Aspen sudah kembali seperti semula setelah istirahat beberapa jam.
Setelah menyelesaikan segalanya baik administrasi rumah sakit dan kamar inap VIP yang dia pesan dua kamar, satu untuk dia dan Niko dan satunya untuk Amerika.
Aspen sudah kembali ke ruangan saat itu Niko tengah tertidur pulas.
“Ada apa denganmu sepupuku, tidak biasanya kau bersikap seperti ini.” Kata Aspen lirih menatap Niko dengan tersenyum kecil.
Suara ponsel Aspen berbunyi, dia langsung memeriksanya.
Ada banyak foto yang diterimanya dari pesan pribadi Aspen.
Foto-foto itu adalah tempat tinggal Amerika yang dia minta kepada anak buahnya beberapa jam yang lalu setelah dia berdiskusi dengan Niko.
Dahi Aspen berkerut menatap tajam pada layar ponsel lalu mendesah dalam.
Ada manusia yang bisa hidup di tempat seperti ini ternyata, gumam Aspen.
Setelah itu dia berjalan keluar.
Di ruangan pasien VIP yang ada di sebelah kamarnya Aspen dengan hati-hati mengintip dari kaca pintu, setelah itu dia membuka grendel pintu dengan pelan.
Di dalamnya Amerika masih belum sadarkan diri, terbaring di atas tempat tidur pasien dengan wajah masih terlihat pucat.
Suara mesin detak jantung, selang infus dan peralatan medis lainnya memenuhi ruangan itu.
Dengan langkah kaki pelan Aspen mendekati Amerika, berdiri tepat di depannya menatap tajam gadis berambut coklat sebahu dengan kulit putih yang terlihat pucat itu.
“Aku berharap kau segera bangun dan kembali sehat seperti semula.” Kata Aspen pada Amerika yang masih terbaring dengan kondisi kini pada bahunya terbalut perban bekas luka tembakan.
Saat itu juga suara pintu terbuka, ada seorang perawat wanita masuk sedikit terkejut saat melihat Aspen tengah berdiri di sana.
Aspen menunduk, memberi salam saat perawat itu masuk.
“Kau masih di sini Tuan?” Sapa si perawat yang ternyata salah satu perawat yang menangani Aspen saat donor dari tadi.
“Hm ...” jawab Aspen melangkah minggir memberi ruang pada si perawat.
“Bagaimana kondisinya saat ini?” tanya Aspen.
“Beruntung sekali dia bisa selamat dan kondisinya baik-baik saja.”
Jawab si perawat dengan sambil kedua tangannya sibuk memasukkan sesuatu ke dalam selang infus.
“Tapi kenapa dia belum juga sadar?” tanya Aspen lagi.
“Dia hanya shock dan tragisnya dia kekurangan nutrisi, jadi tubuhnya sangat lemas sekali. Kemungkinan malam ini atau besok dia sudah siuman. Bersabarlah!”
“Apa kemungkinan dia akan kembali normal seperti semula?”
“Hm … berdasarkan pengalamanku selama merawat pasien seperti ini dengan kondisi luka tembak biasanya butuh perawatan yang ... sedikit lama dan sabar.”
“Maksudnya?” Aspen tidak paham dengan apa yang dikatakan perawat itu, dia memperhatikan tangan si perawat yang terlihat cekatan dan lihai dengan pekerjaannya.
Jarum suntik itu lagi membuat perut Aspen sedikit nyeri, dia mencoba menahannya.
“Iya, Tuan harus merawatnya karena untuk beberapa waktu dia mungkin tidak bisa menggunakan tangannya karena pemulihan.” Perawat itu tersenyum lalu setelah selesai dengan tugasnya dia berpamitan pada Aspen, keluar ruangan.
Pemulihan dan merawatnya?
Apa?
Siapa?
Aku, Niko?
Nggak mungkin.
Tunggu, dia kekurangan nutrisi ... itu berarti dia kurang makan.
Pantas saja wajahnya terlihat tirus seperti itu.
Aspen berbicara sendiri sambil menatap wajah Amerika dengan tajam.
Sekeras apa kehidupanmu sampai seperti ini.
Aspen lalu teringat kejadian sebelumnya saat di jalanan dan lorong gedung sebelum insiden.
Tiba-tiba saja dahi Amerika berkerut, “Ma, jangan tinggalkan aku ... Ma ... Mama ...”
Amerika merintih sambil mengatakan sesuatu yang jelas terdengar oleh Aspen.
Aspen tertegun melihatnya, terdiam tak bisa berbuat apa-apa lalu dia melangkah maju saat melihat Amerika masih meracau dan dari sudut matanya mengalir cairan bening.
Dengan pelan Aspen mengelus dahi Amerika, itu adalah cara yang sering dilakukannya pada Niko selama dia bersamanya.
Jadi Aspen paham apa yang harus dia lakukan.
Tangan Aspen terasa dingin saat menyentuh dahi Amerika.
Apa yang kau impikan sampai kau seperti ini.
Aspen mendesah lagi.
Bersambung..
Note : terima kasih sudah mampir di novel pertamaku di GN, semoga teman-teman suka dengan cerita Niko, Amerika dan Aspen.
Di ruang sidang dewan istana, beberapa anggota dewan terdiri dari sepuluh orang salah satunya Mister Launch, ayah Karina. Semalam Karina sudah ketakutan begitu mendapat kabar dari Amanda bahwa Niko sudah membuat Alex tidak bisa berjalan dan membawa ibunya pergi dari kediaman mereka. Karina tidak bisa tidur semalaman, tadi pagi saat ayahnya hendak pergi ke istana dia juga berpesan agar ayahnya bisa membantu membujuk Niko untuk tidak membuatnya menderita karena dia sudah menyesali atas apa yang sudah dia lakukan pada Amerika. Mister Launch menghela napas dalam saat dia duduk dengan gelisah, semua mata tertuju kepadanya. Karena dari kesepuluh anggota dewan istana keluarga Launch selalu yang membuat keputusan sepihak dan terlihat jelas tidak mendukung Niko dengan alasan karena putrinya tidak dilirik Niko sama sekali.
Tidak berapa lama Niko sudah keluar dari gedung tersebut.Masuk ke dalam mobil dengan raut wajah dingin membuat Aspen tidak banyak bertanya kepadanya.Suara ponsel Niko berbunyi, sebuah nama tertera di layar depannya.Dimitri …“Hallo …”“Bos, semua yang sudah bos perintahkan, sudah aku lakukan.”“Bagus, lalu …”“Kondisi ayahnya Amerika sudah membaik, awalnya perempuan itu menolak bantuaku tapi setelah aku jelaskan dia menjadi senang entah apa yang dia pikirkan.”“Aku tahu.”
Dalam waktu singkat setelah membawa pulang Amerika kembali ke kastil tempat mereka tinggal selama di Rosen. Niko meminta ibunya dan juga bibinya, ibunya Aspen untuk menjaga Amerika, karena gadis itu masih trauma.“Bibi, maaf merepotkanmu kali ini.” Ucap Niko pada Lucia yang juga sebagai kepala pelayan di kediaman ibunya.“Tidak apa-apa Pangeran, selama kau pergi, biar aku yang akan menjaganya.” Jawab Lucia.“Terima kasih.” Ucap Niko.“Nik, semuanya sudah siap. Apa kita pergi sekarang?” tanya Aspen.Niko menatap Amerika yang masih tertidur dengan tubuh diselimuti, sebelumnya seorang dokter istana sudah memeriksa Amerika dan diberikan obat penenang sehingga dia mengantuk lalu tert
“APA? ADA APA?” Amina bergegas menuju kamar Alex yang sudah dipenuhi para pelayan.Semua orang menyingkir memberikan jalan kepada Amina.“DIA KENAPA?” teriak Amina suaranya memekakan telinga.“Amina tenangkan dirimu.” Ucap Adrian pada istrinya.“Bagaimana bisa kau berkata seperti itu, hah? Dia anakmu. Apa kau tidak melihatnya dia terluka.”“Dia hanya pingsan dan menurut dokter istana lukanya juga tidak parah.”“Adrian …” bola mata Amina melotot.“Kalian semua bisa keluar.” Perintah Adrian pada semua pelayan.
Dari tempat Amerika, dia bisa mendengar suara letusan senjata yang sangat keras tapi di luar kamar tidak terdengar apa-apa.“Nik, maafkan aku! Huwaaaa … Mama … tolong aku.” Setelah berbicara Alex melihat darah segar keluar dari kakinya tak lama kemudian dia pingsan.Niko mengambil pistol miliknya lalu dia pergi meninggalkan Alex yang masih tergeletak di lantai tidak sadarkan diri.“Niko …” seru Aspen.“Bereskan semuanya seperti biasa, aku hanya memberinya peringatan. Dia sendiri yang menembak kakinya.” Kata Niko raut wajahnya dingin, dia memberikan pistol yang ada di tangannya pada Aspen.“Baiklah!” kata Aspen, dia langsung masuk ke kamar setelah itu menghub
Alex membuka resleting baju Amerika saat pintu didobrak dari luar dengan keras.BRAK!Seketika Niko masuk bersama dengan Aspen dan dua orang pengawalnya.Alex terkejut bola matanya melebar saat dia melihat Niko yang langsung berjalan berlari menerjangnya.“Dasar bajingan!” teriak Niko dengan keras.Tendangannya mengenai wajah Alex.“AUW … PENGAWAL.” Teriak Alex sambil memegang wajahnya yang terasa sakit akibat tendangan keras Niko.Aspen dan yang lain langsung menghajar para pengawal yang ada di kamar sebelah saat mereka tahu bahwa ada orang lain di dalamnya.