Terima Kasih yang sudah mampir membaca😊
“Bapak membohongi saya. Jadi maksud Bapak, menyuruh saya datang kemari untuk apa? Hah?” “Nanti, akan aku katakan tugasmu apa, tapi setelah sarapan, sekarang tugas kamu hanya menemaniku sarapan. mau kerja apa saja yang penting halal dan dapat uang lemburan, kan,” goda Candra pada Hayu yang tersenyum malu. Mengingat kata-katanya yang meminta uang lembur karena harus datang ke apartemen Candra di hari minggu. Hayu mengendikan bahunya acuh tak acuh, meneruskan sarapan paginya yang lumayan berat, dua piring spaghetti carbonara. Saat sedang asyik menikmati sarapannya, ponsel Hayu berdering, nada dering yang dia khususkan untuk kekasihnya. Hayu hanya melirik ponselnya tak berniat menjawabnya. Candra memicingkan matanya, ingin bertanya, namun sebisa mungkin dia tahan. Hayu yang meliriknya pun bersuara. “Pasti Bapak kepo, kan? Mau tahu siapa yang menelepon.” Candra memutar bola matanya malas, dia tahu, Hayu sedang mengejeknya. Tak perlu kamu jawab, aku sudah tahu siapa ya
“Bapak, Pak,” panggil Hayu menatap atasannya yang tampak sedang melamun. Hayu bahkan menggoyangkan tangannya di depan mata Candra, namun masih saja, pria itu tak bergeming sama sekali. Candra terlalu larut dalam lamunan dan pikirannya tentang dua sahabatnya, tentang cinta segitiga antara Hayu dan dua sahabatnya.“Ba..pak.., ada kebakaran...”Candra yang kaget, terlonjak dari duduknya, dia menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari-cari di mana kebakarannya.“Di mana, Hayu, dimana, cepat kamu ambil APAR (Alat Pemadam Api Ringan)! Go, Hayu! Serunya memberi perintah.Hayu yang melihat kepanikan Candra mendadak tak tahan menahan tawanya. Melihat wajah atasannya yang khawatir itu, seketika tawa Hayu, pecah.“Makanya, Pak, jangan suka melamun, tuh,kan, Bapak kesambet setan yang berkeliaran di sini.”Candra kesal bukan main, ingin rasanya dia memukul Hayu karena sudah mengerjainya dan membuatnya panik, meski dicover asuransi, dia tak mau jika apartemennya kebakara
Hayu sampai di rumah tepat setelah makan siang dengan Candra. Dia tak mau atasannya itu mengantarkan dirinya pulang. Apalagi dia ke sana menaiki motor maticnya. Meski Candra memaksanya, dia masih tetap kekeh dengan pendiriannya, dia tidak mau merepotkan atasannya itu. Hayu merebahkan tubuhnya keranjang, matanya menerawang pada kejadian di apartemen Candra, tak habis pikir dengan atasnya itu, meminta dirinya untuk menjadi istrinya. ‘Apa benar yang dikatakan Bisma waktu itu?’ Ya, sayup-sayup dia mendengar adu argumen dua sahabat itu, ketika hendak menyerahkan proposal yang akan di tanda tangani Candra, dia mendengar bahwa Candra sudah lama menyukainya, menyuruh Bisma melepaskan dirinya jika dia tak mampu mempertahankan dirinya. Hayu mendesah. Dia tidak mau gegabah, dia bukan kupu-kupu yang seperti Jelita bilang, singgah ke sana kemari hanya untuk mencari keindahan semata dan setelahnya, akan meninggalkannya begitu saja. Dia tidak mau cap murahan menempel pada dirinya.
“Cukup, Bisma! Cukup aku bilang! Jangan teruskan lagi, aku sedang lelah saat ini.”“I’m not trought yet!”Semua saling serang, tidak ada satu pun yang mau mengalah dengan ego masing-masing, kesabaran Hayu mungkin sudah pada puncaknya, atau memang saat ini dia yang sedang di rundung kebimbangan yang dalam, yang mampu menggoyahkan rasa cinta di hatinya. Namun melihat kenyataan yang ada d dihadapannya, wanita mana yang tidak akan syok dengan apa yang sudah dilihatnya. Apalagi mereka sama-sama dewasa dan tinggal dalam satu apartemen, meski dia sedang berpikiran posistif, mana mungkin setan tak mengganggu iman mereka berdua.Hayu tak mau lagi memperpanjang debat kusir, yang mana semuanya masih abu-abu bagi hubungan mereka berdua. Dia mengakhiri perdebatannya dengan Bisma dengan mengakhiri panggilan teleponnya.Mendadak dia geram dengan Candra, karena sudah membohonginya. Dengan emosional, Hayu menelepon atasannya itu.“Halo,” sapa Candra.“Apa aku menggangg
Hayu tak tahu apa lagi yang harus dia perbuat, dua-duanya adalah pilihan yang sulit untuknya. “Apa yang kamu tawarkan dari pernikahan itu?” tanya Hayu ketus. Entah kenapa dia mendadak ikut gila dengan ide yang di tawarkan Candra padanya. “Semua yang kamu inginkan, yang kamu mau, itu yang aku tawarkan. Aku tidak akan mengekang kamu, kamu bebas melakukan apa saja, asal tidak merusak nama baik keluarga Hardana.” “Apa kamu yakin? Bagaimana kalau aku menolak?” “Aku akan tetap menunggu hingga waktu itu datang, menyadarkan dirimu dari kebodohan yang kamu pilih!” Candra berpikir, kenapa dia jadi ikut-ikutan emosi, sehingga tanpa berpikir panjang menawarkan pernikahan dan keuntungan pada Hayu. Tapi memang itu tujuan utamanya, dia ingin menyenangkan gadis cantik yatim piatu itu. “What makes you think, i will be able to do it.” Candra mengendikan bahu, “Aku hanya memiliki keyakinan kamu akan meninggalkannya, aku lebih mengenalnya dan hafal karakter dia seperti a
“Jaman sekarang mana ada Neng, orang kaya yang mau dekat dengan orang seperti kami ini. Status sosialnya beda, Neng.”Deg!Ada rasa nyeri di hatinya, saat ini, itu yang dia rasakan. Dia dan Bisma serasa jauh, mereka yang biasnya berdekatan, seperti terhalang tembok yang tinggi hanya karena status sosial yang berbeda."Ibu tinggal dulu, Neng. silakan di minum. Sebentar lagi makanannya siap."Hayu mengangguk, tak lupa mengucapkan terima kasih. Hayu menyeruput teh hangat itu pelan-pelan. “Pahit.”Dia menghela nafas, tak ada keinginannya untuk menyapa Candra di sana, begitu pun sebaliknya, Candra hanya memandanginya dari kejauhan. Dia tahu Hayu sedang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Candra ingin Hayu yang datang padanya, Candra ingin, agar Hayu tahu, kalau dia butuh Candra.Ponsel Hayu berdering, Bisma meneleponnya.“Halo, Hayu. Maaf ponselku kehabisan daya. Kenapa kamu mengatakan hal itu. Kami hanya makan malam biasa, mana mungkin aku menolak
Malam ini Hayu tidak bisa tidur, pikirnya berkelana memikirkan semua perkataan ibunya, tapi esok hari dia sudah berjanji dengan kekasihnya untuk datang ke rumahnya. Entah kenapa mereka mengundang Hayu untuk datang.Hayu masih nekat untuk datang ke sana besok hari. Dia memejamkan matanya, mengistirahatkan pikirannya yang sama lelahnya dengan tubuhnya saat ini.Keesokan harinya, ibunya mengetuk pintu kamarnya, “Hayu, bangun, Nduk, Bisma menunggumu di bawah, katanya dia datang menjemputmu, cepat bangun, Hayu.”Hayu yang mendengar teriakan ibunya segera bangun dan membuka pintu kamarnya. “Iya, Bu. Tolong katakan padanya, Hayu masih mandi dan bersiap-siap, terima kasih, Bu.”Ibu Hayu mengangguk dan melangkah meninggalkan kamar Hayu, turun ke bawah, mengatakan pesan Hayu pada Bisma, dia juga hari ini sibuk sekali, pesanan kue kering bulan ini melonjak, mungkin karena menjelang tahun baru.Gegas Hayu mandi, menggunakan pakaian terbaiknya yang pernah dia beli di sal
Hayu diam, perasaannya sudah tak enak. Dia menunduk, meremas kedua tangannya. Dia berusaha menekan emosinya, tak mau terpancing dengan omongan Bu Ayu. “Jadi kita akan makan malam dengan menu rendang, dan karena kamu kekasihnya Bisma, jadi kamu juga harus belajar memasak menu makanan yang akan di makan suamimu. Apa mentang-mentang dia banyak uang kamu berharap hanya duduk saja di rumah tanpa melakukan apapun?” Hayu diam, dia selalu saja dipojokkan seperti itu, dia tak mengerti dengan jalan pikiran wanita di depannya, sebentar menaikkan dirinya, tapi kemudian menghempaskannya tanpa perasaan. “Maksud saya bukan begitu, Bu. Saya bisa memasak, jadi kalau memang saya yang harus membuat rendang itu juga tidak apa-apa, hanya saja, saya kurang pandai melakukannya. Jadi saya takut kalau tidak enak,” ucap Hayu beralasan. “Bagus, saya tidak suka dibantah, jadi sebaiknya kamu menurut apa yang akan saya katakan. Sekarang letakkan barangmu di situ dan ikutlah denganku.” Hayu me