Share

Bab 3: Rencana Terselubung Part 1

'Trust me, it will end soon.'

***

[Apa kamu yang bernama Adam?]

Usai membaca tulisan tersebut, si pemilik nama hanya mengangguk pelan. Tanpa ia sadari, kini sudut bibirnya naik membentuk senyuman. Senyum mematikan bagi para kaum hawa.

Gadis itu lalu mengambil buku sketsa berukuran kecil di dalam tas jinjingnya, membukanya halaman demi halaman.

[Halo, namaku Pricillia. Senang bertemu denganmu, Adam.]

Entah kenapa, pemuda itu jadi ingin menggodanya sedikit dengan melontarkan sebuah pertanyaan, "Kenapa tidak berbicara? Berbicaralah. Aku ingin mendengar suaramu."

Permintaannya membuat gadis yang diketahui bernama Pricillia itu sedikit tersentak. Seketika raut wajah serta sorot matanya berubah menjadi bingung sekaligus khawatir.

'Bagaimana ini?' batinnya cemas.

"Kenapa? Ayo bicaralah." Sekali lagi, Adam mendesaknya untuk berbicara.

Menghela napas pasrah, gadis itu pun akhirnya menuruti permintaannya. Sebelum berbicara, ia memasukan buku sketsanya ke dalam tas jinjingnya terlebih dahulu.

Ia tidak tahu apakah pemuda yang ada di hadapannya dapat mengerti. Tapi setidaknya ia harus mencobanya dulu, bukan?

Kembali menghela napas pasrah, gadis itu kemudian menggeleng pelan sembari menggerakan satu tangannya seolah memberi isyarat kalau dirinya tidak bisa berbicara dengan jelas.

Jemari lentiknya ia gerakan secara perlahan agar pemuda yang ada di hadapannya setidaknya dapat sedikit memahami inti dari kalimat yang ingin ia sampaikan.

{Aku. Tidak. Bisa. Berbicara. Normal.

Mengamati sejenak gerakan tangan adik tirinya, Adam kemudian bertanya lagi, "Apa kamu punya gangguan berbicara?"

Pricillia kini menjawab pertanyaannya dengan anggukan pelan.

"Oh, baiklah." Pemuda itu hanya menanggapi seadanya saja.

'Ternyata dia bisu,' batinnya kemudian.

Tanpa membuang waktu lagi, gadis bersurai hitam itu melanjutkan perkenalan dirinya dengan menawarinya untuk berjabat tangan. Adam pun membalas jabatan tangannya dengan erat.

Ketika merasakan sensasi kulit mereka yang saling bersentuhan, sorot mata pemuda itu langsung memancarkan suatu hasrat kuat. Hasrat yang belum sempat tersalurkan.

Ketidakhadiran adik tirinya selama pertemuan keluarga sebulan sebelum acara pernikahan, menjadi alasan mutlak mengapa hasrat kuatnya belum juga tersalurkan hingga saat ini. Oleh karena itu, ia tidak mau rencananya gagal total karena ketidaksabarannya.

"Kenapa aku baru melihatmu? Ke mana saja dirimu selama ini?" tanya Adam sembari mempererat jabatan tangannya.

Pertanyaannya kembali membuat gadis itu tersentak. Namun, kali ini raut wajahnya tetap terlihat tenang. Mungkin karena ia tahu kalau kakak tirinya sudah tahu kalau dirinya bisu. Jadi tak ada yang perlu ia khawatirkan lagi.

Saat ia ingin menjawab pertanyaannya, Adam malah semakin mengeratkan genggaman tangannya. Itu membuat sang gadis sedikit kesulitan karena tangan yang satunya lagi masih ia gunakan untuk memegang tas jinjing.

Melihat Pricillia sedikit kesulitan, Adam pun melepas genggamannya dan mempersilakan gadis itu menjelaskan alasan atas ketidakhadirannya selama sebulan ini.

Usai menghela napas pelan, Pricillia menggerakan satu tangannya itu dengan tempo pelan, mengingat kakak tirinya hanya orang awam yang tak mengerti bahasa isyarat.

{Aku. Harus. Menyelesaikan. Persyaratan. Perpindahan. Kampus. Terlebih. Dahulu. Selama. Sebulan. Pe—}

"Aku sama sekali tidak mengerti apa yang kamu katakan," sela Adam dengan nada datar. Menghela napas kasar, pemuda itu kembali berkata, "Sudahlah itu tak penting lagi."

Deg!

Tak mau membuat suasana menjadi canggung, gadis itu kembali membuka buku sketsanya ke halaman selanjutnya. Menampilkan sebuah kalimat pertanyaan baru.

[Apa benar kamu berkuliah di The City College of New York?]

Adam kini hanya mengangguk, memilih untuk tidak bersuara. Gadis itu lalu membuka halaman selanjutnya.

[Kalau benar, berarti kita akan satu kampus, karena mulai besok aku akan berkuliah di sana juga. Di program studi Music Performance.]

Usai itu, ia membuka lagi halaman selanjutnya.

[Aku dengar kamu di program studi Fine/Studio Art ya?]

Adam kini hanya tersenyum penuh arti. Entah kenapa, melihat cara adik tirinya berbicara melalui tulisan membuatnya sedikit tergelitik. Menurutnya, cara adiknya itu terlihat begitu polos sekaligus kekanak-kanakan.

Lagi, gadis itu membuka halaman selanjutnya.

[Sekarang kamu sudah memasuki tingkat 2 'kan?']

Adam mengangguk lagi. Membiarkan dirinya diwawancarai oleh adik tirinya. Ia sengaja bersabar dan menjawab semua pertanyaannya, karena saat ini hasrat untuk memiliki adik tirinya sudah berada di puncak tertinggi.

[Baiklah, terima kasih untuk waktunya. Sampai jumpa di kampus besok.]

Gadis itu menutup buku sketsanya lalu memasukannya kembali ke dalam tas jinjingnya.

Baru saja ia berbalik arah untuk melangkahkan kakinya, Adam melingkari pinggang rampingnya lalu menariknya ke dalam sebuah pelukan. Membuat tubuh mereka saling bersentuhan.

Pemuda itu lalu mendekati telinganya dan berbisik, "Kamu pulang sendirian?"

Pricillia mengangguk pelan, tidak berani menatap manik hitamnya yang terlihat begitu indah dan mempesona. Gadis itu tidak ingin tersihir oleh pesona kuat milik kakak tirinya.

Namun tanpa gadis itu sadari, sedari tadi jantungnya sudah berdegup dengan cepat. Bahkan,  muncul semburat merah di kedua pipinya ketika manik hitam legam kakak tirinya mengamati wajahnya dengan cukup intens.

Kedua manik hitamnya sibuk menjelajahi wajah cantik gadis yang sudah resmi menjadi adik tirinya itu. Otaknya sedang sibuk merekam tiap inci kemulusan serta keelokan yang adik tirinya miliki.

Pemuda mix-raced itu lalu melanjutkan aksinya dengan menawari gadis itu tumpangan ke apartemen.

"Kalau begitu aku bisa mengantarmu ke sana," bisiknya lagi. Ia semakin mengeratkan pelukannya, membuat gadis itu salah tingkah.

Tak ingin terus-menerus merasakan debaran jantung tak karuan miliknya, Pricillia menolak tawaran pemuda itu seraya memisahkan diri. Namun, tampaknya itu tidak membuat Adam menyerah. Ia kembali menarik lengan gadis itu dengan sedikit kasar.

"Sudah larut malam. Bagaimana kalau ada pria hidung belang yang menculikmu dan berbuat macam-macam padamu?"

Pricillia langsung bergidik ngeri. Membayangkannya saja sudah membuat bulu kuduknya berdiri. Mau tak mau gadis itu setuju untuk diantar olehnya. Tanpa tahu masalah besar yang akan menimpanya sebentar lagi.

Adam langsung bersorak-sorai dalam hatinya karena rencananya untuk memiliki adik tirinya sebentar lagi akan terlaksana.

.

.

.

Setibanya di depan gedung apartemen miliknya, Pricillia dengan polosnya berterima kasih pada Adam sambil berjabatan tangan. Namun, saat ia ingin melepas genggaman tangannya, pemuda itu kembali menahannya.

Alhasil, gadis itu langsung menatapnya bingung. Sekali lagi, ia mencoba untuk melepas tangannya dari Adam, namun hasilnya sama seperti tadi.

Pricillia kini menatapnya dengan penuh tanda tanya, dahinya tampak berkerut.

Pemuda mix-raced itu langsung berkata dengan santai, "Bolehkah aku bermalam di sini? Jalan yang biasa kulewati sudah banyak preman bila sudah jam segini. Apa kamu tega membiarkan kakak tirimu ini dihajar oleh para preman hanya karena melintas di sana?"

Lagi, dengan polosnya gadis itu percaya dengan alasan klasik macam itu. Alasan yang keluar dari mulut manis kakak tirinya.

Alhasil, dengan berat hati ia mengijinkan pemuda itu ikut ke unit apartemennya untuk bermalam. Sekali lagi, tanpa tahu niat busuk kakak tirinya yang kini sudah menyeringai lebar penuh kemenangan.

.

.

Setelah masuk ke unit apartemennya, Pricillia langsung mengambil pakaian ganti, sebuah kaos polos dan celana hitam selutut di dalam lemarinya untuk Adam kenakan. Ia kemudian menyuruh pemuda itu untuk mandi terlebih dahulu.

Menggeleng pelan, pemuda itu kini berdalih, "Ini rumahmu 'kan? Kenapa tidak kamu duluan saja yang mandi? Aku bisa menunggu di sini." Pemuda itu lalu duduk di sofa.

Menghela napas pelan, Pricillia lagi-lagi menurutinya. Namun, sebelum berjalan ke dalam kamar mandi, ia memberikan pakaian ganti padanya terlebih dahulu.

Setelah gadis itu masuk ke dalam kamar mandi, Adam bangkit dari sofa lalu berjalan berkeliling untuk mengamati desain interior unit apartemen milik gadis itu.

Ia juga mengamati barang-barang milik adik tirinya yang masih tersusun rapi di dalam beberapa box. Tampaknya, gadis itu belum sempat menata semua barang-barangnya. Well,  bisa dilihat dari kondisi unitnya yang masih tampak kosong, hanya ada perabotan yang memang telah disediakan oleh pihak pengelola apartemen.

Ketika ia tiba di depan pintu kamar berwarna beige milik Pricillia, ia masuk dan melihat kumpulan foto-foto masa kecil gadis itu yang sedang tersenyum sambil memegang piala di atas meja belajarnya. Selain itu, ia juga melihat foto masa kecil gadis itu yang sedang tersenyum dengan cerahnya.

Tanpa sadar, pemuda itu bergumam, "So beauiful." Dengan senyum tipis menghiasi wajah rupawannya.

Bukan hanya itu saja, ia juga mendapati sebuah tas hitam di sudut kamar tidurnya yang berisi biola berwarna putih dan juga sebuah gitar berwarna senada.

'So, she can playing violin and guitar, huh ...,' batinnya.

Setelah puas mengamati sekitar, pemuda mix-raced itu kembali melanjutkan tujuan awalnya. Sorot matanya kembali memancarkan hasrat yang terpendam. Ia berjalan ke arah kamar mandi sembari melepas pakaiannya lalu membuangnya ke sembarang arah.

Kreeekk—

Pemuda itu membuka pintu kamar mandi lalu masuk dengan perlahan. Di dalam sana ia disuguhi dengan pemandangan indah—tubuh basah—adik tirinya yang kini sedang dibilas dengan shower.

Mendengar suara pintu kamar mandi terbuka, Pricillia spontan menengok dan langsung membelakakan matanya ketika melihat sosok Adam ada di belakangnya.

Tubuhnya yang sudah tidak mengenakan apa-apa lagi memperlihatkan dengan jelas dada bidang dan otot-otot perutnya yang bagaikan binaragawan.

Gadis itu langsung menutup bukit kembarnya dengan kedua tangannya sembari berjalan mundur sampai punggungnya menabrak dinding kamar mandi. Posisi tubuh mereka yang saat ini saling berhadapan sukses memberikan suatu pemandangan eksklusif, yakni mahkota sekaligus pedang yang tidak tertutup satu helai benang pun.

"Well, I can't help it," ujar Adam dengan suara berat. Seketika itu juga, sorot matanya langsung memancarkan hasrat yang sudah tidak terbendung lagi.

Ia ingin segera menuntaskannya.

Tanpa aba-aba, Adam langsung mengurung tubuh Pricillia dengan kedua tangan kekarnya yang kini sudah menapak di dinding, mengapit tubuh mungilnya.

Manik mata mereka bertemu satu sama lain. Manik hitam legam bertemu dengan manik biru langit.

Sorot matanya yang intens, sukses membuat Pricillia terhanyut dan tanpa sadar membiarkan pemuda itu menyentuh sekaligus membelai lembut tubuhnya.

Reaksi yang Pricillia berikan sukses memunculkan seringai di wajah Adam. Sebelum melancarkan aksinya, ia mendekati telinga sang gadis dan berbisik dengan penuh gairah.

"Trust me, it will end soon."

To be Continued ...

Comments (1)
goodnovel comment avatar
alanasyifa11
kayaknya bakal menarik nih,btw author bakal update tiap berapa hari yah..? author ada sosmed engga?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status