Share

Bab 2

Menyadari betapa ambigu posisi mereka saat itu, pipi Hazel tiba-tiba memerah dan dia menarik diri dari pelukan pria itu dengan panik.

Dengan agak malu, dia menjelaskan dengan suara pelan, "Bukan, kakiku mati rasa."

"Hmm."

Sergio menjawab, lalu tawa pelan terdengar dari mulutnya. Tidak tahu apakah dia percaya dengan alasan yang dibuat Hazel atau tidak.

Suaranya lembut dan rendah, yang memiliki efek menenangkan. Hazel merasa seolah-olah hatinya telah diacak-acak.

Rasanya begitu menggelitik.

Hazel menggosok telinganya, lalu bertanya karena penasaran, "Kenapa Om bisa ada di sini?"

Sergio menjawab masih dengan ekspresi yang sama, "Kebetulan lewat saja."

Melihat makhluk kecil yang malang dan basah kuyup karena hujan di pinggir jalan, Sergio merasa kalau Hazel seperti seekor kucing yang ditinggalkan oleh pemiliknya, tak berdaya dan menderita.

Hazel mengangguk mengerti, tidak tahu harus berkata apa lagi setelah itu.

Dia baru mengetahui pengkhianatan tunangannya dan mengalami kelelahan secara fisik dan mental. Dia hanya ingin mencari tempat untuk menenangkan diri.

Sergio menatapnya, lalu bertanya, "Mau balas dendam?"

"Apa?"

Hazel menatapnya dengan bingung, tidak mengerti arti kata-kata pria itu.

Sergio sepertinya membaca keraguan di mata Hazel, jadi bertanya dengan sabar, "Justin mengkhianatimu, apa kamu akan membiarkannya begitu saja?"

Raut wajah Hazel tiba-tiba berubah dan ekspresinya menjadi waspada. "Bagaimana kamu tahu tentang hal ini?"

Jika Sergio mengetahuinya, apakah anggota Keluarga Hardwin yang lain juga mengetahuinya?

Jika memang begitu, semua kata-kata kasar yang dia lontarkan di depan Justin dan Darra akan menjadi sebuah lelucon.

Sergio menjawab, "Bukankah kamu yang keluar dari hotel dan berakhir dalam keadaan seperti ini sudah menjelaskan semuanya?"

Hazel terdiam, lalu dia tersadarkan.

Menyadari bahwa dia sudah salah paham pada Sergio, dia langsung meminta maaf, "Terima kasih, Om. Tapi aku akan menyelesaikannya sendiri."

Bagaimana mungkin dia bisa menerima pertolongan Sergio begitu saja? Selain itu, Sergio juga bagian dari Keluarga Hardwin.

Bagaimanapun juga, Hazel tidak ingin berurusan lagi dengan Justin dan keluarganya.

Sergio tersenyum tipis dan menjawab tanpa tergesa-gesa, "Aku membantumu dengan sebuah syarat. Bagaimana kalau kamu dengar dulu."

"Syarat apa?"

"Aku butuh seorang istri." Dia menjawab singkat.

Hazel hampir mengira dia sedang berhalusinasi. Butuh waktu lama baginya untuk menjawab perkataan Sergio. "Om nggak bercanda, 'kan?"

Seorang Sergio butuh seorang istri?

Jika dia mau, akan banyak wanita yang bersedia menjadi istrinya.

Jangan bilang Sergio hanya ingin menggodanya?

Sergio menjawab, "Apa aku terlihat seperti sedang bercanda?"

Hazel menggelengkan kepalanya. Sebelumnya, dia telah mendengar banyak rumor tentang Sergio sebelumnya.

Karakternya tegas, tidak mudah didekati dan tidak dekat dengan wanita ....

Dengan status dan posisi Sergio, dia tidak perlu membuang-buang waktu untuk bercanda dengannya di sini.

"Lalu kenapa kamu ...."

"Ibuku terus mendesakku untuk menikah. Aku juga butuh seseorang buat jadi perisaiku. Kalau kamu setuju, aku bisa membantumu memutuskan pertunanganmu dengan Justin."

Hazel terkejut, memiringkan kepalanya dengan tidak percaya dan menatapnya.

Sergio memegang payung di tangan untuk melindungi tubuh Hazel dari guyuran hujan.

Cahaya redup dari trotoar memancar. Wajah pria itu setengah terpapar cahaya dan setengah tersembunyi dalam kegelapan, menambahkan sentuhan misteri pada sosoknya.

Pria yang luar biasa seperti ini benar-benar jauh lebih baik daripada Justin si bajingan itu!

Namun, kewarasan Hazel masih utuh. Jadi, dia bertanya dengan curiga, "Kenapa harus aku?"

Dengan kekuatan, kuasa dan wajah tampan Sergio, dia hanya perlu menjentikkan jarinya kalau menginginkan wanita. Kenapa pria ini malah memilihnya?

Hazel tidak percaya ada keberuntungan yang datang secara ajaib. Kalaupun ada, keberuntungan itu tidak akan pernah menimpanya.

Sergio menjelaskan, "Karena aku membutuhkan seseorang yang sadar akan statusnya dan bisa mencapai keuntungan yang sama denganku. Kamu cocok dengan kriteriaku."

"Tapi ...."

Saat Hazel ragu-ragu, Sergio tiba-tiba membungkuk.

Sebuah suara rendah dan menggoda terdengar di telinga Hazel.

"Apa kamu nggak mau Justin memanggilmu Tante? Lagipula, dengan menikahiku, Darra nggak akan bisa menjadi bagian dari Keluarga Hardwin selama sisa hidupnya."

Mata Hazel langsung berbinar dan hatinya perlahan mulai terbujuk.

Jika dia menikah dengan Sergio, Justin akan memanggilnya tante. Gambaran seperti itu membuatnya senang hanya dengan memikirkannya!

Dia mencuri pandang ke arah Sergio, jejak penyesalan muncul di dasar matanya.

Rumor mengatakan bahwa Sergio yang berusia tiga puluh tahun dan bahkan tidak memiliki satu pun wanita di sisinya. Hal ini terjadi entah karena Sergio menyukai pria atau memiliki penyakit tersembunyi.

Sekarang, tampaknya rumor itu benar adanya.

Pantas saja dia mencari Hazel untuk melangsungkan pernikahan semacam ini.

Setelah beberapa saat merenung, Hazel bertanya dengan suara tersendat, "Om, Nenek Liana pasti nggak akan setuju."

Sebelum secara resmi memutuskan pertunangan, dia masih menjadi tunangan Justin.

Jika dia menikah dengan Sergio, mungkin akan ada gosip tidak mengenakan yang berkembang di luar sana.

Dibandingkan dengan kekhawatiran Hazel, Sergio bersikap sangat tenang dan bahkan tidak mengerutkan kening.

"Jangan khawatir. Aku akan mengurus masalah ini."

Mendengar janji Sergio, kekhawatiran Hazel benar-benar menghilang. Lalu, dia menjawab dengan tegas, "Baiklah, ayo lakukan!"

"Kalau begitu ayo pergi."

Sudut bibir Sergio terangkat naik ke atas membentuk senyuman tipis. Dia menunduk untuk menyembunyikan gelenyar suram yang melonjak di bawah matanya, lalu membuka pintu mobil belakang.

Dia meletakkan tangannya di atas mobil, memastikan kalau kepala Hazel tidak akan terbentur.

Tindakannya sangat sopan dan penuh perhatian, seolah-olah dia sedang memperlakukan seorang kekasih kesayangannya.

Hazel dikejutkan oleh pikirannya sendiri, membuat pipinya sedikit memerah. Lalu, dia bergegas masuk ke dalam mobil.

Di dalam mobil terasa panas, tetapi Hazel merasa bergidik.

Dia memeluk lengannya dan bersandar di kursi, ingin sekali meringkukkan tubuhnya.

Lalu, tiba-tiba ada handuk yang disodorkan kepadanya, dibarengi dengan suara Sergio, "Pakailah. Jangan sampai sakit."

Hazel berterima kasih dan langsung mengambilnya untuk menyeka rambutnya yang basah.

Suasana di dalam mobil terasa sangat sunyi dan aneh, hanya suara gesekan rambut Hazel dengan handuk yang terdengar.

Merasa tidak nyaman, Hazel berdeham dan bertanya dengan tenang, "Apa kita akan pergi mendaftarkan pernikahan kita sekarang juga?"

Sergio menoleh dan menatapnya dengan ekspresi penuh arti. "Bukan ide buruk. Tapi apa kamu ingin pergi ke sana dengan penampilan seperti sekarang?"

Hazel mengikuti tatapan Sergio, baru menyadari bahwa saat ini dia dalam keadaan basah kuyup dan berantakan.

Pipi Hazel memerah, rasanya ingin mencari celah untuk menyembunyikan dirinya.

Dia hampir lupa bahwa dia basah kuyup karena hujan.

Kemeja putih yang Hazel kenakan menempel di kulit karena air hujan, bahkan warna pakaian dalamnya pun terlihat jelas.

Dengan penampilan seperti ini, memang sangat tidak cocok untuk pergi mendaftarkan pernikahan mereka.

Terlebih lagi, nada suara Hazel barusan menunjukkan ketidaksabaran, seakan-akan dia sangat terburu-buru untuk menikah dengan Sergio.

Mungkinkah pria itu salah paham?

Hazel menatapnya dengan hati-hati. Ketika melihat wajah datar Sergio, dia akhirnya bisa menghela napas lega.

Asisten yang tengah mengemudikan mobil, Ervan Permana, melirik melalui kaca spion ke arah kursi belakang dan menghela napas panjang.

Sikap atasannya ini sangat tidak normal dan langsung menjungkirbalikkan penilaian Ervan selama ini terhadapnya.

Padahal, mereka telah menunggu di luar hotel sepanjang sore.

Awalnya dia mengikuti Sergio untuk membicarakan kerja sama. Namun pada akhirnya, bahkan sebelum keluar dari mobil, mereka bertemu dengan Justin dan adik tiri Hazel yang bernama Darra masuk ke hotel bersama.

Sergio langsung memerintahkannya mengirim pesan secara anonim kepada Hazel dan meminta Hazel pergi ke hotel untuk memergoki keduanya.

Awalnya, dia tidak begitu mengerti kenapa tuannya ingin menangkap basah keponakannya sendiri.

Pada saat itu, dia akhirnya mengerti bahwa keponakannya tidak jauh lebih penting dari istrinya!

Tidak heran tuannya ini selalu menatap Nona Hazel dengan tatapan aneh sebelumnya. Sekarang setelah dia memikirkannya, semuanya jadi masuk akal.

Tuannya ini ternyata menyukai Nona Hazel. Bukan ... rasa sukanya ini bisa dikatakan sudah cukup dalam.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status