Home / Romansa / Her Arrogant Stepbrother / Bab 3: Rencana Terselubung Part 1

Share

Bab 3: Rencana Terselubung Part 1

Author: BabyElle
last update Last Updated: 2021-05-02 16:00:00

'Trust me, it will end soon.'

***

[Apa kamu yang bernama Adam?]

Usai membaca tulisan tersebut, si pemilik nama hanya mengangguk pelan. Tanpa ia sadari, kini sudut bibirnya naik membentuk senyuman. Senyum mematikan bagi para kaum hawa.

Gadis itu lalu mengambil buku sketsa berukuran kecil di dalam tas jinjingnya, membukanya halaman demi halaman.

[Halo, namaku Pricillia. Senang bertemu denganmu, Adam.]

Entah kenapa, pemuda itu jadi ingin menggodanya sedikit dengan melontarkan sebuah pertanyaan, "Kenapa tidak berbicara? Berbicaralah. Aku ingin mendengar suaramu."

Permintaannya membuat gadis yang diketahui bernama Pricillia itu sedikit tersentak. Seketika raut wajah serta sorot matanya berubah menjadi bingung sekaligus khawatir.

'Bagaimana ini?' batinnya cemas.

"Kenapa? Ayo bicaralah." Sekali lagi, Adam mendesaknya untuk berbicara.

Menghela napas pasrah, gadis itu pun akhirnya menuruti permintaannya. Sebelum berbicara, ia memasukan buku sketsanya ke dalam tas jinjingnya terlebih dahulu.

Ia tidak tahu apakah pemuda yang ada di hadapannya dapat mengerti. Tapi setidaknya ia harus mencobanya dulu, bukan?

Kembali menghela napas pasrah, gadis itu kemudian menggeleng pelan sembari menggerakan satu tangannya seolah memberi isyarat kalau dirinya tidak bisa berbicara dengan jelas.

Jemari lentiknya ia gerakan secara perlahan agar pemuda yang ada di hadapannya setidaknya dapat sedikit memahami inti dari kalimat yang ingin ia sampaikan.

{Aku. Tidak. Bisa. Berbicara. Normal.

Mengamati sejenak gerakan tangan adik tirinya, Adam kemudian bertanya lagi, "Apa kamu punya gangguan berbicara?"

Pricillia kini menjawab pertanyaannya dengan anggukan pelan.

"Oh, baiklah." Pemuda itu hanya menanggapi seadanya saja.

'Ternyata dia bisu,' batinnya kemudian.

Tanpa membuang waktu lagi, gadis bersurai hitam itu melanjutkan perkenalan dirinya dengan menawarinya untuk berjabat tangan. Adam pun membalas jabatan tangannya dengan erat.

Ketika merasakan sensasi kulit mereka yang saling bersentuhan, sorot mata pemuda itu langsung memancarkan suatu hasrat kuat. Hasrat yang belum sempat tersalurkan.

Ketidakhadiran adik tirinya selama pertemuan keluarga sebulan sebelum acara pernikahan, menjadi alasan mutlak mengapa hasrat kuatnya belum juga tersalurkan hingga saat ini. Oleh karena itu, ia tidak mau rencananya gagal total karena ketidaksabarannya.

"Kenapa aku baru melihatmu? Ke mana saja dirimu selama ini?" tanya Adam sembari mempererat jabatan tangannya.

Pertanyaannya kembali membuat gadis itu tersentak. Namun, kali ini raut wajahnya tetap terlihat tenang. Mungkin karena ia tahu kalau kakak tirinya sudah tahu kalau dirinya bisu. Jadi tak ada yang perlu ia khawatirkan lagi.

Saat ia ingin menjawab pertanyaannya, Adam malah semakin mengeratkan genggaman tangannya. Itu membuat sang gadis sedikit kesulitan karena tangan yang satunya lagi masih ia gunakan untuk memegang tas jinjing.

Melihat Pricillia sedikit kesulitan, Adam pun melepas genggamannya dan mempersilakan gadis itu menjelaskan alasan atas ketidakhadirannya selama sebulan ini.

Usai menghela napas pelan, Pricillia menggerakan satu tangannya itu dengan tempo pelan, mengingat kakak tirinya hanya orang awam yang tak mengerti bahasa isyarat.

{Aku. Harus. Menyelesaikan. Persyaratan. Perpindahan. Kampus. Terlebih. Dahulu. Selama. Sebulan. Pe—}

"Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kamu katakan," sela Adam dengan nada datar. Menghela napas kasar, pemuda itu kembali berkata, "Sudahlah itu tak penting lagi."

Deg!

Tak mau membuat suasana menjadi canggung, gadis itu kembali membuka buku sketsanya ke halaman selanjutnya. Menampilkan sebuah kalimat pertanyaan baru.

[Apa benar kamu berkuliah di The City College of New York?]

Adam kini hanya mengangguk, memilih untuk tidak bersuara. Gadis itu lalu membuka halaman selanjutnya.

[Kalau benar, berarti kita akan satu kampus, karena mulai besok aku akan berkuliah di sana juga. Di program studi Music Performance.]

Usai itu, ia membuka lagi halaman selanjutnya.

[Aku dengar kamu di program studi Fine/Studio Art ya?]

Adam kini hanya tersenyum penuh arti. Entah kenapa, melihat cara adik tirinya berbicara melalui tulisan membuatnya sedikit tergelitik. Menurutnya, cara adiknya itu terlihat begitu polos sekaligus kekanak-kanakan.

Lagi, gadis itu membuka halaman selanjutnya.

[Sekarang kamu sudah memasuki tingkat 2 'kan?']

Adam mengangguk lagi. Membiarkan dirinya diwawancarai oleh adik tirinya. Ia sengaja bersabar dan menjawab semua pertanyaannya, karena saat ini hasrat untuk memiliki adik tirinya sudah berada di puncak tertinggi.

[Baiklah, terima kasih untuk waktunya. Sampai jumpa di kampus besok.]

Gadis itu menutup buku sketsanya lalu memasukannya kembali ke dalam tas jinjingnya.

Baru saja ia berbalik arah untuk melangkahkan kakinya, Adam melingkari pinggang rampingnya lalu menariknya ke dalam sebuah pelukan. Membuat tubuh mereka saling bersentuhan.

Pemuda itu lalu mendekati telinganya dan berbisik, "Kamu pulang sendirian?"

Pricillia mengangguk pelan, tidak berani menatap manik hitamnya yang terlihat begitu indah dan mempesona. Gadis itu tidak ingin tersihir oleh pesona kuat milik kakak tirinya.

Namun tanpa gadis itu sadari, sedari tadi jantungnya sudah berdegup dengan cepat. Bahkan,  muncul semburat merah di kedua pipinya ketika manik hitam legam kakak tirinya mengamati wajahnya dengan cukup intens.

Kedua manik hitamnya sibuk menjelajahi wajah cantik gadis yang sudah resmi menjadi adik tirinya itu. Otaknya sedang sibuk merekam tiap inci kemulusan serta keelokan yang adik tirinya miliki.

Pemuda mix-raced itu lalu melanjutkan aksinya dengan menawari gadis itu tumpangan ke apartemen.

"Kalau begitu aku bisa mengantarmu ke sana," bisiknya lagi. Ia semakin mengeratkan pelukannya, membuat gadis itu salah tingkah.

Tak ingin terus-menerus merasakan debaran jantung tak karuan miliknya, Pricillia menolak tawaran pemuda itu seraya memisahkan diri. Namun, tampaknya itu tidak membuat Adam menyerah. Ia kembali menarik lengan gadis itu dengan sedikit kasar.

"Sudah larut malam. Bagaimana kalau ada pria hidung belang yang menculikmu dan berbuat macam-macam padamu?"

Pricillia langsung bergidik ngeri. Membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduknya berdiri. Mau tak mau gadis itu setuju untuk diantar olehnya. Tanpa tahu masalah besar yang akan menimpanya sebentar lagi.

Adam langsung bersorak-sorai dalam hatinya karena rencananya untuk memiliki adik tirinya sebentar lagi akan terlaksana.

.

.

.

Setibanya di depan gedung apartemen miliknya, Pricillia dengan polosnya berterima kasih pada Adam sambil berjabatan tangan. Namun, saat ia ingin melepas genggaman tangannya, pemuda itu kembali menahannya.

Alhasil, gadis itu langsung menatapnya bingung. Sekali lagi, ia mencoba untuk melepas tangannya dari Adam, namun hasilnya sama seperti tadi.

Pricillia kini menatapnya dengan penuh tanda tanya, dahinya tampak berkerut.

Pemuda mix-raced itu langsung berkata dengan santai, "Bolehkah aku bermalam di sini? Jalan yang biasa kulewati sudah banyak preman bila sudah jam segini. Apa kamu tega membiarkan kakak tirimu ini dihajar oleh para preman hanya karena melintas di sana?"

Lagi, dengan polosnya gadis itu percaya dengan alasan klasik macam itu. Alasan yang keluar dari mulut manis kakak tirinya.

Alhasil, dengan berat hati ia mengijinkan pemuda itu ikut ke unit apartemennya untuk bermalam. Sekali lagi, tanpa tahu niat busuk kakak tirinya yang kini sudah menyeringai lebar penuh kemenangan.

.

.

Setelah masuk ke unit apartemennya, Pricillia langsung mengambil pakaian ganti, sebuah kaos polos dan celana hitam selutut di dalam lemarinya untuk Adam kenakan. Ia kemudian menyuruh pemuda itu untuk mandi terlebih dahulu.

Menggeleng pelan, pemuda itu kini berdalih, "Ini rumahmu 'kan? Kenapa tidak kamu duluan saja yang mandi? Aku bisa menunggu di sini." Pemuda itu lalu duduk di sofa.

Menghela napas pelan, Pricillia lagi-lagi menurutinya. Namun, sebelum berjalan ke dalam kamar mandi, ia memberikan pakaian ganti padanya terlebih dahulu.

Setelah gadis itu masuk ke dalam kamar mandi, Adam bangkit dari sofa lalu berjalan berkeliling untuk mengamati desain interior unit apartemen milik gadis itu.

Ia juga mengamati barang-barang milik adik tirinya yang masih tersusun rapi di dalam beberapa box. Tampaknya, gadis itu belum sempat menata semua barang-barangnya. Well,  bisa dilihat dari kondisi unitnya yang masih tampak kosong, hanya ada perabotan yang memang telah disediakan oleh pihak pengelola apartemen.

Ketika ia tiba di depan pintu kamar berwarna beige milik Pricillia, ia masuk dan melihat kumpulan foto-foto masa kecil gadis itu yang sedang tersenyum sambil memegang piala di atas meja belajarnya. Selain itu, ia juga melihat foto masa kecil gadis itu yang sedang tersenyum dengan cerahnya.

Tanpa sadar, pemuda itu bergumam, "So beauiful." Dengan senyum tipis menghiasi wajah rupawannya.

Bukan hanya itu saja, ia juga mendapati sebuah tas hitam di sudut kamar tidurnya yang berisi biola berwarna putih dan juga sebuah gitar berwarna senada.

'So, she can playing violin and guitar, huh ...,' batinnya.

Setelah puas mengamati sekitar, pemuda mix-raced itu kembali melanjutkan tujuan awalnya. Sorot matanya kembali memancarkan hasrat yang terpendam. Ia berjalan ke arah kamar mandi sembari melepas pakaiannya lalu membuangnya ke sembarang arah.

Kreeekk—

Pemuda itu membuka pintu kamar mandi lalu masuk dengan perlahan. Di dalam sana ia disuguhi dengan pemandangan indah—tubuh basah—adik tirinya yang kini sedang dibilas dengan shower.

Mendengar suara pintu kamar mandi terbuka, Pricillia spontan menengok dan langsung membelakakan matanya ketika melihat sosok Adam ada di belakangnya.

Tubuhnya yang sudah tidak mengenakan apa-apa lagi memperlihatkan dengan jelas dada bidang dan otot-otot perutnya yang bagaikan binaragawan.

Gadis itu langsung menutup bukit kembarnya dengan kedua tangannya sembari berjalan mundur sampai punggungnya menabrak dinding kamar mandi. Posisi tubuh mereka yang saat ini saling berhadapan sukses memberikan suatu pemandangan eksklusif, yakni mahkota sekaligus pedang yang tidak tertutup satu helai benang pun.

"Well, I can't help it," ujar Adam dengan suara berat. Seketika itu juga, sorot matanya langsung memancarkan hasrat yang sudah tidak terbendung lagi.

Ia ingin segera menuntaskannya.

Tanpa aba-aba, Adam langsung mengurung tubuh Pricillia dengan kedua tangan kekarnya yang kini sudah menapak di dinding, mengapit tubuh mungilnya.

Manik mata mereka bertemu satu sama lain. Manik hitam legam bertemu dengan manik biru langit.

Sorot matanya yang intens, sukses membuat Pricillia terhanyut dan tanpa sadar membiarkan pemuda itu menyentuh sekaligus membelai lembut tubuhnya.

Reaksi yang Pricillia berikan sukses memunculkan seringai di wajah Adam. Sebelum melancarkan aksinya, ia mendekati telinga sang gadis dan berbisik dengan penuh gairah.

"Trust me, it will end soon."

To be Continued ...

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
kayaknya bakal menarik nih,btw author bakal update tiap berapa hari yah..? author ada sosmed engga?
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Her Arrogant Stepbrother   Bab 47: Kecurigaan Thomas

    'Mereka tahu bahwa masa depan hubungan keluarga ini bergantung pada seberapa baik mereka bisa menyembunyikan kebenaran yang ada' *** Dalam suasana malam yang tenang, Adam dan Pricillia melangkah masuk ke ruang tamu rumah mereka setelah menghabiskan waktu berkencan di tepi danau. Kesan manis perjalanan mereka masih menggelayut di udara, namun atmosfer hangat itu terhenti ketika mereka berhadapan dengan Thomas, ayah mereka, yang duduk di sofa sambil sibuk dengan iPad di tangannya. Cahaya dari layar elektronik itu menyoroti ekspresi waspada di wajah Thomas, menciptakan ketegangan yang dapat dirasakan di ruangan itu. Thomas menyapa mereka dengan nada ramah, tetapi ekspresi wajahnya menunjukkan ketertarikan yang lebih dalam. Dengan pertanyaan yang seakan-akan mencari jawaban, ia bertanya, "Habis dari mana kalian berdua? Dan kenapa baru pulang sekarang?" Adam dengan sigap menjawab, "Kami baru saja menonton film di bioskop, Ayah." Sementara Pricillia hanya mengangguk setuju, berusaha men

  • Her Arrogant Stepbrother   Bab 46: Kencan Rahasia

    'Apakah ini benar-benar baik untuk kita? Ataukah kita semakin terjebak dalam labirin yang kelam?' *** Percikan cahaya bulan membingkai malam mereka saat Adam dan Pricillia memasuki wilayah terlarang untuk menjalani kencan mereka. Mereka berdua berdiri di tepi danau yang sepi, dikelilingi oleh pepohonan yang gelap dan menyiratkan keadaan misterius. Adam memandang Pricillia dengan senyum licik yang sulit diartikan. Malam itu, bulan bersinar cerah, menerangi langkah mereka yang melangkah ke wilayah terlarang. Adam memimpin Pricillia melintasi pinggir danau yang sunyi, diapit oleh pepohonan rimbun yang memancarkan aura misterius. Dalam sorotan cahaya bulan, wajah Adam terangkat, senyumnya menciptakan ketegangan yang sulit dipahami di antara mereka. Pricillia, berdiri di sampingnya, merasakan getaran emosional yang mengalir dalam kegelapan malam. "Selamat datang di tempat paling eksklusif untuk berkencan, Pricillia," ujar Adam samb

  • Her Arrogant Stepbrother   Bab 45: Psikiater

    'Kita sudah menjalani petualangan ini cukup lama, dan sekarang, kita akan menjelajah wilayah yang lebih gelap dan rumit.' *** "Oke, kalau memang itu yang kamu mau, jangan salahkan aku kalau besok berita tentang hubungan kita yang tak seharusnya menyebar ke seluruh kampus." Deg deg! Ucapan itu dari mulut Adam berhasil menghidupkan kembali kenangan akan perlakuan buruk dan cemoohan yang pernah dialami Pricillia di kampus. Tubuhnya tiba-tiba lemas, terutama saat membayangkan betapa hancurnya hati ibunya nanti ketika mengetahui tentang hubungan mereka yang tak seharusnya. Dunianya kembali terasa gelap, sunyi, dan sepi. Tak ada siapa pun di sana, kecuali dirinya dan Adam. Perasaan bersalah kembali menyergap Pricillia. Pikirannya menjadi kacau. Terlebih lagi, tatapan pemuda berkulit hitam itu bagaikan rantai yang mengikat tubuhnya kuat, membuatnya sulit untuk bernapas. Lidahnya terasa kelu, tak bisa mengeluarkan suara atau sepatah kata pun. Entah mengapa semuanya terasa begitu sulit

  • Her Arrogant Stepbrother   Bab 44: Dilema

    'Tapi tekadnya kembali digoyahkan ketika suara berat Adam yang penuh intimidasi itu masuk ke telinganya.' *** "BA*INGAN! KEPA*AT!!!" Sudah di ambang batas kesabaran, Thomas langsung bergegas ke arah wanita yang pernah menjadi pendamping hidupnya. Tanpa aba-aba, pria paruh baya itu langsung melayangkan pukulan sekaligus tamparan keras. Serangannya yang tanpa ampun menyebabkan kepala Diana terbentur lantai dengan cukup keras. Hingga darah segar mengalir dari pelipisnya. Melihat ayahnya murka seperti itu, Adam bersorak penuh kemenangan di dalam hatinya.Tanpa membuang waktu lagi, ia berpura-pura memasang ekspresi ketakutan seraya buru-buru memakai kembali boxer juga celana panjangnya. Sementara, Elle yang terkejut dengan apa yang baru saja terjadi di depan matanya, hanya bisa bergeming. Otaknya seakan memerlukan lebih banyak waktu untuk mencerna maksud dari perilaku tak lazim yang dilakukan oleh seorang ibu kandung pada putra semata wayangnya sendiri. Sementara Pricillia hanya bisa

  • Her Arrogant Stepbrother   Bab 43: Rekayasa (+21)

    Peringatan: Bab ini mengandung adegan dewasa (21+). Harap pembaca bijak dalam menyikapinya. Terima kasih. 'Nalar dan adab sama sekali tidak ada dalam kamusnya. Ia hanya ingin kembali merasakan sesuatu yang disebut surga duniawi.' *** "Se-sekarang Adam berada di rumah ... Diana." Seketika iris mata Thomas membulat dengan sempurna. Rahangnya tampak mengeras. Bahkan, gemuruh emosi terpancar jelas dari sorot matanya. Elle bahkan sempat bergidik ngeri ketika merasakan aura membunuh terpancar dari suaminya. Bagaimana Adam bisa tahu di mana sosok wanita itu berada? Apa selama ini mereka masih saling berhubungan satu sama lain? Apa wanita itu yang memaksa Adam untuk terus berhubungan dengannya? Pria paruh baya itu semakin dibuat frustasi oleh pikirannya sendiri. Perasaannya juga semakin was-was ketika ingatan akan perbuatan bejat mantan istrinya terhadap Adam kembali berputar di kepalanya. "Adam sudah mengirim lokasinya saat ini ke ponsel Pricillia. Jaraknya cukup jauh dari sini. Ja

  • Her Arrogant Stepbrother   Bab 42: Hal Tak Terduga

    'Suaranya seperti tercekat.Terlebih ketika dirinya harus menyebutkan nama dari sosok yang paling dibenci oleh suaminya.' *** "Umm ... Nick. Sepertinya Tante dan Pricillia harus pulang. Jadi, maaf karena malam ini kami tidak bisa menemanimu lebih lama lagi. Tapi, tenang saja. Besok kami akan kemari lagi. Selamat malam," ujar Elle usai menutup sambungan telepon dari Thomas. Pricillia langsung mengerutkan dahinya, menatap khawatir sang Ibu. Gadis bermanik biru langit itu kemudian menyentuh lengan Elle. Sentuhannya membuat wanita paruh baya itu menoleh ke arahnya. Ketika iris mata mereka saling bertemu, Elle memberinya sebuah senyum yang tak sampai ke mata. Senyum yang terkesan dipaksakan. Menggeleng pelan. "Tidak apa-apa, Pricillia. Jangan khawatir," ucap Elle kemudian mengajak Pricillia untuk bergegas ke kediaman Thomas. Gadis bernetra biru langit itu hanya diam dan mengikuti ibunya dari belakang. Meski Elle berkata tidak apa-apa, Pricillia tahu pasti ada yang tidak beres. Terliha

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status