Ellina membuka matanya saat merasakan dingin di tubuhnya. Malam ini telah lewat dari tengah malam. Kegelapan dan kesunyian yang datang seakan meremas hatinya kuat. Ia berjalan ke sisi kamarnya dan menyibak tirai jendela kamarnya. Menatap kegelapan di ujung hutan pinus yang tak berujung. Senyumnya terkembang tipis, matanya meneliti dalam meski tak dapat menemukan apapun. Di sebuah meja yang tak jauh dari tempat tidurnya, sebuah kartu hitam baru dengan garis emas empat sisi dan bunga mawar merah kecil yang tengah mekar di tengah kartu tergeletak begitu saja. Mata Ellina menyipit saat mengingat pertemuannya dengan Kenzie. Kali ini wajahnya membeku tanpa ekspresi. Meski kemudian kedua pipinya merona merah saat mengingat lamaran itu. Namun bukan itu kemauannya. Semanis apapun permintaan lamaran itu, ia berniat tak akan menerimanya. Ia masih Ingat, karena Kenzie, dia mati secara mengenaskan tujuh tahun lalu. Terkaitnya sebuah takdir baru yang ia bangun, membuat alam menyimpulkan takdir b
Ruangan pertemuan itu terlihat damai. Saat percakapan inti itu selesai, dua keluarga masing-masing pergi. Menyisakan Lexsi dan Kenzie yang masih duduk berhadapan. Lexsi tampak malu-malu dengan senyum lembut namun menggoda. Sedangkan Kenzie menyesap tehnya pelan lalu meletakkan gelas itu tenang. "Aku tak tahu bahwa undangan lebih dulu di sebar," ucap Lexsi menyembunyikan rasa senangnya dengan mimik yang terlihat enggan. Hening sesaat. Kenzie sama sekali tak menatap Lexsi saat dia berkata, "Bukankah kau senang?"Tak bisa menutupi rasa bahagianya, Lexsi memilih bertanya lagi. "Bagaimana denganmu? Keluarga kita sudah merencakan hubungan kita sangat lama. Kurasa ini adalah takdir bahwa kita bisa bersama."Kenzie menatap Lexsi sesaat. Auranya tenang dan menekan rasa dinginnya. "Itu rencana keluargaku, bukan rencanaku!"Kata-kata itu dingin dan menusuk. Membuat Lexsi sedikit peka namun dia mencoba berpikir lain. Tak mungkin kan, dia akan menentang keluarganya? Undangan sudah disebar."Pre
Siang ini, Ellina tak kembali bekerja dan lebih memilih untuk pergi ke Hyronimous University. Langkahnya memasuki kawasan universitas dengan sangat ringan. Tatapan kagum pada kecantikannya tak membuat ekspresinya menghangat. Ia melangkah menuju jurusan IT, sebelum tangannya tertarik ke belakang. Tubuhnya berputar otomatis mengikuti langkah penarik tangannya. "Ikut aku,"Ellina tak bisa berpikir sesaat dan hanya menurut. Namun saat matanya melihat dengan jelas, tubuhnya tak bergerak dan dengan ringan ia menarik tangannya. "Aku tak punya urusan denganmu," bantah Ellina jelas. "Ell," Ellina mendongak sedikit. Menatap mata hitam kelam yang tampak berkabut dengan letusan emosi yang dalam. Garis halus bibirnya terlihat pucat dengan lengkungan tajam. Dua mata yang tajam terlihat bersinar dalam. "Aku mau kau mengikutiku. Sekarang!"Ellina menolak saat pria itu menarik tangannya. Namun langkah kakinya tak cukup bertahan karena perbedaan kekuatan. Ia hanya bisa mengikuti dengan paksa lang
Malam ini, entah angin dari mana, Kenzie menatap deretan cincin pertunangan yang baru saja datang di meja kerjanya. Matanya menyipit dalam, memperhatikan deretan cincin tersebut. Tampak berkilau dengan kerlap-kerlip briliant yang bersinar. Semua terlihat mewah dan di desain dengan sangat apik. Dalam ketelitian, ia meraih sebuah cincin yang terlihat sangat biasa. Cincin itu sangat halus dan kecil. Di taburi berlian kecil-kecil yang di rancang dengan pola melilit lalu bertemu dengan taburan berlian berwarna rubi yang membentang. Jika bola lampu menerpanya, cahaya dari berlian itu saling tumpang tindih dan membuat cincin bersinar cantik. Tak ada berlian besar yang menimpa di atasnya. Tak seperti cincin lainnya yang menawarkan kemewahan mata. Cincin ini terlihat seperti cincin mainan karena tak menunjukkan hal istimewa. Namun semua orang yang tahu akan kualitas berlian, mereka akan menunjuk cincin yang sama dengan yang Kenzie pegang. "Lander,"Lander yang berdiri di luar ruangan segera
Malam itu, Lexsi terlihat sangat cantik dengan balutan gaun berwarna merah yang menampilkan bahu putihnya. Rambutnya di biarkan tergerai dengan sebuah kalung yang menghiasi lehernya dengan cantik. Wajahnya tampak sangat bahagia dengan senyum yang merekah. Menampilkan sosok wanita dewasa matang yang cerdas.Pesta itu di gelar dengan sangat meriah di rumah utama keluarga Rexton yang terletak di Taman Barat. Satu persatu tamu undangan memasuki aula dan berbaur dengan yang lainnya. Dua keluarga yang telah menjadi tuan rumah tampak sangat akur dan tersenyum bahagia. Lalu, semua mata menatap terpana saat Lexsi turun dari tangga menuju lantai bawah. Semua kamera dari berbagai media menyoroti penampilannya yang sangat cantik. Perayaan pertunangan dan ulang tahun Aldric Rexton menjadi sebuah pesta yang sangat besar malam ini. Semua media tak bisa tak berdecak kagum karena kemewahan pesta yang mereka usung. Dari berbagai sudut, seluruh wartawan telah mengisi berbagai tempat secara menyebar.
***"Oh, apakah aku salah?" jawab Ellina dengan wajah bingung. Dia menatap Aldric yang masih berdiri tanpa menyambutnya. " Ayah, apakah aku salah? Aku sangat yakin, bahwa hari ini adalah hari ulang tahunmu."Lexsi menahan geramannya. Ekspresi wajahnya berubah cepat. Ia benar-benar tak menyangka, bahwa Ellina akan datang. Sedangkan Aldric masih begitu terkejut. Dia menatap Ellina dari atas hingga bawah. Ada riak kerinduan di dalam matanya. Bagaimanapun juga, Ellina adalah anaknya. Tak peduli kesalahan apa yang telah Ellina lakukan, itu tak merubah fakta, bahwa gadis rapuh itu putrinya. Melihat tak ada tanggapan, Ellina menatap mimik sedih wajahnya. "Ayah, aku bahkan sudah mengirimkan kado untukmu. Apakah Ayah tidak menyukainya?" menoleh, dia tiba-tiba menarik tangan Lykaios dan menggenggamnya cepat. "Lykaios, bagaimana ini? Sepertinya aku salah. Dan juga, Ayahku tak menyukai kadoku."Melihat itu semua, pandangan seluruh orang jatuh pada wajah cantik yang terlihat terpukul. Jika bebera
***Wajah Lexsi berubah gelap. Ini adalah pestanya, tempatnya bersinar. Tapi kali ini Ellina mengambil alih segalanya. Kakaknya bahkan berulang kali memperjelas bahwa dia hanyalah anak luar dan bukan anggota keluarga Rexton. Jadi bagaimana dia yag merupakan orang luar bisa mengatur keluarga Rexton? Menanggapi itu, Lexsi benar-benar marah. Dia merasa ingin mencekik Ellina hingga mati. "Mari kembali ke tujuan pesta," ajak Aldric mengingatkan semuanya. Para tamu mulai menyebar dan menikmati hidangan yang ada. Ini sudah satu jam lamanya dari waktu pertunangan yang seharusnya. Azzura dan Raven mulai gelisah karena anaknya tak kunjung datang. Berkali-kali mereka menghubungi Kenzie, namun ternyata tak ada jawaban. Ellina sama sekali tak beranjak dari samping Aldric, membawa kerinduan mendalam hingga Aldric membawa Ellina untuk memperkenalkan kepada beberapa teman kolega bisnisnya. Ellina cakap, anggun, cerdas, dan bersikap sangat hangat, membuatnya disukai dengan mudah. Sementara Vania
***"Kali ini kau benar-benar keterlaluan!"Ellina tak menyangka bahwa Lexsi akan masuk dalam jebakannya dengan mudah. Membenarkan kata-katanya tanpa menyangkal. Meski itu benar, tapi tanggapan orang lain berbeda. Mereka jelas hanya melihat dirinya yang terluka dengan bukti yang jelas. "Tak hanya mengakui hadiah Kakaknya, tapi juga menginginkan tempatnya. Dia benar-benar gadis yang buruk.""Kupikir dia anak yang berbakti, tapi nyatanya dia tak lebih dari benalu dalam sebuah pohon.""Apakah keluarga Rexton buta? Membuat anak kandungnya menderita demi anak luar?"Suara-suara itu kian memburuk. Membuat Lexsi mundur dan menggeleng. Air matanya turun, matanya menatap wajah Ellina penuh kebencian. Tapi ia sadar, bahwa posisinya sulit di sini. "Kak, katakan pada mereka sebelum semua salah paham. Kau bohong, kau jelas-jelas tahu, bahwa aku--""Benar," potong Ellina tak memberi Lexsi kesempatan bicara lagi. "Aku menggigit tanganku sendiri, jatuh di lantai dan menampar wajahku. Itu kan ya