Share

Bab 6 - Harapan

Langkah kaki ketiganya dan suara roda brankar yang melewati lorong itu terdengar kencang malam itu. Beberapa orang yang melihatnya ikut panik dan menatap dengan rasa was-was juga meski mereka tidak tahu apa yang tengah terjadi tapi mereka berpikir pasti ada seseorang yang sedang sekarat saat ini.

Sampai di depan ruang operasi Niko melepas mereka dan duduk di kursi tunggu yang dingin dengan gusar.

Niko hanya bisa duduk terdiam tanpa sedikit pun bergerak, sudut kedua matanya menggenang air yang berusaha dia tahan.

Sudah hampir dua jam lebih lampu itu belum juga berubah warna, saat Niko menoleh untuk memastikannya.

Apa yang harus dia lakukan pada gadis itu.

Bagaimana dengan keluarganya, Niko semakin memikirkannya dia semakin cemas.

Saat itu juga suara panggilan berbunyi dari ponsel pintarnya yang ada di saku jaket milik Aspen.

Niko mengambil ponsel itu di layarnya tertera nama seseorang yang dia kenali.

“Hello ... ini Niko.” Jawab Niko singkat.

“Selamat malam Tuan Niko, kami ingin mengabarkan berita terkait insiden beberapa jam tadi.”

“Cepat katakan!” hardik Niko dengan suara tegas dan penasaran.

“Pelaku sudah ditangkap, dalangnya hanya seorang pemuda yang butuh uang dan dia mendapat perintah dari seorang pesaing Tuan Niko.”

“Apa katamu? Hanya orang iseng. Nggak mungkin, sialan!”

“Maaf Tuan Niko, seperti itu kenyataannya. Apa Tuan mengenal orang tersebut ... sudah saya kirimkan fotonya.”

Niko langsung menyentuh layar ponsel itu dengan cepat, sebuah foto terkirim.

“Sialan! Dia ...” Niko mengumpat dengan kesal.

“Hallo, pastikan dia di penjara sampai mati.” Kata Niko dengan suara tegas dan penuh amarah.

“Baik Tuan!”

“Kau urus semuanya jangan sampai berita ini masuk menyebar. Pastikan semua wartawan dan reporter kau bungkam. Aku tidak ingin ada satupun berita mengenai masalah ini.”

“Baik Tuan!” 

“Dan jangan lupa, si bangsat itu pastikan dia tidak akan pernah muncul lagi dalam hidupku.”

“Baik Tuan!”

“Jadi motifnya?” tanya Niko lagi.

“Dia butuh uang dan kebetulan dia mendapatkan tawaran yang menarik. Menurutnya dia tidak ingin membunuhmu hanya ingin memberimu peringatan. Dan si dalang ini merasa sakit hati karena Tuan menolak tawarannya.”

“Sialan! Hancurkan hidupnya buat dia bangkrut dan menderita seumur hidup karena sudah berani menyentuh hidupku.”

“Baik Tuan Niko.”

Tuuuutttt…

Sambungan telepon itu terputus.

Rahang Niko mengeras, kepalan tinjunya kuat dadanya bergemuruh.

Niko merasa kesal, karena bajingan itu membuat seorang gadis yang tidak berdosa harus mengalami masa sulit saat ini.

-----

Setelah kurang dari lima jam lampu itu berubah warna, ada beberapa orang yang keluar dari ruang operasi dengan cepat Niko berdiri dan berjalan menghampiri mereka.

“Bagaimana dengan hasilnya?” tanya Niko pada mereka.

“Semua baik-baik saja semoga dia bisa bertahan.” Jawab sang dokter menepuk pundak Niko lalu dia pergi diikuti oleh yang lainnya.

Selang beberapa menit, Aspen keluar dengan masih terbaring di atas brankar.

“Apa kau baik-baik saja Aspen?” tanya Niko saat dia sudah mendekat.

Aspen hanya mengangguk.

Niko mengikuti mereka menuju ruangan yang sebelumnya.

Di dalam ruangan Aspen lebih terlihat segar dan baik-baik saja setelah beberapa jam istirahat.

Aspen menatap Niko, wajah sepupunya itu tidak seperti biasa.

“Apa yang terjadi Niko?”

“Aspen, apa dia akan baik-baik saja?”

“Hm … entahlah! Aku sendiri masih ragu tapi kata dokter dia gadis yang kuat dan hebat bisa bertahan sejauh ini.”

Aspen mendesah dalam.

Niko pun mengikuti.

Keduanya terdiam untuk beberapa saat.

Ini untuk pertama kalinya Aspen melihat Niko begitu khawatir pada orang lain atau karena gadis itu telah menyelamatkan hidupnya tapi dia dulu pernah melakukan hal yang sama Niko cuek saja.

“Hey Niko ... ada apa denganmu? Dulu saat aku melakukan hal yang sama kau biasa saja kepadaku.” Tanya Aspen penasaran dengan apa yang sedang  dipikirkan Niko saat ini.

“Mn ... aku hanya mengkhawatirkan keluarganya. Dan gadis itu ...” Niko berhenti lalu menunduk dengan kedua tangan menopang dagunya duduk di sudut ruangan.

“Aku tidak pernah melihatmu panik seperti ini sebelumnya Niko. Dan dia bukan siapa-siapa kita.”

“Aspen, kau jangan berkata seperti itu.”

“Tapi, aku pernah mengalami hal yang lebih sulit. Kau ingat saat aku menolongmu jatuh ke jurang dan aku hampir mati saat kita duduk di bangku SMP.”

“Kondisinya berbeda Aspen.”

“Aku juga sekarat saat itu dan kau masih berhutang padaku hahahaha ...”

“Apa kau cemburu pada gadis itu Aspen?”

“Hah? Aku cemburu jangan ngaco Niko.”

Niko tersenyum mendengarnya.

“Maka hentikan omong kosongmu. Aku hanya khawatir kalau dia ...”

“Jangan berpikir seperti itu, kita harus percaya dia bisa bertahan.”

“Apa kau sudah selidiki siapa keluarganya?”

“Sebentar.”

Aspen meraih jaket yang ada di depannya dan merogoh saku bagian dalam.

Pada ponselnya ada notifikasi, dengan cepat dia membuka email yang dia terima.

“Aku baru saja mendapatkannya. Tidak ada data apa pun yang mereka dapatkan, gadis itu …” Aspen terdiam menunduk menatap layar ponsel yang masih menyala.

“Apa maksudmu?”

“Dia ... tidak punya siapa-siapa di sini.” Jawab Aspen mendesah.

“Apa katamu?”

“Iya, dia sebatang kara Nik.” Aspen menoleh menatap Niko.

Mereka saling berpandangan.

“Itu berarti ...”

“Yah, kau harus merawatnya karena kau telah membuatnya seperti itu.” Kata Aspen menaruh ponsel miliknya di sembarang tempat di atas brankar.

Niko mendesah dalam, suaranya terdengar sampai tempat Aspen.

“Lalu apa rencanamu?” tanya Aspen pada Niko, “Kita tidak mungkin menjaganya kan? Masih banyak jadwal yang harus kau lakukan dan beberapa misi yang harus kita lakukan.”

“Aspen ...”

Panggil Niko pelan menatap sepupunya itu dengan tegas, dia sudah melepaskan topi dan maskernya kali ini.

“Apa yang kau pikirkan saat ini?”

“Hmm ...”

“Ayolah Aspen.. cepat katakan padaku..”

“Kita harus menjaganya dan merawatnya.” Jawab Aspen.

“Ok!”

“Tapi Nik ... semuanya ... bagaimana?”

“Batalkan semuanya, bayar dendanya. Apa kau ingin kita menjadi orang yang tidak bertanggung jawab, kau tahu aku siapa? Bagaimana kalau kejadian itu menimpa orang-orang di negeri kita. Apa aku harus diam saja.”

“Nik, tapi dia ... kita bisa menyewa seseorang untuk merawatnya bukan?”

“Hmm ... aku tidak yakin.”

“Niko William jangan gila.” Aspen dengan cepat bangun lalu berdiri menghampiri Niko.

“Nik ...” Aspen memegang pundak Niko.

“Setelah semuanya selesai, bawa dia ke apartemen kita. Pastikan semuanya baik-baik saja sampai dia bisa kembali normal seperti semula. Aku berhutang nyawa padanya Aspen. Gimana? Apa aku salah? Menurutmu?”

Niko kini yang menatap Aspen dengan tajam.

Mata dan tatapan itu, Aspen tidak bisa membantahnya.

Niko memang terlahir sebagai pewaris dan pengganti ayahnya. Tidak bisa dipungkiri, selama ini ayah ibunya selalu memberinya nasehat agar terus mendukung dan menjaga Niko. Jadi seperti ini ...

“Baiklah, kalau itu yang kau inginkan. Aku akan melakukan semuanya dengan baik.”

“Hm …” Niko mengangguk dan tersenyum kecil.

“Rahasiakan semua ini pada kedua orang tuaku terutama ibuku. Paham!”

“Baik.”

Bersambung..

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status