Share

Bab 3

Saat Ervan tengah tenggelam dalam imajinasinya sendiri, tiba-tiba dia merasakan hawa dingin yang begitu menusuk di bagian belakang lehernya.

Dia menoleh ke belakang dan kebetulan bertemu dengan tatapan Sergio yang seperti binatang buas.

Dia meringis dan tidak berani berpikir macam-macam lagi, mengumpulkan pikirannya untuk berkonsentrasi mengemudi.

Untungnya, Sergio hanya menatapnya dengan tatapan dingin dan memperingatkannya untuk mengemudi dengan benar. Setelah itu, pria itu langsung mengalihkan pandangannya.

Setelah keluar dari mobil, Sergio membawa Hazel ke vila tempat tinggalnya. Dia mengeluarkan satu set pakaian bersih dari lemari pakaian dan menyerahkannya kepada Hazel. "Mandi air hangat dulu saja. Di sini nggak ada baju wanita, jadi pakai bajuku dulu."

"Ya."

Pipi Hazel sedikit memanas. Dia langsung mengambil pakaian itu dengan panik dan masuk ke kamar mandi.

Bisa dikatakan kalau tindakannya ini lebih tepat seperti melarikan diri. Dia tidak berani menatap wajah Sergio. Karena itulah dia tidak menyadari kilatan geli di dasar mata Sergio.

Hazel berdiam diri di kamar mandi untuk waktu yang lama, bersandar di dinding dan membiarkan air terus membasuh tubuhnya.

Dikhianati oleh Justin dan Darra adalah sesuatu yang tidak dia duga, sementara menikah dengan Sergio adalah sesuatu yang tidak pernah dia pikirkan sebelumnya.

Dia selalu merasa ada sesuatu yang salah, tetapi pikirannya terlalu kacau untuk memahaminya.

Lapisan kabut mulai memenuhi di kamar mandi, membuat wajahnya yang putih bak salju menjadi merah.

Sergio sudah tidak berada di kamar tidur ketika Hazel keluar dari kamar mandi.

Dia menuruni tangga dan menemukan sosok berperawakan tinggi yang sedang sibuk di dapur.

Pria tinggi itu terlihat mengenakan kemeja putih dan celana panjang dari setelan jas yang dia kenakan sebelumnya. Lengan kemejanya digulung, memperlihatkan bagian lengannya yang mulus.

Celemek biru tua dikenakan di bagian depan tubuhnya, membuat aura dingin dan asing dari dalam dirinya sedikit memudar, digantikan dengan aura yang lebih membara.

Melihat itu, mata Hazel berkilat dengan sedikit keterkejutan.

Seorang pengusaha besar seperti Sergio bersedia memasak untuk dirinya?

Pria lembut dan bersahaja macam apa dia ini? Dari ujung rambut sampai ujung kaki, dia memenuhi kriteria Hazel dalam memilih pasangan!

Tiba-tiba teringat sesuatu, mata Hazel berubah dari kekaguman menjadi penyesalan.

Dia diam-diam menghela napas dalam hati. Pria yang begitu luar biasa ini, kenapa bisa memiliki penyakit yang tersembunyi?

Sungguh sangat disayangkan!

Mendengar langkah kaki di belakang, gerakan Sergio terhenti dan dia berbalik perlahan.

Tatapannya jatuh pada sosok Hazel dan kilat di matanya berubah suram.

Kemeja putihnya membungkus tubuh mungil Hazel. Ujung kemeja itu hampir tidak menutupi pangkal pahanya, memperlihatkan kaki Hazel yang putih dan ramping. Kaki itu begitu lurus dan proporsional. Cahaya yang menyala membuat kaki itu terlihat makin putih dan menarik perhatian.

Sorot mata Sergio berhenti pada kaki ramping yang indah itu dan dia tiba-tiba merasa panas.

Dia mengalihkan pandangannya, berkata dengan suara yang sedikit tegang, "Pakai celanamu."

Hazel menunduk dan menyadari bahwa berpakaian seperti itu di depan seorang pria dewasa memang sedikit ambigu. Seketika, pipinya memerah.

Dia menjawab, "Celanamu terlalu besar untuk kupakai."

Sergio menaiki tangga dengan dingin dan tidak menoleh ke arah Hazel. Jika Hazel memperhatikan dengan saksama, dia pasti bisa melihat kalau langkah kaki itu sedikit tidak teratur.

Namun, pipi Hazel sudah memerah, mana mungkin dia sempat memperhatikan Sergio?

Karena itu, dia melewatkan pemandangan itu.

Beberapa saat kemudian, Sergio turun dari lantai atas dengan membawa celana panjang setelan jas miliknya, lengkap dengan ikat pinggangnya.

"Pakai ini."

Mungkin menyadari bahwa nadanya agak dingin dan keras, Sergio menambahkan, "Jangan sampai kedinginan."

Hazel mengambil celana panjang itu dan pergi ke kamar mandi untuk memakainya.

Dengan bantuan ikat pinggang, celana itu dipaksakan muat saat dikenakan Hazel. Namun, bagian kaki terlalu mengembang dan panjang, membuat sosok Hazel terlihat membengkak. Jadi, Hazel terpaksa harus menggulungnya.

Ketika keluar dari kamar mandi, dia mendapati Sergio sudah membawa mie yang sudah matang ke meja makan.

Semangkuk mie dengan kuah kaldu bening ditaburi lapisan daun bawang. Penampilan mie itu tampak menggugah selera.

Hazel terlalu terkejut dan tidak bisa berkata-kata, tidak menyadari bahwa Sergio ternyata bisa memasak.

Ini hanya semangkuk mie yang teramat sangat sederhana, tetapi jika dibuat oleh tangan Sergio, entah kenapa rasanya tidak pada tempatnya.

Melihat Sergio pergi ke dapur untuk mengambil peralatan makan, Hazel pun berinisiatif untuk mengikutinya.

"Om, butuh bantuan nggak?"

Mendengar panggilan Om dari mulut Hazel, tubuh Sergio langsung menegang. Rasa dingin di bagian bawah matanya hampir meluap.

Sergio menunduk, mencoba menahan emosinya. Lalu, dia menjawab pelan, "Nggak perlu. Tunggu di luar saja. Aku akan menyiapkannya sendiri."

Hazel tidak terus memaksa, duduk di meja makan dan menunggu dengan patuh.

Setelah semua yang dia alami sore ini, dia memang sedikit lapar.

Sergio memberikan sendok kepadanya dan duduk di seberangnya. "Makan pelan-pelan. Masih panas."

Hazel mulai makan dan aroma lezat mie ini langsung memenuhi indera pengecapnya. Perutnya yang kosong pun mulai terasa hangat.

Bahkan mungkin dia sendiri tidak menyadari bahwa kewaspadaannya terhadap Sergio perlahan-lahan memudar.

Sambil makan, dia mengacungkan jempolnya ke arah Sergio. "Enak sekali, Om. Aku nggak sangka Om bisa masak seenak ini!"

Pencahayaan ruang makan yang hangat menyinari sosok Hazel, menegaskan wajahnya yang mulus dan cantik.

Dia menunduk, pipinya menggembung dan dibarengi dengan gerakan mengunyah. Dia menyipitkan mata, terjebak dalam kebahagiaan dan kepuasan.

Sikap Hazel begitu patuh, membuat Sergio ingin mengusap kepalanya.

Namun, dia tidak bisa melakukan itu atau Hazel akan merasa takut kepadanya.

Hal terpenting yang harus dimiliki oleh seorang pemburu yang baik adalah kesabaran. Hal terakhir yang paling dimilikinya juga kesabaran.

Sedikit menekuk tangannya, Sergio pun mulai menariknya dengan gerakan santai. Dia mengingatkan dirinya sendiri bahwa dia masih memiliki banyak waktu.

Hazel begitu asyik dengan makanannya sampai tidak menyadari bahwa dia sudah menjadi domba yang siap disembelih. Dia menikmati makanannya ini dengan sangat puas.

Di tengah-tengah makan, dia menyadari bahwa ada telur rebus di dasar mangkuk.

Dia mengangkat pandangannya dan melihat pria di seberangnya. Namun, pria itu menunduk dan terus memakan mie-nya dengan gerakan elegan, tidak menunjukkan perubahan ekspresi apa pun.

Hazel diam-diam menatap pria yang tengah makan di depannya, hingga dasar mangkuk mie pria itu terlihat. Namun, dia tidak melihat ada telur rebus di dalamnya.

Jadi, ini dibuat khusus untuknya?

Suasana hati Hazel tiba-tiba menjadi sedikit rumit. Sebelumnya, dia selalu merasa bahwa cara Sergio menatapnya terlalu berbahaya. Jadi, Hazel selalu menghindar.

Ditambah lagi dengan rumor tentangnya yang beredar di dunia luar, Hazel makin takut padanya.

Namun, sekarang tampaknya pria ini tidak terlalu menakutkan dan bahkan sangat teliti.

Setelah selesai makan, Sergio beranjak dan membereskan mangkuk mie.

Dia melirik ke arah seorang gadis yang sedang bersandar di kursinya sambil mengelus-elus perutnya yang kecil dan tersenyum dengan raut wajah puas.

Hazel langsung beranjak dari duduknya, merasa tidak enak hati. "Om, biar aku saja. Kalau cuci piring aku masih bisa, kok."

"Nggak usah. Aku saja." Sergio menepis tangan Hazel dan berjalan menuju dapur.

Terlihat bahwa Sergio menyalakan keran dengan terampil dan mulai mencuci piring.

Hazel mengusap ujung hidungnya, merasa bahwa dia akan menambah kekacauan jika dia membantu. Jadi, dia memutuskan untuk duduk kembali.

Sergio selesai mencuci piring dan meninggalkan dapur. Dia pergi ke ruang kerja dan mencetak sebuah dokumen, lalu menyerahkannya kepada Hazel.

Hazel menerimanya dengan rasa ingin tahu. Terlihat beberapa huruf besar tertulis di atasnya, "Perjanjian Perkawinan, Pihak A: Sergio Hardwin, Pihak B: Hazel Vandana ...."

Matanya membelalak kaget. "Kapan Om menulis ini?"

Menyadari binar di mana Hazel, Sergio pun berdehem pelan. "Saat perjalanan pulang."

Sebenarnya, saat Hazel tengah menangkap basah perselingkuhan tunangannya, mobil yang ditumpangi Sergio menunggu di dekat hotel. Saat itulah dia menuliskan surat perjanjian ini.

Namun, dia tidak boleh mengatakannya dengan jujur.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status