Share

Hey, 381 (I Love You)
Hey, 381 (I Love You)
Penulis: Chocochick

Satu - Dia

Alarm yang berbunyi membangunkan Aileen dari tidur nyenyaknya. Aileen mengernyitkan dahinya seraya mematikan alarm dari ponselnya itu. Pukul enam pagi, hari Senin, hari pertamanya kembali bersekolah di kelas akhir Sekolah Menengah Atas. Aileen baru saja hendak menyibak selimutnya ketika pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Senyumnya lantas terulas saat melihat ibunya, "Morning, Mom." Ibunya tersenyum dan mengangguk, "Morning, Sayang. Ayo cepet bangun, bantu Mommy bangunin yang lain." Aileen pun mengangguk, ia segera melipat selimutnya sebelum beranjak dari tempat tidurnya untuk membangunkan saudaranya yang lain.

Aileen pertama kali menuju kamar adik bungsunya, Vilan Davina. Ini hari pertama Vilan bersekolah di SMA, tapi dia berada di sekolah yang berbeda dengan Aileen. Saat Aileen membuka pintu kamar adiknya itu, ternyata Vilan sedang menata peralatan sekolahnya, ia menyiapkan perlengkapan untuk menjalani MOS nanti. Vilan menoleh ke arah pintu dan tersenyum menatap Aileen, "Bangunin Kak Ken aja sana, dia masih tidur pasti." Aileen terkekeh dan mengangguk, "Oke, semangat buat nanti." Ia pun menutup pintu kamar itu dan beralih ke kamar adiknya yang lain.

Alvina Kenzaㅡ Aileen tersenyum saat melihat nama itu tertempel di depan pintu kamar adiknya, tanpa mengetuk pintu ia segera masuk dan menyibak selimut tebal yang menutupi tubuh adiknya itu. "Bangun, heh! Udah siang, sekolah nggak kamu?!" Kenza hanya menggeliat dan kembali menarik selimutnya, "Nggak dulu." Aileen tertawa mendengarnya, ia kembali menyibak selimut Kenza dan menarik tangan adiknya itu agar duduk. "Bangun cepet!" Kenza berdecak kesal, "Kenapa lu yang bangunin sih?! Males banget pagi-pagi." Aileen berdecak sebal, namun karena tidak ingin merusak mood-nya ia lebih memilih menghela napasnya dan mengalah, "Ya udah terserah." Ia pun meninggalkan kamar Kenza. Kenza yang melihat itu melirik Aileen sekilas, ia pun ikut menghela napas namun akhirnya bangkit dari tempat tidurnya. Sedikit merasa bersalah karena sudah meninggikan suaranya pada kakaknya itu padahal hari masih pagi.

Setelah membangunkan Kenza, Aileen memilih kembali ke kamarnya untuk bersiap-siap, ia tidak jadi membangunkan kakaknya yang lainㅡ karena meyakini jika mereka pasti sudah bangun jika memang memiliki kegiatan penting di pagi hari. Aileen kembali keluar dari kamarnya ketika jam menunjukkan tepat pukul tujuh, ia pun menuruni tangga sambil menggendong tasnya. Senyumnya terulas tipis saat melihat pertengkaran kecil di meja makan antara adik dan kakaknya.

"Pagi, Leen," sapa kakak pertamanya. Aileen tersenyum dan mengangguk, "Pagi, Bang." Lalu terdengar decakan seseorang, "Gryson doang nih yang disapa? Gue nggak?" Aileen mengerutkan hidungnya menghadap sosok itu, lalu menarik kursi di samping kakaknya yang lain. "Pagi, Abang." Jevan mengangguk, tangannya terangkat untuk mengusap lembut rambut Aileen, "Pagi." "Tuh kan curang!" Jovan tiba-tiba berseru. Kenza yang duduk di sebelahnya mengangguk. "Kemaren lo duduk di samping Jevan, masa sekarang juga?!" Kenza kembali mengangguk, "Gue juga mau duduk di samping Abang Jep." Pertengkaran kecil tentang Jovan yang ingin duduk di samping Aileen dan Kenza yang ingin duduk di samping Jevan itu nyaris setiap hari terjadi, membuat empat orang lainㅡ Papa, Mommy, Gryson, dan Vilanㅡ hanya menggelengkan kepala pelan dan memilih untuk melanjutkan sarapan.

"Udah, udah. Besok lagi Aileen duduk di samping Jovan, Kenza duduk di samping Jevan. Sekarang sarapan dulu, ini nanti Papa telat ke kantor." Gryson menatap papanya, "Aileen biar aku aja yang anter, Pa. Sekolahnya jauh dari rumah, beda arah juga sama kantor, Papa harus meeting, kan?" Papa tertawa mendengar ucapan anak sulungnya itu, "Ya emangnya yang meeting Papa doang? Kamu juga, kan?" Jevan pun ikut menatap papanya, "Ya udah Aileen biar sama aku, Pa. Aku ada kelas pagi, searah juga kan." Kenza ingin bersuara, namun Papa lebih dulu menyahuti, "Ya udah kalo gitu. Kenza sama Gryson, Papa yang anter Vilan. Jovan kelas siang, kan?" Jovan sempat menatap Aileen sebelum mengangguk, napasnya dihembuskan sedikit kasar. "Iya, Pa." Papa pun mengangguk, "Ya udah di rumah aja, bantu Mommy beres-beres." Jovan kembali menghela napasnya sebelum mengangguk, "Okay." Mereka pun beranjak dari tempatnya masing-masing setelah menghabiskan sarapan di piring.

Aileen sempat melirik Papa dan Mommy-nya yang bermesraan di ruang tamu, Papa memeluk pinggang Mommy yang sedang merapikan dasi serta jas yang Papa gunakan. Kepalanya ditelengkan sekali, lalu ia terkekeh, Jevan yang mendengar itu dan mengetahui apa yang membuat adiknya bertingkah seperti itu merangkul bahu Aileen, lalu menepuk kepalanya pelan, "Jangan diliatin, iri nanti kamu." Aileen pun tertawa mendengar itu.

"Abang! Nanti pulangnya jemput Ken ya! Kalo nggak Ken ngambek!" Kenza berseru sebelum masuk ke dalam mobil Gryson. Jevan tertawa pelan melihat tingkah salah satu adiknya itu. "Dadah abang!" Kenza pun melayangkan flying kiss berkali-kali ke arah Jevan sebelum benar-benar masuk ke dalam mobil. Aileen pun ikut tertawa saat mobil Gryson melewatinya dan melihat Kenza yang mengacungkan jari manisnyaㅡ ia tidak berani mengacungkan jari tengahnya karena Jevan pasti akan memarahinya nanti.

"Udah, ayo masuk. Nanti telat." Aileen mengangguk mendengar ucapan Jevan. Ia pun segera masuk ke dalam mobil kakaknya itu. Aileen memutar sebuah lagu ketika mobil mulai meninggalkan pekarangan rumah, Jevan hanya tersenyum melihat itu. "Abang Jopan pagi-pagi malesin, nanti pasti di sekolah ada apa-apa." Jevan tertawa mendengarnya, sifat dan sikapnya dengan kembarannya itu memang jauh berbeda. Jovan itu usil, berisik, dan dia tidak bisa diam. Berbeda dengan Jevan yang sedikit pendiam, pembawaannya kalem, dan dia orang yang santai. "Jovan tu sayang banget sama kamu, Dek. Adek pertama, cewek. Kalo Kenza kan tomboy dia. Terus Vilan pendiem kayak Abang. Makanya seneng dia nempelin kamu." Aileen pun mengerucutkan bibirnya. Jevan meliriknya sekilas, lalu menepuk kepala Aileen pelan. "Udah jangan ngambek. Nanti Abang beliin es krim pulangnya, mau?" Tanpa berpikir dua kali Aileen mengangguk, "Mau! Coklat ya! Yang banyak." Jevan terkekeh, "Iya, nanti dibeliin yang banyak." Aileen tersenyum senang mendengar hal itu.

Mobil Jevan akhirnya tiba di depan gerbang sekolah Aileen saat jam menunjukkan pukul delapan kurang sepuluh menit. Aileen yang baru saja membuka pintu mobil tiba-tiba ditahan oleh Jevan. "Kenapa?" tanya sang adik bingung. Jevan mengeluarkan dompetnya dari dalam saku, lalu memberikan selembar uang berwarna biru pada Aileen. Aileen tertawa sambil menerima uang itu, ia pun segera turun dari mobil kakaknya sambil melambaikan tangan. "Makasih, Abang! Hati-hati di jalan!" Lalu Aileen berlari masuk ke dalam sekolahnya. Jevan menggelengkan kepalanya pelan sebelum akhirnya melajukan mobil menuju kampusnya.

Hari pertama sekolah, Aileen berdecak pelan karena sebenarnya ia malas pergi ke sekolahㅡ karena hari pertama pasti tidak ada kegiatan apapun, ia hanya akan menghabiskan waktu berkumpul bersama teman-temannya hingga diperbolehkan pulang oleh sang guru. Saat tiba di dalam kelas, Aileen langsung menyerbu dua sahabatnya yang sedang duduk anteng di pojokan kelas sambil memainkan game di ponsel pintar mereka. Aileen berlari ke arah mereka sambil merangkul dua sahabatnya itu. Salah satunya berdecak, sedangkan yang lain tertawa pelan. "Baru dateng lo?" Aileen mengangguk sambil meletakkan tasnya asal di atas meja orang lain. "Males banget. Ini nanti ngapain coba? Nggak ngapa-ngapain pasti kan? Mending di rumah, main hp, ngapain kek, di sekolah juga nggak ngapa-ngapain." Danial lagi-lagi tertawa, "Cari cowok sana, banyak murid baru, kan?" Aileen yang mendengar itu menjitak kepalanya. "Nggak demen adek kelas, sorry."

"Heleh, gayamu." Aileen pun memukul bahu sosok itu. "Diem ya kamu." Reyvan kini mendongak menatap Aileen. "Ho? Potong rambut?" Aileen mengangguk, lalu mengibaskan rambutnya. "Bagus, kan?" Reyvan tanpa berpikir menggeleng, "Nggak. Bagusan panjang." Danial kembali tertawa, namun ia mengangguk. "Bener, bagus rambut panjang lo tuh." Aileen pun mengerucutkan bibirnya, "Nggak asik kalian." Reyvan menyingkirkan tangan Aileen yang kini tersampir pada bahunya, "Sana ah! Nggak usah ganggu orang lagi main. Berisik lo tuh." Aileen kembali memukul Reyvan. "Malesin, malesin! Repan malesin!" Aileen pun memilih meninggalkan dua sahabatnya itu. Reyvan menggelengkan kepalanya pelan saat melihat Aileen yang keluar dari kelas sambil menghentakkan kakinya kesal. Sedangkan Danial lagi-lagi hanya terkekeh karena menurutnya Aileen itu lucu.

Aileen memutuskan untuk berkeliling sekolah sambil menunggu jam istirahat untuk menghilangkan rasa bosannya yang mulai muncul. Beberapa kali ia menyapa temannya dari kelas lain, atau balas menyapa adik kelas yang menyapanya lebih dulu. Aileen dikenal sebagai sosok yang ramah oleh teman-teman di sekolahnya. Ia dikenal oleh banyak siswa karena selalu menjadi juara pertama bahkan mendapat juara umum di sekolahnya. Namun sosok itu tidak pernah menyombongkan diri dan selalu berusaha untuk membantu temannya yang lainㅡ walaupun tentu saja banyak gunjingan di belakang itu. Kedua orang tuanya orang yang berpengaruh, tidak sedikit siswa yang menganggap jika kedua orang tuanya melakukan suap agar anak mereka bisa mendapat juara untuk memudahkannya saat hendak kuliah nantinya. Tidak sedikit pula yang menganggap Aileen hanya mencari perhatian, menganggapnya hanya berpura-pura baik padahal sebenarnya menertawakan mereka dalam hati. Namun tentu saja semua hal itu adalah pemikiran orang-orang yang iri pada Aileen.

Aileen itu cantik, tubuhnya pendek dan sedikit berisi, gaya rambutnya yang baru dipotong sedikit di bawah bahu, matanya sipit namun tatapannya tajam, hidungnya yang tidak begitu mancung sering mengerut ketika mengejek seseorang atau tidak menyukai sesuatu, kedua pipinya tembem dan sering memerah karena sebenarnya ia sosok yang pemalu, bibirnya tebalㅡ mirip dengan sang papa. Aileen itu pandai dan berbakat. Walau selalu mendedikasikan jika dirinya adalah sosok yang 'mageran,' tapi Aileen pasti menekuni kegiatan yang ia sukaiㅡ contohnya bermain alat musik dan bernyanyi. Aileen itu paket komplit, itu yang dilabelkan para siswa di sekolahnya.

Aileen tersenyum tipis seraya menundukkan kepalanya saat melewati kerumunan murid laki-laki yang menyapanya secara bersamaan. Ia hendak menuruni tangga karena sebentar lagi jam istirahat tiba, sosoknya tidak ingin mengantri lama di kantin. Aileen pun tiba di lapangan tepat ketika jam istirahat tiba dan para siswa baru sedang berkumpul di lapangan setelah melakukan PBB. Aileen mengerutkan dahinya ketika melihat nama Olin di punggung seorang siswa yang ikut duduk berbaris di lapangan. Aileen menelengkan kepalanya, mencoba melihat sosok itu lebih jelas. Lantas ketika ia sudah yakin, ia meninggalkan area lapangan untuk pergi ke kantin dan membeli minuman dingin.

Aileen pun kembali ke lapangan dan mendekati Olin sambil menempelkan minuman dingin di pipinya. Olin yang terkejut langsung menoleh dan menatapnya. Aileen tersenyum tanpa merasa bersalah. "Buatmu." Olin sempat menatap Aileen selama beberapa saat, ia bahkan mengerjapkan matanya beberapa kaliㅡ entah untuk memastikan apa yang ia lihat atau mencoba mengingat sosok Aileen, namun akhirnya ia pun mengambil minuman dingin itu sambil mengulas senyum, "Makasih, Kak." Aileen mengangguk, lalu menatap teman sekelasnya. "Istirahat kan, Ris?" Teman sekelasnya yang bernama Risky itu mengangguk, Aileen pun mengajak Olin menuju tempat yang teduhㅡ di halaman kelas lain yang tertutup bayangan pohon. Tak lupa ia menyuruh Olin meminum minumannya.

"Kakak sekolah di sini?" tanya Olin setelah mendudukkan diri dan meminum beberapa teguk air yang diberikan Aileen. Aileen mengangguk sambil tertawa pelan, "Iya. Ketemu lagi kita ya. Dulu pas SMP juga liat kamu pas MOS, kan?" Olin pun mengangguk, "Iya, Kak. Tapi cuma sebentar doang, kan. Soalnya Kakak lulus terus lost contact. Makanya agak lupa aku tadi." Lalu ia tertawa kecil. Aileen ikut tertawa karena mendengar suara Olin yang lucu menurutnya. "Kamu nggak berubah, masih keliatan bayi, gemes banget kayak boneka." Keduanya pun tertawa sambil bernostalgia.

Kegiatan Aileen di hari ini terisi dengan percakapannya bersama Olin yang membahas masa lalu mereka, kesukaan mereka yang sama, dan Aileen menjawab beberapa pertanyaan Olin tentang sekolahnya. Aileen merasa senang karena hari ini ia menghabiskan harinya dengan bercerita banyak hal bersama Olin. Jovan yang sore hari ini bertugas menjemput Aileen pulang dari sekolahnya setelah menyelesaikan kelasnya sampai berkali-kali menanyakan apa yang membuat adiknya senangㅡ karena merasa tidak percaya jika Aileen senang hanya karena bertemu teman lamanya. Namun Aileen menegaskan jika ia benar-benar senang karena kembali bertemu dengan adik kelasnya itu. Olin itu lucu menurut Aileen. Aileen memang pendek, tapi Olin lebih pendek lagi darinya beberapa senti. Belum lagi pipi Olin itu lebih tembem dan matanya juga lebih sipit. Aileen merasa Olin mirip dengannya, namun dengan versi lebih mini dan lebih lucu.

Aileen tiba-tiba menoleh dan mengabaikan ucapan kakaknya saat melihat sesuatu yang menarik perhatiannya, ia mengerutkan dahi sambil melihat ke luar jendela, ia menyipitkan matanya karena saat melewati gerbang ia melihat adik kelasnya yang baru ia temui lagi tadi dijemput oleh seorang laki-laki. Aileen reflek membuka bibirnya sedikit saat melihat penampilan sosok itu. Tubuhnya tinggi, tidak kurus dan tidak berisi, bahunya cukup lebar dengan dada yang terlihat bidang, rambutnya yang agak ikal memanjang menutupi dahi, maniknya hazel dengan tatapan setajam elang, hidungnya bak perosotan, rahangnya tegas, dan bibirnya bisa membentuk sebuah kotak ketika tertawa. Aileen dibuat terpana saat melihat ia tertawa dengan tatapan teduhnya. 'Wah, gila ganteng banget!' Aileen berdesis pelan sambil menelengkan kepalanya sekali, 'Besok nanya si Olin, harus!'

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status