Malamnya, Krisna menerima telepon dari para pemegang saham perusahaan.Dia tersenyum, lalu menjawab, "Rinto, kenapa tiba-tiba telepon? Apa terjadi sesuatu dengan perusahaan?"Jajaran tinggi perusahaan tahu tentang penyakit Krisna dan tahu kalau dia sedang dirawat di rumah sakit.Harusnya, selama masa penyembuhannya, para pemegang saham ini tidak akan menghubunginya, kecuali ada sesuatu yang sangat mendesak."Krisna, kapan kamu akan sembuh dari penyakitmu ini? Sekarang kinerja perusahaan sudah menurun tajam. Para pemegang saham menuntut penjelasan darimu."Senyuman di bibir Krisna tiba-tiba memudar. Dia menjawab dingin, "Kenapa cemas begitu? Sekarang memang sedang musim seperti ini, jadi wajar saja kalau kinerja perusahaan menurun. Rinto, kamu seharusnya tahu ini lebih baik dariku.""Gampang sekali kamu bicara. Kerugian yang ditanggung perusahaan itu uang sungguhan! Putri kalian bisa menjangkau Keluarga Hardwin, jadi nggak perlu khawatir masalah uang. Tapi, kami masih harus menghidupi k
Awalnya dokter mengatakan kalau pemulihan Krisna sangat baik dan besok sudah bisa keluar dari rumah sakit.Setelah mengalami kejadian barusan, Dania menjadi sedikit khawatir.Melihatnya diam saja, Krisna berkata sambil mengerutkan kening, "Ambilkan ponselku."Tidak bisa membantah, Dania pun menyerahkan ponsel itu kepada Krisna.Krisna membuka Line dan melihat banyak pesan yang belum dibaca. Hampir semuanya dari pemegang saham yang menanyakan apa yang harus dilakukan selanjutnya.Melihat banyaknya pesan yang masuk, Krisna kembali merasa pusing.Mitra yang tidak memperpanjang kontrak adalah mitra terbaik Kirana ketika masih hidup.Meskipun kinerja JY Group menurun selama bertahun-tahun, dia berpikir orang-orang ini akan tetap bertahan demi Kirana.Namun, tidak disangka mereka semua benar-benar tidak tahu terima kasih.Wajah Krisna mengubah muram, lalu mencibir, "Pergi saja kalau mau. Ketika perusahaan mendapat bantuan dari Perusahaan Hardwin, mereka pasti akan menyesal."Dania berpikir s
Dania dengan cermat mengamati perubahan ekspresi Krisna dan menghiburnya dengan lembut, "Kamu itu ayah kandung Hazel. Nggak ada yang namanya musuh antara ayah dan anak. Selama kamu meminta, dia pasti akan pulang."Wajah muram Krisna sedikit melembut. Namun, dia tetap peduli dengan harga dirinya dan berkata dengan tegas, "Hah, tanpa uang itu, aku masih bisa mengembalikan perusahaan ke keadaan stabil. Darra dan Justin ...."Krisna tidak bisa melanjutkan perkataannya.Justin bilang Nyonya Liana masih belum menerima Darra.Jadi, dia tidak tahu kapan pernikahan ini akan terwujud.Keluarga Hardwin tidak bisa diandalkan untuk saat ini.Bibir merah Dania terangkat, kilatan cahaya melintas di matanya. "Gampang, kok. Nikahkan Hazel saja. Dalam beberapa hari ini aku sudah mencarikan jodoh untuk Hazel. Aku pasti bisa menemukan suami yang cocok untuknya."Mendengar hal itu, Krisna merasa sedikit terguncang.Perusahaan sedang dalam krisis. Jika mereka tidak memiliki cukup dana, mungkin perusahaan ti
Dia bersandar di bahu Krisna, matanya penuh ketergantungan dan kepercayaan. "Baiklah. Terima kasih, Krisna."Ditatapnya seperti ini, Krisna merasa hatinya membara.Namun, dia bahkan tidak menyadari kebencian dan perhitungan yang terpancar di mata Dania saat wanita itu menundukkan matanya....Saat Hazel bangun, di luar sudah terang.Dia menatap langit-langit kamar dan tertegun beberapa saat. Lalu, dia tiba-tiba teringat apa yang terjadi tadi malam. Seketika, pipinya tiba-tiba terasa panas.Kulitnya yang putih dan bersinar, saat ini dilapisi dengan lapisan rona merah, membuatnya terlihat makin menawan.Sulit untuk memalingkan pandangan darinya.Dia menggeliat, perlahan beranjak dari tempat tidur. Melihat sekeliling ruangan, Hazel akhirnya menemukan sosok Sergio di balkon.Dia turun dari tempat tidur dan berjalan mendekat, melihat Sergio berdiri di balkon sambil merokok.Fitur wajahnya dalam, tampan dan sangat tegas. Saat ini, pria itu mengenakan setelan haute couture berwarna hitam yang
Hazel berpikir sejenak, lalu menjawab, "Siang nanti ada kelas dua jam, terus balik ke kampus. Malamnya, aku ada janji makan sama Winda. Kenapa memangnya, Om?"Menatap mata bening dan jernih Hazel, Sergio tiba-tiba terdiam.Setelah beberapa saat, dia berkata tanpa ekspresi, "Kalian mau makan di mana? Aku jemput habis pulang kerja nanti."Hazel tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Nggak perlu repot-repot. Aku bisa naik taksi, ada sopir juga yang bakal antar aku ke sana."Sebagai pimpinan perusahaan, Hazel tahu kalau Sergio sangat sibuk. Jadi, dia tidak ingin merepotkannya.Sergio memandang Hazel, ekspresinya fokus dan serius.Lalu, dia mengatakan, "Ini adalah kewajiban calon pacar dan memang sesuatu yang harus aku lakukan. Kamu nggak perlu bilang repot atau apa pun itu."Hazel tertegun sejenak. Ketika menyadari maksud kata-kata Sergio, pipinya langsung memerah.Dia mengerucutkan bibirnya dan menjawab lirih, "Padahal aku belum setuju."Sergio tidak marah, malah terkekeh. Lalu, dia bert
Mendengar jawaban Hazel, Sergio tidak tahu harus tertawa atau menangis. Saat dulu membicarakan bisnis, yang paling dibanggakannya adalah aura garangnya.Ini akan memberinya keuntungan di meja perundingan karena negosiasi selanjutnya akan mendapatkan hasil dua kali lipat dengan setengah usaha.Dia tidak pernah menyangka kalau suatu hari ada yang keberatan akan hal ini.Apalagi orang itu adalah istrinya.Benar-benar tidak bisa dijelaskan.Sergio menghela napas pelan dan masih terus berusaha, "Hazel, menantu jelek pun harus tetap bertemu dengan mertuanya. Winda itu temanmu, apa selamanya kamu nggak akan mempertemukan kami?""Tapi ...." Hazel ragu-ragu.Sebelum dia sempat berbicara, Sergio melanjutkan, "Kebiasaan di kampus, bukannya kalian harus traktir teman kalau sudah nggak jomblo? Kita juga harus mentraktirnya. Nanti, aku juga bakal panggil temanku buat datang."Hazel memikirkannya baik-baik dan menyadari bahwa Universitas Palapa memang memiliki kebiasaan tidak tertulis tersebut.Selai
Hal ini terjadi begitu tiba-tiba, membuat otak Hazel tidak bisa bereaksi.Ketika kembali tersadar, Hazel menyadari kalau semua orang di restoran ini tengah memandangnya dengan penuh rasa ingin tahu.Hazel mengerutkan kening dan sorot matanya menjadi dingin. "Siapa kamu? Sepertinya aku belum pernah bertemu denganmu."Laki-laki itu tersenyum dan mulai memperkenalkan dirinya, "Namaku Candra Wijaya. Aku sudah lama suka sama kamu. Apa kamu mau menikah denganku dan jadi istriku?"Saat mengatakan itu, Candra mengeluarkan cincin dari sakunya.Meski Hazel tidak pernah melakukan penelitian tentang perhiasan, dalam sekali lihat dia langsung tahu kalau berlian di cincin itu palsu.Cincin itu terlihat sangat berkilau, tetapi malah membuat kesan palsunya terlihat jelas.Bahkan mungkin harganya tidak sampai dua ratus ribu.Kerutan di dahi Hazel makin dalam.Dia sudah bertemu banyak laki-laki yang menyatakan cintanya padanya. Namun, ini adalah pertama kalinya ada laki-laki yang melamarnya dengan cinci
Hazel tidak menjawab perkataan Candra, malah balik bertanya, "Biar aku tebak, siapa yang bakal sepeduli itu kepadaku. Darra atau Dania?"Mata Candra langsung melotot.Wanita itu memang bernama Dania.Hazel terus memperhatikan perubahan ekspresi Candra, yang membuatnya makin yakin kalau semua ini bukan kebetulan, melainkan tindakan Dania.Dia mencibir dalam hati dan bertanya kepadanya, "Apa orang yang memintamu melakukan ini mengaku sebagai ibuku? Dia bilang ingin menikahkanku dengan pria yang baik dan menganggapmu sangat baik?""Dari mana kamu tahu?" Candra berseru tanpa sadar.Ketika menyadari apa yang dia katakan, Candra langsung menutup mulutnya dengan rasa bersalah.Dia berjanji pada wanita itu kalau dia tidak akan mengungkapkan apa pun. Jika tidak, dia tidak akan mendapatkan satu sen pun.Hadiah yang dijanjikan wanita itu sangat besar, empat ratus juta!Dia biasanya memang suka bermalas-malasan. Ketika punya uang, dia akan berjudi dengan teman-temannya dan berakhir dengan kehilang