghaib itu. Shhhpps..! Kabut kelabu berbentuk kepala itu pun langsung ambyar lenyap, setelah anggukkan kepala bertanduknya pada Bimo. “Nah, sekarang parfum ini sudah aman untuk dipakai Mbak Lidya,” ucap Bimo, seraya serahkan kembali botol parfum itu pada Lidya. “Tidak Bimo. Aku takut..! Biar buat Bimo saja parfum itu!” seru cepat Lidya menolak, dengan wajah ketakutan. “Bimo. Memangnya apa yang akan terjadi pada Lidya, jika dia sempat memakai parfum itu..?” tanya Rindy penasaran. “Begini Tante. Kalau sampai Mbak Lidya memakai parfum itu, maka Mbak Lidya akan tunduk dan menuruti semua kemauan si Rudy itu. Sepertinya si Rudy itu punya niat jahat terhadap perusahaan Mbak Lidya,” ujar Bimo menerangkan. Namun tentu saja Lidya sebagai orang yang berpikir rasional, dia belum percaya begitu saja terhadap ucapan Bimo. Karena Rudy selama ini selalu bersikap baik dan perhatian padanya. “Bimo. Rudy adalah putra sahabat Ayahku. Dia menggantikan jabatan Ayahnya yang telah mengundurkan diri 2 tahun yang lalu. Apakah benar dia akan setega dan sejahat itu padaku..?” ujar Lidya agak ragu untuk menarik kesimpulan. “Entahlah Mbak Lidya. Memang sifat itu yang kulihat ada dalam diri Rudy saat ini. Tapi untuk lebih jelasnya, Mbak Lidya bisa periksa kamar mandi pribadi di ruang kerja Mbak Lidya,” ujar Bimo tetap tenang. “Ehh..! Memangnya ada apa di kamar mandi ruang kerjaku Bimo..?!” seru terkejut dan penasaran Lidya. “Entahlah Mbak Lidya. Dalam penglihatanku, dia sempat memasang sesuatu di sudut kamar mandi pribadi Mbak Lidya. Tepatnya di dekat exhaust fan,” ucap Bimo tersenyum. “Ahh..! Dua minggu yang lalu dia memang masuk ke ruang kerjaku, dan kita bicara soal pemasaran. Lalu dia sempat minta ijin ke kamar mandi, untuk buang air kecil sebentar. Baik Bimo, besok aku akan menyuruh teknisi kantor untuk mengecek kamar mandiku,” ujar Lidya, teringat akan hal itu. “Baiklah Tante Rindy, Mbak Lidya. Aku kembali ke kamar dulu ya. Badan rasanya sangat lelah dan gerah, ingin mandi dulu,” ujar Bimo tersenyum, seraya beranjak berdiri dari kursi teras. Ya, disamping ingin mandi, Bimo juga merasa tak etis untuk ikut nimbrung dalam pembicaraan Lidya dan Rindy yang bersaudara itu. “Makasih Bimo. Boleh aku menghubungi Bimo sewaktu-waktu nanti ya,” ujar Lidya dengan tatapan hangat dan bersahabat. “Tentu boleh Mbak Lidya.” “Ahh..! Baik Bimo. Terimakasih ya,” ucap Rindy tersenyum dengan tatapan penuh kekaguman pada Bimo. “Sama-sama Tante Rindy,” sahut Bimo. Dan Bimo pun langsung melangkah menuju kamarnya. “Wah! Benar-benar pria yang menarik si Bimo itu ya Kak Rindy,” bisik Lidya, sambil terus memandangi sosok Bimo hingga masuk ke dalam kamarnya. “Ehemm..! Apakah aku baru mendengar ada cewek yang tertarik pada anak kostku ya..? Hihihii..!” seloroh Rindy, sambil tertawa geli. ‘Jangankan kau yang baru melihatnya sekali ini Lidya. Aku pun telah lama tertarik pada pemuda itu. Tapi aku cukup tahu diri Lidya. Karena aku hanya butuh benihnya saja untuk menghamiliku’, batin Rindy. “Ihh..! Kak Rindy lho..!” seru keki Lidya seraya mencubit pelan lengan Rindy. “Hihihii..! Namanya juga jodoh siapa yang tahu Lidya,” ujar Rindy sambil terus tertawa menggoda sepupunya itu."Huhh..! Sepertinya susah mencari pria yang benar-benar tulus saat ini Kak Rindy. Lidya selalu melihat pamrih dari tiap kebaikkan yang mereka berikan pada wanita," sanggah Lidya.
"Tapi untuk yang satu itu aku berani jamin berbeda Lidya. Karena aku telah cukup lama mengamatinya," sahut Rindy yakin.
"Lha..! Kalau begitu kenapa nggak buat Kak Rindy saja. Hihihii..!" balas Lidya, meledek telak kakak sepupunya itu.
"Hadeh Lidya..! Mengamati bukan berarti ada hati dodol..! Dia kan selalu wira wiri di depanku setiap harinya, wajar jika aku bisa mengambil penilaian padanya," sahut Rindy setengah sewot pada Lidya.
"Iya Kak, iya..! Lidya cuma bercanda kok. Hihihii..!" sahut Lidya seraya tertawa geli. Namun sesungguhnya dirinya juga mulai percaya dengan penilaian kakak sepupunya itu soal Bimo.
'Hmm. Bimo memang bersikap wajar dan tak terlihat sedikitpun menaaruh pamrih, atas bantuannya padaku tadi', bathin Lidya mengakui.
Dan pembicaraan kedua sepupu itu pun masuk dalam persoalan keluarga besar mereka. Rupanya kedatangan Lidya saat itu hendak mengundang Rindy, untuk datang dalam pertemuan keluarga besar ayahnya dari Winata Group.
***
Malam itu Bimo merasa tubuh dan pikirannya sangat lelah. Ya, tentu saja kesibukkan dan masalahnya sebagai OBnya para OB di kantor, ditambah lagi dengan pengerahan daya batinnya menangani kasus Pak Budi dan juga Lidya.Hal yang tentu saja membuat Bimo langsung terlelap pulas malam itu. Hingga saat jam 2 dini hari lewat.
Klekh! Perlahan pintu kamar Bimo terbuka, dan masuklah seseorang ke dalam kamar Bimo. Sosok itu langsung menutup kembali pintu kamar Bimo. Saking lelapnya tidur Bimo, dia sampai tak menyadari masuknya sosok itu. 'Hmm. Dalam keadaan tidur pun kau masih sangat menggemaskan Bimo', batin sosok itu penuh hasrat. "Ahh..! Devi.." desah Bimo, yang meracau dalam tidurnya. 'Heii..! Siapa Devi itu..?!'..."Dia itu..! Dia telah menghajar dan mempermalukan anggota Gank Shadow di depan umum..! Serahkan dia untuk kubawa ke markas..!Atau kalian semua, dan markas Pijar Taruna akan kami hancurkan..!" seru Darko penuh intimidasi, seraya tangannya menunjuk bergetar ke arah Ojay. "Hmm. Kudengar dia melakukan itu karena ada orang yang hendak menjambret tas seorang wanita. Bukankah begitu..?! Dan tolong jangan bawa-bawa nama Pijar Taruna dalam hal ini..! Siapapun orangnya, jika berkemampuan pasti akan berusaha mencegah kejahatan itu..!" seru Parlan tandas. Ya, akhirnya Parlan tak bisa menahan dirinya lagi, karena mendengar Darko seperti menyalahkan Pijar Taruna dalam masalah itu. "Hei..! Itu sama saja kau menuduh gank Shadow adalah penjahat..! Bangsat..!" Byarsh..! Amarah Darko pun memuncak, mendengar ucapan Parlan yang mempermalukan dan menyentil gank Shadow. Seketika tubuhnya pun bergetar, akibat tenaga dalam yang dimilkinya mengalir ke sekujur tubuhnya. "Hmm. Aku hanya bicara fakta yang
"Pijar Taruna hanyalah sebuah yayasan dan tak ada urusannya dengan urusan kita..! Tak perlu kau tahu nama pimpinan kami..!" seru kesal Ojay, tak ingin membawa-bawa Pijar Taruna dalam urusan itu. "Brengsek..! Matilah kau..!" Seth..! Darko memaki keras, seraya menerjang cepat ke arah Ojay. Tangannya yang dilambari aji pukulan 'Naga Bergolak', langsung dilesatkan ke arah dada lawannya. "Ahh..!" Ojay terperangah kaget bukan main. Saat dia melihat kecepatan gerak Darko, yang bagaikan hantu tanpa gravitasi itu.Ojay pun hanya sempat perkuat Pagar Sukmanya, seraya silangkan kedua tangan di depan dadanya. Berharap Pagar Sukmanya bisa mengatasi dan meredam serangan pukulan Darko. Dan ... Blaghk..! "Hargkh..!" Wesh..! Brugh..! Ojay pun terhantam dan terhempas ambruk ke tanah, seraya percikkan darah dari mulutnya. "Ojay..! Kau tak apa-apa kan..?!" seru cemas Hendri, seraya langsung bergegas hendak menghampiri sahabatnya itu. Namun ... "Hihh..!" Swashk..! Darko menyerang tanpa tanggung, ten
"Diamlah Jay..! Tak mungkin aku meninggalkanmu sendirian menghadapi mereka berempat..!" seru Hendri, menolak untuk pergi. Sementara nampak wajah sang pelayan dan pemilik cafe langsung pucat dan panik seketika. Mereka seperti sudah mencium aroma kericuhan akan terjadi di cafe mereka. Bahkan ada sepasang kekasih yang langsung keluar dari cafe itu, karena mereka mencium gelagat tak nyaman atas situasi di cafe itu. Otomatis kini pengunjung di cafe itu hanya tinggal Ojay, Hendri, serta Darko cs berempat. "Hmm. Kalian sepertinya mau cari urusan denganku. Mari kita selesaikan diluar saja..!" seru Ojay, seraya berdiri dari kursinya dan melangkah keluar cafe. Hendri pun mengiringi dibelakangnya. "Bedebah..! Sok jago kau bedebah..!" seru murka Darko bukan kepalang. Karena dia merasa ditantang langsung oleh Ojay. Mengikuti rasa emosinya, ingin rasanya Darko langsung mencabut pistol di balik pinggangnya. Lalu menghabisi Ojay dan rekannya saat itu juga. Namun tentu saja Darko masih berpikir
"Hhh, baiklah..! Kalau begitu, Yoga dan anak buahnya akan kuberi sedikit tugas pada acara pesta itu nanti..! Tenanglah Dek..!" seru sebal Prayoga seraya menyeringai. "Setuju Mas. Lakukan saja dengan halus dan rapih. Biar pesta mereka berantakkan sekalian..! Huhh..!" seru Niken sepakat, seraya mendengus kesal. Ya, itulah rata-rata penyakit orang-orang yang terbiasa mau dipuji, diakui, dan dihormati oleh orang lain. Prayoga dan istrinya merasa sangat marah dan terhina, jika ada pihak atau orang yang tak menghargai, tak menganggap, dan tak hormat pada mereka. "Tenanglah Dek. Acara mereka masih 3 hari lagi, dan kebetulan dilangsungkan di kediaman mereka. Masih sangat cukup waktu untuk Yoga dan teman-temannya mengatur rencana..!" ujar tegas penuh amarah Prayoga. *** Hendri dan Ojay tengah duduk santai di sebuah cafe sore itu.Keduanya adalah anggota Pijar Taruna yang baru saja selesai latihan rutin di markas mereka. Mereka memutuskan mampir di cafe cukup asri di tepi jalan itu sebelu
"Mengapa Mas terus melihat ke arah jendela itu..? Jendela kamar ini memang sengaja tak diberi teralis. Karena Mamah lebih menyukai terpaan udara segar langsung dari luar Mas," tanya Lidya heran.Sejak tadi dia duduk di tepi ranjang kamar itu, seraya memperhatikan prilaku suaminya yang nampak agak aneh menurutnya saat itu. "Tak apa Lidya. Aku hanya ingin memastikan sebab Mamah bisa terjatuh dari lantai ini kok," ujar Bimo seraya tersenyum menoleh ke arah istrinya. "Hahh..?! L-lalu menurut Mas Bimo, apakah jatuhnya Mamah adalah hal yang murni kelalalian Mamah, atau ada sebab lain..?!" sentak terkejut Lidya, mendengar kemungkinan ada orang jahat yang mencelakai mamahnya. Ya, tentu saja begitu..!Karena pihak aparat yang meninjau dan memeriksa kamar itu, tak lama setelah kejadian tadi siang. Mereka menyimpulkan jatuhnya Helda, adalah murni karena kelalaian dan ketak sengajaan Helda. Hal yang disimpulkan setelah mereka tak melihat tanda-tanda atau barang bukti apapun yang mengarah pada
"Halah..! Aku tahu kau juga senang mendengar kabar itu Niken..! Karena kini kau berpeluang menjadi Ketua yayasan istri para pengusaha, menggantikan Helda yang telah mati itu," ucap ketus Prayoga. "Lho..?! Kok kesana sih Mas pikiranmu itu..!" seru kesal Niken, dengan wajah merengut.Namun diam-diam, sebenarnya hati Niken memang membenarkan prasangka suaminya itu. Ada debar senang tersembunyi di hatinya, saat dia mendengar kabar kematian saingannya itu. Ya, sungguh sepasang suami istri yang 'senada dan seirama' Prayoga dan Niken ini. *** Sementara malam itu di sebuah posko cukup luas, yang menyerupai kantor satu lantai nampak agak ramai. Bangunan posko itu berada di samping kiri kediaman Evan, berbatasan dengan pagar keliling rumah Evan. Evan dan orang-orangnya menyebut posko itu sebagai MarShal (Markas Security Halim). Ya, di posko MarShal itulah berkumpul para security dan orang-orang dunia bawah dari Halim Group. Nampak tengah berbincang sekitar 5 orang di teras itu, mereka ad