Accueil / Romansa / Hatimu Bukan Sebongkah Batu / 5. Harus Tahu Membawa Diri

Share

5. Harus Tahu Membawa Diri

last update Dernière mise à jour: 2021-03-19 18:02:25

Perkuliahan dimulai. Mimi merasa dia seolah masuk ke dunia baru dengan menjadi seorang mahasiswi. Suasana belajar sangat berbeda dengan saat Mimi masih duduk di bangku SMA dan disebut siswa. Awalnya aneh juga tidak dipanggil anak-anak atau murid-murid, tetapi saudara. 

Belum lagi kelas yang jumlahnya besar, isinya makin beragam orang yang asalnya dari berbagai kota di Indonesia. Malah tidak sedikit yang berasal dari pulau lain. Mimi bersemangat dengan situasi baru ini meski dia harus belajar cepat untuk menyesuaikan diri. 

Berjalan dua minggu kuliah, Mimi sudah mulai kenal sebagian besar teman sekelasnya. Dua yang cukup akrab. Dayinta dan Ricky. Mereka teman yang mengasyikkan. Mimi merasa ada yang menyemangati dia. Di rumah suasana selalu tegang karena harus menjaga perasaan Allan, maka di kampus, Mimi melepas semuanya. Dia bisa mengekspresikan dirinya. Mau tertawa, melucu, bercanda, bebas, jadi dirinya sendiri.

Dayinta berasal dari kota Cilacap. Kota kecil di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dekat dengan Pulau Nusakambangan. Sedang Ricky, dia asli dari Makasar. Tapi sejak SMP di Surabaya, lalu kuliah pindah di Malang. Mimi jadi makin merasa nyaman, karena dia juga lama di Surabaya, meski lahirnya di Malang.

“Mi, pulang ntar ikut aku, yuk!” ajak Dayinta. Ini kelas mereka yang terakhir hari ini.

“Ke mana?” tanya Mimi.

“Nonton. Ada film keren. Baru tayang.” Dayinta mendekatkan wajahnya ke arah Mimi, agar tidak perlu bicara keras. Dosen mereka sedang menyiapkan peralatan mengajar, kelas hampir dimulai.

“Hm … jam berapa?” tanya Mimi. Ikut setengah berbisik.

“Filmnya jam setengah lima. Ya? Besok libur, kan? Ga harus belajar.” Dayinta membujuk Mimi.

“Oke, deh.” Mimi mengangguk setelah beberapa saat berpikir. Dayinta tersenyum dan mengangkat jempolnya.

Usai kelas, kedua gadis itu berjalan bersama keluar kelas. Ricky mengikuti mereka, lalu mengejutkan keduanya.

“Bahh!!!” Keras sekali suara cowok itu di belakang Mimi dan Dayinta. Kontan kedua cewek di depan Ricky terlonjak kaget.

“Dasar! Iiih … Bisa jantungan, tahu?!” Dayinta spontan memukul lengan Ricky lalu menjewer telinganya.

“Aduhh!! Ampun!!” Ricky berteriak kesakitan.

“Jangan usil lagi!” sentak Dayinta. Mimi sudah ngakak melihat tingkah kedua temannya itu.

“Iya, janji. Auhh!!!” Ricky mengelus lengan dan telinganya. Ngilu dan panas rasanya kena serangan Dayinta.

“Kalian mau ke mana?” tanya Ricky. Mereka melanjutkan langkah meninggalkan kelas.

“Urusan cewek,” sahut Dayinta.

“Mau nonton,” jawab Mimi.

“Ahh … ikut, deh .…” Ricky tersenyum sumringah.

“Ngapain? Ganggu aja.” Dayinta menyahut ketus.

“Dayinta Putriana Azriel, yang cantik dan baik hati. Yuk, bersabarlah pada temanmu yang kece ini ….” Ricky membujuk Dayinta.

Mimi sudah tertawa lebar melihat Ricky mulai lagi aksinya.

“Hmm, ngerayu ….,” cibir Dayinta. 

Lalu Ricky menoleh pada Mimi. “Bernice Milano Antoneta Ferdian, boleh ya?”

“Kalau panggil nama lengkap pasti ada maunya. Kayak ngabsen aja. Iih …” Dayinta nyengir.

“Ntar aku traktir, mau?” bujuk Ricky lagi.

Dayinta melirik Mimi. Tersenyum tipis.

“Aku bayarin naik taksi online juga. Hm, oke, nggak?” Lagi sogokan bertambah.

“Baiklah … Berbaik hati sedikit tidak rugi. Come on!” sahut Dayinta.

“Mantap!!” Ricky menepuk pipi Dayinta karena kegirangan.

“Eh … tanganmu! Jangan sembarangan pegang-pegang!” seru Dayinta.

Ricky dan Mimi kembali ngakak. Mereka pun pergi bertiga. Memang seru dan mengasyikkan. Ricky anaknya easy going, bikin renyah suasana, dan yang paling bagus, dia melindungi kalau sama teman cewek. Siang menjelang sore itu menjadi hari yang menyenangkan buat Mimi. Apalagi filmnya seru sekali. Action comedy diselipi kisah romantis. Benar-benar pas buat menutup hari sibuk sebelum weekend.

“Puas, kan?” ujar Dayinta saat mereka sudah di food court, makan malam selesai nonton.

“Hmm … banget. Ga nyesel aku ikut sama kamu.” Mimi mengangguk. Dia memutar garpu, melilitkan mie pangsit dan mulai makan.

“Ga rugi aku membujuk temanku yang cantik dan baik hati ini.” Ricky menimpali sambil memainkan alisnya menggoda Dayinta.

“Udah, makan, ga usah aneh-aneh,” tukas Dayinta. Rasanya Ricky selalu saja membuat dia kesal. 

“He … hee ….” Ricky melebarkan bibir mempertontonkan giginya yang sedikit ada gingsul di sebelah kiri.

Food court penuh. Ya, jam makan malam. Banyak orang pulang kerja pergi belanja sekalian makan malam. Sambil berbincang tentang film yang mereka tonton, ketiganya menghabiskan makanan masing-masing.

Selesai makan, bersiap pulang. Mimi berdiri dan melangkah meninggalkan meja. Mendadak seseorang menabraknya. Terkejut Mimi oleng hampir terguling. Cowok yang menabraknya cepat menangkap tubuh Mimi.

“Sorry, nggak sengaja …,” katanya. Suaranya berat, tapi enak didengar.

Mimi segera menegakkan badannya. Kembali pada posisi tadi. “Ga apa-apa.” 

Mimi masih memandangi cowok di depannya. Tinggi, hampir setinggi Allan. Kulitnya putih bersih, tampan. Dengan rambut cepak, keren banget. Terus terang saja, cowok itu cukup mempesona di mata Mimi. 

“Mi! Kamu ga apa-apa?” tanya Dayinta.

“Nggak … nggak apa-apa.” Mimi menoleh pada Dayinta dan Ricky yang menunggunya. Segera dia menyusul kedua temannya itu. Masih sempat Mimi menoleh pada cowok itu, yang sudah duduk di tempat tadi Mimi duduk.

*****

Tepat setengah sembilan malam, Mimi tiba di rumah. Suasana sepi seperti biasa. Mimi masuk langsung menuju ke kamarnya. Dia meletakkan tas, melepas sepatu, lalu jaketnya dan bersiap mandi. Lelah juga setelah sepanjang hari dari pagi beraktivitas di luar rumah.

Mimi mandi keramas biar segar dan bersih lagi. Lalu dia menuju ke dapur, ingin membuat teh lemon madu, untuk menghangatkan badan. Di sana ada Allan, dia sedang makan. Mimi berhenti di dekat pintu, berpikir, mau balik atau lanjut.

Allan mengangkat kepala, melihat Mimi. Kepalang basah, Mimi maju beberapa langkah.

“Malam, Kak.” Mimi menyapa.

“Kenapa pulang malam? Kamu ga kasih tahu sama Mama kalau lambat pulang?” Allan bertanya dengan suara datar, sedikit kaku.

“Ah … lupa … HP mati.” Mimi berhenti, merasa tangan dan kakinya panas dingin. Ya, seharusnya dia tetap kasih kabar. Itu juga yang biasa dia lakukan saat di rumahnya. Dia pasti memberitahu ke mana, dengan siapa, akan pulang jam berapa.

“Mama cemas. Kamu dihubungi ga bisa. Mama ga tahu mau tanya sama siapa.” Allan menatap Mimi. Tatapan tajam itu membuat Mimi menciut. 

“Maaf ….” Mimi menunduk.

“Ini memang bukan rumah kamu. Tapi ini juga bukan kos-kosan. Yang dengan semaunya kamu bisa datang dan pergi. Kos-kosan saja ada aturannya. Masa ga tahu gimana harus bawa diri?” Allan berdiri mengangkat piring dan gelasnya. Dia mencucinya di wastafel. Mimi hanya memperhatikan saja, tidak berani berkata apa-apa.

Allan tidak bicara lagi. Dia meninggalkan dapur. Mimi menghembuskan napas panjang. 

“Bodoh … kenapa kamu ga mikir, sih?” umpatnya pada diri sendiri. Harusnya tadi bisa dia pinjam ponsel Dayinta kalau sekedar buat chat saja. 

Dia bisa mengerti kalau Allan akan makin tidak menyukai dia setelah ini. Kesan dia cewek seenaknya, ga tahu aturan, pasti melekat di kepala Allan. Setelah kapan hari dia masuk ruangan kerja Allan tanpa permisi, lalu malah Mimi pergi sampai malam ga ada kabar. Ahhh ….

Dengan rasa bersalah dan hati galau, Mimi akhirnya mengambil air hangat saja, malas bikin minuman lagi. Baru saja meneguk air hangat di gelas yang dia pegang, Velia masuk ke dapur.

“Mi, kenapa sampai malam?” Velia bertanya. Tetap lembut, tapi ada nada cemas.

“Eh … maaf, Tan .…” Mimi memandang Velia.

Continuez à lire ce livre gratuitement
Scanner le code pour télécharger l'application

Latest chapter

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   120. Hari Itu

    Allan berdiri di altar menunggu Mimi akan masuk bersama Hendra. Hatinya berdetak makin kencang setiap melihat arloji di pergelangan tangannya, memastikan menit berjalan dan tidak lama lagi pengantinnya akan datang menemui dia. Velia duduk di kursi di deretan pertama. Ferdinand di sisinya. Momen yang tak pernah terpikir oleh Velia, mereka duduk bersama, menyaksikan putra mereka menikah. Kalaupun ada pikiran itu, Velia membuangnya jauh-jauh. Ferdinand suami orang lain. Dia singkirkan semua bayangan Ferdinand. Siapa yang tahu yang akan terjadi dalam hidup. Velia dan Ferdinand menjadi teman. Perlahan, Velia mampu mengubah sakit hati jadi pengalaman yang mendewasakannya. Cinta yang dalam pada Ferdinand, dia ubah menjadi rasa sayang pada seorang kakak. Lea duduk di belakang mereka bersama Astari, Devis, dan putra mereka yang lucu. Sayang, Andini tidak bisa datang pada acara pemberkatan. Dia mengatakan akan menyusul saat resepsi. "Mari hadirin sekalian, kita akan menyambut mempelai wanita

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   119. Hari-hari Penuh Kejutan

    Hari-hari penuh kejutan seolah tiada habisnya. Itu yang Mimi rasakan. Kejutan baik dan menyenangkan, tetapi juga kejutan yang membuat hati rasa tidak karuan. Semua itu membuat up and down hari-hari yang dilalui. Megi, kejutan terakhir yang sempat membuat Mimi galau. Keinginannya untuk bersimpati membuka pintu lain yang tidak dia duga. Allan bertemu sahabat lamanya. Megi, yang Allan kenal dengan panggilan Rere. Setelah kunjungan ke rumah sakit hari itu, Allan terus berkomunikasi dengan Megi. Mimi tidak bisa melarang. Bagaimanapun mereka teman lama dan Megi sedang butuh bantuan. Allan juga selalu memberitahu Mimi apa saja yang Allan komunikasikan dengan temannya itu. Allan tidak ingin Mimi salah paham lalu hubungan mereka yang menjadi tidak baik. "Kamu yakin ga masalah Kak Allan dekat sama Megi?" Dayinta menimpali apa yang Mimi katakan padanya. "Aku harus larang? Hanya karena cemburu? Aku ga cemburu juga, sih. Hanya ada rasa ga nyaman saja." Mimi menelusuri hatinya. Dia harus percaya

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   118. Ada Kenangan Di Antara Mereka

    Mimi, Allan, dan Velia mengantar Ferdinand, Lea, dan Astari, serta Bintang yang tampan ke bandara. Mereka akhirnya balik ke Bandung. Astari sudah cukup kuat. Begitu juga bayinya. Perusahaan juga sudah menunggu Astari kembali menata pekerjaan di sana. Melepaskan mereka pulang ternyata cukup mengharukan. Apalagi Mimi mulai terbiasa mendengar suara tangis bayi mungil itu. Mendengar Velia atau Lea menyanyi saat menggendong Bintang hingga bayi itu tidur dalam dekaoan mereka. Pasti akan lama bisa melihatnya lagi. Dari bandara, Allan meluncur menuju kantor Velia. Memang hari Sabtu, tetapi ada yang harus Velia kerjakan. Sedang Allan dan Mimi, meneruskan perjalanan kemudian ke rumah sakit. Mimi terus memikirkan Megi. Sejak tahu wanita itu kecelakaan, dia merasa iba dan ingin tahu seperti apa kondisinya. "Kamu mau menjenguk Megi? Dia yang selama ini bersikap mengesalkan sama kamu? Yakin?" Itu yang Allan katakan waktu mendengar permintaan Mimi. Mimi dengan mantap mengatakan memang ingin menje

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   117. Kata Orang Senjata Makan Tuan

    Hati Mimi berdetak kencang. Pesan yang dia terima dari Megi membuat semua kegembiraannya seketika lenyap. Megi dipecat. Tentu saja dia sangat marah. Dia punya posisi dengan prospek bagus di kantor, sebagai asisten bagian pemasaran. Kalau sampai tiba-tiba itu lepas, dia harus mulai di tempat lain, tentu tidak mudah. Yang menjadi masalah adalah Mimi yang Megi anggap sebagai biang keladi! Sangat tidak masuk akal. Mimi ada di bagian lain di kantor itu. Dengan Megi juga jarang berurusan. Bagaimana bisa Mimi yang bersalah kalau Megi dipecat? Mimi berpikir, apa yang terjadi? Di mana letak kesalahannya? Dia bicara apa dengan Pak Guntur? Mimi tidak mengerti. Sepanjang malam Mimi jadi tidak tenang. Beberapa kali dia terbangun karena mimpi buruk. "Ah, Mi, kenapa kamu jadi takut kayak gini. Megi uda ga akan balik kantor. Tenang saja." Mimi menenangkan dirinya sendiri. Dia tegaskan kalau Megi hanya mengancam, karena dia kesal. Bisa jadi dia begitu kepada orang lain juga, bukan hanya Mimi. Mimi

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   116. Janji Hati

    Tangan Allan terulur, meraih jemari Mimi dan menyematkan cincin mungil di jari manis tangan kiri gadis berbalut gaun warna salem itu. Cantik, sangat pas buat dirinya. Mimi terlihat lebih dewasa tapi tidak terkesan lebih tua dari umurnya. Dengan senyum manis, sementara jantung yang terus meletup, Mimi ganti memasangkan cincin di jari manis tangan kiri Allan. Jarinya kuat, besar, dan panjang. Tangan Mimi terlihat begitu mungil berpegangan pada tangan Allan. Tepuk tangan terdengar dari keluarga yang hadir. Senyum menghiasi wajah orang tua Mimi, Viviana dan Hendra. Velia dan Ferdinand, kali ini duduk berdampingan. Ini hari istimewa Allan. Putra mereka resmi bertunangan dengan Mimi. Ferdinand tidak mengira, dia bisa hadir dan menyaksikan hari berharga ini. "Selamat ya ... makin sayang satu sama lain. Biar angin ribut menderu, tetap kokoh cintanya!" Melisa, kakak Mimi nyeletuk, membuat yang lain tertawa, sementara Mimi makin tersipu. Doa dinaikkan untuk keduanya. Agar dengan memasuki hub

  • Hatimu Bukan Sebongkah Batu   115. Tangis yang Membawa Kegembiraan

    Suara tangis bayi kembali terdengar, tapi kemudian hilang. Andini berdiri dan mendekat ke ruang bersalin. Dia yakin itu bayi Astari yang sudah lahir. Tangis yang membawa kebahagiaan. Sebuah kehidupan baru yang hadir. Mengubah banyak hal dalam kehidupan sebuah keluarga. "Suaranya kencang sekali. Pasti dia anak laki-laki yang kuat." Andini tersenyum. Hatinya campur aduk dengan kejadian tiba-tiba ini. Senang, tapi masih sedikit cemas. Apakah Astari baik-baik saja? Bayinya juga, apakah benar-benar sehat? Allan memandang Andini yang masih gelisah, tetapi senyum Andini belum hilang dari bibirnya. "Sudah tahu nama anaknya Kak Tari?" Allan bertanya. Andini kembali mendekati Allan, duduk di tempatnya semula. "Ya. Kak Tari pernah bilang, Bintang. Baru itu yang aku tahu, belum tahu lengkapnya. Aku ga sabar mau lihat dia." Pintu ruangan itu terbuka. Velia keluar dari sana. Allan dan Andini memandang Velia yang berjalan ke arah mereka. "Tan, gimana?" Andini menatap Velia. Velia tersenyum. "T

Plus de chapitres
Découvrez et lisez de bons romans gratuitement
Accédez gratuitement à un grand nombre de bons romans sur GoodNovel. Téléchargez les livres que vous aimez et lisez où et quand vous voulez.
Lisez des livres gratuitement sur l'APP
Scanner le code pour lire sur l'application
DMCA.com Protection Status