Share

Bab 4 : Menyelamatkan kucing

Auris menatap sinis dokter yang sudah mengatainya gila.

"Jangan sembarangan, dia pasienku" ucap Dokter Clara sembari menghela nafas dan menggelengkan kepalanya, sedangkan Dokter Arsen menatap Auris dengan tatapan yang heran namun ada senangnya bertemu gadis itu lagi.

"Auristella sedang apa? Kenapa pakaianmu kotor" tanya Dokter Clara, Auris berdiri dan mendekap kucing yang terlihat lemas itu.

"Aku menyelamatkan kucing ini" jawab Auris lalu menatap satu persatu dokter di hadapannya.

"Maaf, Dokter Clara. Aku segera kembali" ucap Auris lalu bersiap untuk pergi, ia melangkah menjauhi ke empat dokter.

"Bau sekali" celetuk Dokter Laura, Arsen terus memandangi gadis itu.

"Aku pergi dulu" ucap Dokter Clara yang segera menyusul Auris.

"Pasien Clara, semuanya aneh-aneh, benarkan?"

Dokter Laura mencari sosok Arsen yang sudah tidak ada, hanya ada Dokter Louis.

"Kemana Arsen?"

"Baru saja pergi" ucap Louis yang menunjuk Arsen sudah ada di dalam rumah sakit terlihat dari jendela.

Di tempat lain, Auris tengah mencari tempat untuk kucing yang baru ia selamatkan.

"Auristella" panggil Dokter Clara, Auris menatapnya.

"Kenapa kamu sampai kotor-kotoran? Ayo cepat bersihkan dirimu"

"Sebentar dok, aku mengurus kucing ini dulu" Auris mengusap-usap bulu kucing yang sudah basah dan kedinginan. Tubuh kucing terlihat sangat kurus

"Biarkan saja kucingnya pergi, Auris cepet ganti pakaian, pakaianmu basah"

"Iya sebentar lagi, Dokter Clara aku ingin menghangatkan kucing ini"

Dokter Clara memegangi pelipisnya, tiba-tiba datang Dokter Arsen yang sudah membawa sebuah boxs plastik yang dialasi kain. Dokter Clara mengerti, ia pergi meninggalkan keduanya karena ada urusan.

"Biar aku yang mengurusnya" ucap Arsen pada Auris, gadis itu sedikit terheran Arsen ada disini.

"Taruh disini nanti aku bersihkan kucingnya" ujar Arsen.

Auris menatap pria yang mengenakan masker itu "Apa kau akan membuangnya setelah itu?"

Arsen berjongkok mensejajarkan tubuhnya dengan Auris.

"Tidak"

Arsen memakaikan masker medis pada Auris dengan perlahan. Gadis itu sedikit terkejut ketika Arsen tidak sengaja menyentuh kulit wajahnya. Wajahnya dengan Arsen begitu dekat, Auris bisa menghirup harumnya tubuh pria itu yang membuatnya rileks.

Arsen menjauhkan dirinya setelah memakaikan masker lalu berkata "Hati-hati bulu kucing bisa membuatmu sesak"

"Apa di rumah sakit ini bisa membawa kucing?" Auris bertanya jika dibolehkan ia ingin membawanya ke kamar inapnya.

"Tidak boleh" Arsen mengangkat kucing dan menaruhnya di box plastik berukuran cukup besar itu sementara bisa menampung kucing sampai menemukan kandang yang pas.

"Ares, apa kau mau merawat kucing ini? Rumahmukan besar dan cukup menampungnya?"

"Tidak mau" tolak Arsen membuat Auris menatapnya tajam.

"Yasudah kalau tidak mau, jangan sentuh kucingnya. Pergilah"

"Auris kau gadis yang kurang sopan, aku sudah membantumu membawakan tempat untuk kucing. Kau malah mengusirku" protes Arsen.

"Satu lagi namaku Arsen, bukan Ares gadis bodoh" ujar Arsen yang ingin sekali mengacak rambut Auris. Gadis itu meski berpenampilan acak-acakan dan kotor namun Arsen masih bisa melihat kecantikan di wajahnya.

"Terserah aku memanggilmu Ares atau Arsen, itu bukan urusanmu"

Arsen tertawa kecil, berapa sih umur gadis ini? Menggemaskan.

"Oh ya, bisakah nanti kalau aku bertemu denganmu dalam keadaan normal?" tanya Arsen membuat Auris bingung.

"Maksudmu aku tidak normal?!"

"Bukan itu, maksudku aku ingin bertemu denganmu dengan keadaan tidak berulah, gadis pengacau!" Arsen terlanjur gemas.

"Huh"

"Biar aku yang mengurus kucingnya, kau bersihkan dirimu. Tubuhmu wangi sekali sampai membuatku mual" sindir Arsen, Auris langsung berdiri.

"Awas kau Arsen!"

"Sudah sana mandi" usir Arsen, ia menyembunyikan tawanya dengan menunduk. Arsen sudah menebak ekspresi wajah gadis itu yang membara.

"Kau harus merawat kucingnya!" ucap Auris lalu pergi.

Saat Auris sudah tidak ada Arsen membawa kucing itu ke ruangannya untuk dirawat. Untung saja hari ini jadwalnya tidak begitu padat jadi bisa sedikit bersantai.

Arsen membawa boxs kucingnya ke ruang kerja, untuk dimandikan dan dirawat olehnya atau jika dia tidak sempat akan menghubungi dokter hewan kenalannya. Kucing warna abu-abu itu terlihat sangat imut. Arsen tersenyum karena kucingnya sangat mirip Auris.

***

Setelah mandi dengan waktu yang lama akhirnya Auris berganti pakaian sudah wangi. Ia berjalan menuju sofa disana bibinya sedang membereskan meja.

"Aku takut kucing yang keselamatan tadi pria itu membuangnya" ujar Auris pada bibinya yang sudah mendengar ceritanya.

"Sepertinya tidak akan ditelantarkan nona"

"Dia seorang dokter bukan?" tanya Bibi Mely duduk di hadapan Auris.

"Iyaa dia dokter tapi.. ah yasudah jika aku menemukan dia membuangnya aku akan menghajar wajahnya"

Bibi Etna tertawa melihat Auris yang begitu kesal.

"Nona nanti sebentar lagi akan ada pemeriksaan" beritahu bibinya, Auris menganggu sembari memakan buah apel yang sudah dikupaskan oleh bibinya.

Di sebuah ruang rapat para dokter, tengah membahas alternatif pengobatan untuk para pasien di rumah sakit ini khususnya penyakit dalam, pembuluh darah dan jantung.

Disana ada Dokter Clara, Dokter Arsen, Dokter Laura, Dokter Louis, dan ada empat dokter lainnya dari Departemen yang sama. Ketua Smith memimpin rapat ini dengan baik dan tertib.

Ada penambahan dokter baru dari sebuah universitas yang menitipkan lulusannya di rumah sakit swasta ini yaitu Dokter Liam dan Dokter Regina.

Semuanya selesai dibahas dan rapat dibesarkan para dokter keluar ruangan.

Arsen yang keluar belakangan di susul oleh Dokter Clara yang menunggunya di dekat pintu.

"Dokter Arsen, aku ingin membicarakan hal yang kemarin aku sudah singgung" ucap Clara, Arsen berhadapan dengan Clara.

"Tentang lanjutan kuliahmu?"

"Iya, aku harap kau menggantikan aku menjadi dokter yang merawat Auris selama aku menuntaskan studiku. Sepertinya kalian saling mengenal dan ini akan memudahkan Auris dalam penyembuhannya dari penyakit gagal jantung" jelas Clara, Arsen menyimak perkataannya.

"Aku tau dan Dokter Arsen sudah mengetahui, gadis itu memang berbeda dengan pasien lain. Dia terlalu aktif bahkan aku selalu mencari cara untuk mengobatinya. Saat remaja dia memiliki riwayat operasi setelah mengalami kecelakaan tunggal dan dia hampir tidak selamat" jelas Clara, ia sangat kasihan melihat Auris.

Arsen yang mendengarnya dengan baik.

"Baiklah, aku akan mengajukan pada Ketua Smith dan menyampaikan pada pimpinan".

"Aku sudah mengurus semuanya, mungkin senin depan Dokter Arsen sudah menerima surat tugas. Berhubung dokter poli penyakit dalam kekurangan dokter dan staff maka dari itu aku mengandalkanmu Dokter mungkin bulan depan sudah ada dokter penyakit dalam. Pihak rumah sakit akan segera mencari" ucap Clara, Arsen mengangguk.

Keesokan harinya, Auris membuka pintu ruangan rawat inap yang di seberang kamarnya, ada ruangan seseorang yang sudah menjadi teman di rumah sakit ini. Teman yang baru dikenal disini terlihat akrab dengan Auris.

"Hei Ivy?" Panggil Auris, gadis yang bernama Ivy tengah sendirian itu menengok.

"Auris kemarilah" ucap Ivy dengan senang, Auris menutup pintunya lalu berlari memeluk Ivy yang berbaring di ranjang dengan tangannya yang di infus sedangkan Auris tangannya tidak diinfus sudah dua minggu karena dirinya tidak merasa nyaman.

Ivy terduduk san menyandarkan tubuhnya, Auris duduk di tepian tempat tidur.

"Bagaimana kabarmu?".

Auris tersenyum "Aku baik, Ivy kau tidak terlihat sehat. Lihatlah wajahmu pucat sekali"

Ivy berusaha tersenyum dan menahan rasa sakitnya.

"Iya aku habis muntah darah tadi pagi" jawabnya membuat Auris khawatir temannya yang mengidap kanker darah itu.

Auris kenal Ivy saat dia tidak sengaja bertemu dengan Ivy di IGD di ruangan sama. Keduanya mulai akrab dan sering bersabar melalui pesan lewat ibunya Ivy dan Bibi Mely.

"Ivy harus kuat, aku akan mendoakan kesehatanmua" ujar Auris.

"Terimakasih Auris cantik" Ivy tersenyum.

"Ivy aku mrmbawakanmu sesuatu" Auris merogoh saku bajunya dan mengeluarkan cokelat kotak kecil ada 4 bungkus.

"Untukmu" Auris memberikan cokelat itu. Ivy menerimanya.

"Kau tahu aku mengambilnya dari Bibi Mely saat dia tidur kkk" Auris tertawa kecil begitu juga Ivy temannya itu sangat berani dan bar-bar.

"Aku makan nanti ya soalnya baru saja minum obat dan ibuku sedang membeli makanan"

"Oke".

Auris menatap Ivy yang wajahnya terlihat pucat, bibir Ivy kering dan sedikit pecah-pecah.

"Aku mendengar kemarin kau habis kotor-kotoran ya?".

Auris tersenyum memperlihatkan giginya "Ivy, kau mendengarnya?".

"Tentu saja, Ibuku menceritakannya dan tahu dari para suster"

"Suster?".

"Ehm lebih tepatnya Dokter Clara" jawab Ivy, Auris menutupi wajahnya malu.

"Dimana kucingnya?".

"Sudah diambil oleh dokter".

"Apa kau dimarahi?".

Auris menggeleng "Tidak hanya saja saat aku keluar dari selokan air, sialnya aku keluar tepat di hadapan para dokter yang ada di taman samping" keluh Auris, Ivy tertawa membayangkan Auris saat itu.

"Pasti malu sekali" ujar Ivy, Auris mengacungkan telunjuknya "Benar".

Keduanya tertawa bersama, kedatangan Auris membuat Ivy kembali menemukan seri di wajahnya. Ia sangat terhibur.

Pintu ruangan itu terbuka, ada seorang dokter menghampiri keduanya. Ivy tersenyum pada dokter itu sedangkan Auris kaget dan memalingkan wajahnya.

"Selamat siang Ivy, bagaimana hari ini?" tanya Dokter pria yang tak lain adalah Dokter Arsen. Auris menggigit bibirnya dan menatap ke luar jendela.

Arsen yang melihat dari belakang Auris sudah bisa tahu bahwa gadis itu dia.

"Auris, kenapa?" bisik Ivy, Auris pun berbisik "Apa itu doktermu?".

"Iya".

"Bukankah Dokter Clara?".

"Dokter Arsen juga" tambah Ivy, Auris menghela nafasnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status