Pagi itu, salju masih mengguyur Desa Kali Bening. Seluruh atap rumah memutih, jalan-jalan tetap hangat oleh uap bawah tanah, namun hawa di udara terasa berbeda. Tidak hanya dingin karena musim, tapi dingin karena berita yang perlahan menyusup seperti angin menusuk tulang.Di balai utama desa, Raka duduk di ruang rapat bersama Goro dan Mirna. Kertas-kertas laporan masih tersusun di depannya saat Tomi, kepala penjaga gerbang desa, masuk dengan langkah cepat namun tetap sopan.“Ampun, Tuan Raka…” ucapnya sambil menunduk. Napasnya masih terlihat membeku di udara.Raka menoleh. “Ada apa pagi-pagi begini, Tomi?”Tomi mendekat dan berbisik pelan: “Ada kabar dari pos luar. Beberapa pedagang menyebar bisik-bisik aneh. Dan… satu hal yang lebih berat: Aryo Wiroguno dari pusat menyampaikan ke para pejabat, bahwa Tuan… ingin mendirikan kerajaan baru.”Sunyi mendadak menyelimuti ruangan. Goro dan Mirna saling berpandangan, wajah mereka menegang.Raka mendongak perlahan. “Apa katanya persis?”Tomi m
Kerajaan Surya Manggala dipenuhi awan kelabu saat langkah-langkah Raka bergema di lorong panjang istana. Suasana ruang sidang agung telah dipenuhi para pejabat tinggi, beberapa mengenakan jubah ungu lambang penguasa daerah, sebagian lagi berselubung kain gelap pertanda penasihat senior kerajaan. Di tengah ruangan, berdiri Mahapatih Maheswara, matanya tajam menatap Raka yang melangkah mantap ke hadapan mereka.Mahapatih Maheswara menyapa dengan suara berat,“Raka kau sebagai kades Kali Bening, kau telah kami panggil untuk menjelaskan desas-desus yang mencemaskan, kau merupakan lulusan terbaik Kerajaan saat ini. Benarkah kau hendak membangun kekuatan tandingan dan berniat menggoyahkan Surya Manggala?”Beberapa pejabat bergumam pelan. Tatapan-tatapan tajam menyelidik tiap gerak Raka. Namun pemuda itu berdiri tegak, tidak gentar.Raka menatap lurus ke arah Mahapatih, lalu menjawab dengan tenang, “Tuanku Mahapatih, sungguh hamba tak pernah berniat demikian. Hamba hanya seorang kepala desa
Butiran salju menabrak jendela istal latihan para kesatria muda. Di sudut ruangan yang mulai lembap dan gelap, Aryo Wiroguno duduk menyandar pada dinding batu, tangannya menggenggam cangkir tanah liat berisi arak hangat yang sudah tak lagi mengepul.Di atas meja kayu, beberapa gulungan naskah laporan latihan masih terbuka, tapi sejak tadi Aryo tak membaca sepatah huruf pun. Pikirannya penuh. Bukan oleh strategi tempur, bukan oleh rencana pelatihan... tapi oleh satu nama yang kini kian menggema di seluruh penjuru kerajaan.Raka.Ia menggeram pelan, membanting pelan cangkir ke atas meja. Di seberangnya, seorang sahabat lamanya, Prajurit Utama Lodra, hanya mengangkat alis.Lodra berkata sambil mengangkat bahu, “Jangan katakan kau masih kesal soal pemanggilan itu.”Aryo mendengus, menatap Lodra dengan mata merah oleh amarah yang ditahan,“Kesal? Kau kira bagaimana perasaanku saat mendengar si anak desa itu lolos dari tuduhan kudeta? Dia bisa berbicara seperti pendeta tua—tenang, licin, da
Lima hari yang melelahkan akhirnya berujung pada panorama yang tak disangka.Kuda-kuda yang menggigil digiring perlahan menembus gerbang besar Desa Kali Bening. Benteng batu yang kokoh berdiri menjulang, dihiasi ukiran-ukiran halus yang menceritakan sejarah desa dan simbol-simbol kearifan lokal. Dari balik kabut tipis musim dingin, tampak atap-atap rumah warga yang rapi dan megah, mengepulkan asap hangat dari perapian mereka.Tuan Damar menarik kendali kudanya, menatap sekeliling dengan mata membelalak takjub."Ini... benar-benar desa?" gumamnya lirih. "Atau aku telah sampai ke kota kecil yang tersembunyi dari mata dunia?"Raka, yang menunggang kuda di sampingnya, tersenyum tipis. "Ini Kali Bening, tuan. Hanya desa yang dipelihara dengan sungguh-sungguh oleh orang-orang yang mencintainya."Damar menoleh padanya, masih tak percaya. "Tak pernah kulihat rumah warga desa dengan dua lantai... atau jalan desa tanpa genangan es di musim begini. Tak masuk di akal."Raka mengangkat tangan, mem
Sejak kembali dari kematian, Raka tak lagi sama.Ia bukan sekadar pemuda desa dari Kali Bening—namanya perlahan menjadi bisik-bisik di antara bangsawan dan prajurit. Banyak yang tak tahu persis apa yang terjadi selama ia "tidak bernyawa" itu. Namun setelah ia terbangun dari mati suri di pertapaan Gunung Kendalisada, mata Raka berubah. Tatapannya tajam, menyimpan ribuan rahasia dan seolah mampu menembus isi hati siapa pun yang berani menantangnya."Pemuda itu bukan Raka yang dulu," bisik Mahapatih Maheswara kepada Raja Mahesa Warman di balairung istana.“Sejak ia memgikuti ujian Kerajaan dan menjadi siswa terbaik dan memecahkan rekor 100 tahun milik raja angung raja manggala, aku sudah mendapat wirasat bahwa ia akan menjadi pemuda yang kuat.”Sang raja yang tengah menatap peta wilayah kerajaan hanya mengangguk pelan. "Aku tahu."Mahapatih menoleh, menatap mata pemimpinnya. "Tapi paduka belum tahu sepenuhnya seberapa jauh perbedaan itu."“Ia berkembang sangat cepat, bahkan desa kali beni
Musim dingin menyelimuti tanah Surya Manggala. Salju tipis turun perlahan, menyelimuti atap rumah dan ranting-ranting pohon. Desa Kali Bening yang dahulu sunyi, kini menjadi bahan pembicaraan para pejabat di kota madya dan kecamatan Kemusuk.Di dalam sebuah pendopo bertiang kayu jati, Pejabat Kota Madya Utama, Tumenggung Wira Atmaka, menatap peta wilayah dengan wajah masam.“Kau tahu, sejak anak muda dari Kali Bening itu muncul... pendapatan dari kawasan selatan menyusut drastis,” gumamnya sambil menunjuk daerah yang dimaksud.Pejabat Kecamatan Kemusuk, Jagabaya Lodra, menyeringai sinis. “Bandit-bandit kita tak bisa lagi leluasa meminta ‘upeti jaga jalan’. Semua jalan dibersihkan oleh pasukan jaga desa.”Wira Atmaka mengangguk pelan. “Laporan terakhir menyebutkan, Kali Bening bahkan memiliki penjaga desa yang terlatih. Lengkap dengan aturan ronda dan pengawasan hasil bumi.”Lodra mencibir. “Apa yang bisa dilakukan pemuda kampung itu? Cuma karena ia bisa bela diri dan punya sedikit pas
Pagi itu salju tebal menutupi atap-atap genting merah desa kali bening, angin dari utara membawa kabar buruk ke Kali Bening. Sebuah surat resmi dari pejabat kecamatan Kemusuk dan kota madya utama tiba di balai desa.Raka membuka gulungan surat itu dengan tenang, dikelilingi para pengawal dan beberapa pemuka warga. Matanya menelusuri tulisan yang tercetak rapi, tapi isinya menyesakkan dada.“Mulai bulan ini, setiap usaha yang berjalan di wilayah Kali Bening dikenai sanksi administratif karena dianggap tidak sesuai jalur hukum wilayah kota madya, dan wajib membayar pajak tambahan sebesar tiga kali lipat dari ketentuan biasa.”Pandu mengumpat pelan. “Ini... ini tidak masuk akal, Tuan! Kita ini cuma desa!”Raka tetap tenang. Ia menggulung kembali surat itu dan meletakkannya di meja.“Kalau mereka ingin menjatuhkan kita dengan beban, maka kita tak perlu melawan beban itu… kita tinggal membuangnya.”Warga yang hadir saling berpandangan. Mereka berbicara dan mengeluarkan asap dari mulut mere
Di tengah musim dingin yang membuat sebagian wilayah Kerajaan Surya Manggala lumpuh, satu peristiwa bersejarah terjadi di ujung Selatan Pelabuhan Teluk Penyu resmi berdiri.Di bibir teluk yang kini membeku sebagian, berdirilah bangunan pelabuhan kokoh dengan dermaga dari kayu besi dan batu kapur. Meski angin laut membawa dingin yang menggigit, semangat para pekerja dan warga desa menghangatkan suasana.“Lihatlah, Tuan! Bahkan es tak sanggup menghentikan kerja tangan rakyatmu,” ujar Janta sambil tertawa lepas.Raka berdiri tegak di depan Gudang Pelabuhan, mengenakan mantel tebal berwarna coklat tua. Ia mengangguk pelan, matanya menyapu seluruh sudut pelabuhan yang dibangun hanya dalam beberapa bulan yang lalu kini sudah dapat berdiri kokoh.“Tak ada yang bisa menghentikan niat baik, Janta. Apalagi jika dikerjakan bersama,” jawabnya.Raka melangkah ke pemanggangan rusa dan mengeluarkan serbuk bumbu khas rumah makan sekar kedaton kemudian mengaduknya di Loyang tanah, mencampurnya dengan
Hawa beku menusuk bahkan hingga ke tulang. Tapi di dermaga sungai Kali Bening, suara palu tak berhenti. Asap tipis mengepul dari dapur kayu tempat para tukang menghangatkan tangan dan mengeringkan perkakas. Di tengah semuanya, kerangka besar kapal dagang berdiri megah—bagaikan tulang naga yang belum ditumbuhi kulit.Para tukang bekerja dengan mantel wol ringan yang dijahit ibu-ibu Kali Bening, hangat dan tahan lembab. Kades Raka berjalan di antara mereka, menepuk bahu satu per satu.“Kerja kalian luar biasa. Tanpa semangat seperti ini, kapal ini hanya akan jadi mimpi,” katanya sambil tersenyum.“Kalau Tuan mengutus seseorang untuk terus bawa kami teh hangat dan pisang goreng seperti tadi pagi, kami bisa selesaikan kapal ini sebelum salju merata,” jawab Kerta si tukang utama, disambut tawa kecil para pekerja.Tapi senyum Raka cepat memudar saat ia masuk ke ruang kecil yang dijadikan tempat menyimpan dokumen dan catatan perjalanan para pedagang. Di atas meja kayu, puluhan gulungan bambu
Raka berdiri di atas batu besar dekat pasar baru yang menghadap ke dermaga kecil. Wajahnya tenang, tapi tatapannya menyimpan tekad.“Waktu kita sudah dekat,” ucap Raka lantang kepada para warga yang berkumpul. “Hasil bumi kita melimpah, rempah-rempah kita harum, rotan dan kain dari para pengrajin sudah siap. Tapi kita tidak bisa terus menunggu pedagang dari luar datang ke desa ini.”Seorang lelaki tua, Darsa, mengangkat tangan, “Kamu ingin kami berdagang ke luar desa, Raka?”Raka mengangguk. “Ya. Kita yang membawa barang kita sendiri ke luar. Jika kitab awa Ke kota madya, ke pasar Kemusuk seperti yang kalian ketahui pajak tidak masuk akal di berikan kepada para pedagang kita. Dan biar mereka tahu bahwa Kali Bening tidak cuma tahu menanam dan menenun, tapi juga tahu cara berniaga.”Sorak kecil muncul, tapi wajah-wajah ragu masih terlihat.Seorang pemuda, Tawi, bersuara, “Kalau kita lewat Kemusuk dan kota madya, mereka pasti minta pajak. Kadang semaunya. Kadang bayar, kadang cuma dimint
Di tengah musim dingin yang membuat sebagian wilayah Kerajaan Surya Manggala lumpuh, satu peristiwa bersejarah terjadi di ujung Selatan Pelabuhan Teluk Penyu resmi berdiri.Di bibir teluk yang kini membeku sebagian, berdirilah bangunan pelabuhan kokoh dengan dermaga dari kayu besi dan batu kapur. Meski angin laut membawa dingin yang menggigit, semangat para pekerja dan warga desa menghangatkan suasana.“Lihatlah, Tuan! Bahkan es tak sanggup menghentikan kerja tangan rakyatmu,” ujar Janta sambil tertawa lepas.Raka berdiri tegak di depan Gudang Pelabuhan, mengenakan mantel tebal berwarna coklat tua. Ia mengangguk pelan, matanya menyapu seluruh sudut pelabuhan yang dibangun hanya dalam beberapa bulan yang lalu kini sudah dapat berdiri kokoh.“Tak ada yang bisa menghentikan niat baik, Janta. Apalagi jika dikerjakan bersama,” jawabnya.Raka melangkah ke pemanggangan rusa dan mengeluarkan serbuk bumbu khas rumah makan sekar kedaton kemudian mengaduknya di Loyang tanah, mencampurnya dengan
Pagi itu salju tebal menutupi atap-atap genting merah desa kali bening, angin dari utara membawa kabar buruk ke Kali Bening. Sebuah surat resmi dari pejabat kecamatan Kemusuk dan kota madya utama tiba di balai desa.Raka membuka gulungan surat itu dengan tenang, dikelilingi para pengawal dan beberapa pemuka warga. Matanya menelusuri tulisan yang tercetak rapi, tapi isinya menyesakkan dada.“Mulai bulan ini, setiap usaha yang berjalan di wilayah Kali Bening dikenai sanksi administratif karena dianggap tidak sesuai jalur hukum wilayah kota madya, dan wajib membayar pajak tambahan sebesar tiga kali lipat dari ketentuan biasa.”Pandu mengumpat pelan. “Ini... ini tidak masuk akal, Tuan! Kita ini cuma desa!”Raka tetap tenang. Ia menggulung kembali surat itu dan meletakkannya di meja.“Kalau mereka ingin menjatuhkan kita dengan beban, maka kita tak perlu melawan beban itu… kita tinggal membuangnya.”Warga yang hadir saling berpandangan. Mereka berbicara dan mengeluarkan asap dari mulut mere
Musim dingin menyelimuti tanah Surya Manggala. Salju tipis turun perlahan, menyelimuti atap rumah dan ranting-ranting pohon. Desa Kali Bening yang dahulu sunyi, kini menjadi bahan pembicaraan para pejabat di kota madya dan kecamatan Kemusuk.Di dalam sebuah pendopo bertiang kayu jati, Pejabat Kota Madya Utama, Tumenggung Wira Atmaka, menatap peta wilayah dengan wajah masam.“Kau tahu, sejak anak muda dari Kali Bening itu muncul... pendapatan dari kawasan selatan menyusut drastis,” gumamnya sambil menunjuk daerah yang dimaksud.Pejabat Kecamatan Kemusuk, Jagabaya Lodra, menyeringai sinis. “Bandit-bandit kita tak bisa lagi leluasa meminta ‘upeti jaga jalan’. Semua jalan dibersihkan oleh pasukan jaga desa.”Wira Atmaka mengangguk pelan. “Laporan terakhir menyebutkan, Kali Bening bahkan memiliki penjaga desa yang terlatih. Lengkap dengan aturan ronda dan pengawasan hasil bumi.”Lodra mencibir. “Apa yang bisa dilakukan pemuda kampung itu? Cuma karena ia bisa bela diri dan punya sedikit pas
Sejak kembali dari kematian, Raka tak lagi sama.Ia bukan sekadar pemuda desa dari Kali Bening—namanya perlahan menjadi bisik-bisik di antara bangsawan dan prajurit. Banyak yang tak tahu persis apa yang terjadi selama ia "tidak bernyawa" itu. Namun setelah ia terbangun dari mati suri di pertapaan Gunung Kendalisada, mata Raka berubah. Tatapannya tajam, menyimpan ribuan rahasia dan seolah mampu menembus isi hati siapa pun yang berani menantangnya."Pemuda itu bukan Raka yang dulu," bisik Mahapatih Maheswara kepada Raja Mahesa Warman di balairung istana.“Sejak ia memgikuti ujian Kerajaan dan menjadi siswa terbaik dan memecahkan rekor 100 tahun milik raja angung raja manggala, aku sudah mendapat wirasat bahwa ia akan menjadi pemuda yang kuat.”Sang raja yang tengah menatap peta wilayah kerajaan hanya mengangguk pelan. "Aku tahu."Mahapatih menoleh, menatap mata pemimpinnya. "Tapi paduka belum tahu sepenuhnya seberapa jauh perbedaan itu."“Ia berkembang sangat cepat, bahkan desa kali beni
Lima hari yang melelahkan akhirnya berujung pada panorama yang tak disangka.Kuda-kuda yang menggigil digiring perlahan menembus gerbang besar Desa Kali Bening. Benteng batu yang kokoh berdiri menjulang, dihiasi ukiran-ukiran halus yang menceritakan sejarah desa dan simbol-simbol kearifan lokal. Dari balik kabut tipis musim dingin, tampak atap-atap rumah warga yang rapi dan megah, mengepulkan asap hangat dari perapian mereka.Tuan Damar menarik kendali kudanya, menatap sekeliling dengan mata membelalak takjub."Ini... benar-benar desa?" gumamnya lirih. "Atau aku telah sampai ke kota kecil yang tersembunyi dari mata dunia?"Raka, yang menunggang kuda di sampingnya, tersenyum tipis. "Ini Kali Bening, tuan. Hanya desa yang dipelihara dengan sungguh-sungguh oleh orang-orang yang mencintainya."Damar menoleh padanya, masih tak percaya. "Tak pernah kulihat rumah warga desa dengan dua lantai... atau jalan desa tanpa genangan es di musim begini. Tak masuk di akal."Raka mengangkat tangan, mem
Butiran salju menabrak jendela istal latihan para kesatria muda. Di sudut ruangan yang mulai lembap dan gelap, Aryo Wiroguno duduk menyandar pada dinding batu, tangannya menggenggam cangkir tanah liat berisi arak hangat yang sudah tak lagi mengepul.Di atas meja kayu, beberapa gulungan naskah laporan latihan masih terbuka, tapi sejak tadi Aryo tak membaca sepatah huruf pun. Pikirannya penuh. Bukan oleh strategi tempur, bukan oleh rencana pelatihan... tapi oleh satu nama yang kini kian menggema di seluruh penjuru kerajaan.Raka.Ia menggeram pelan, membanting pelan cangkir ke atas meja. Di seberangnya, seorang sahabat lamanya, Prajurit Utama Lodra, hanya mengangkat alis.Lodra berkata sambil mengangkat bahu, “Jangan katakan kau masih kesal soal pemanggilan itu.”Aryo mendengus, menatap Lodra dengan mata merah oleh amarah yang ditahan,“Kesal? Kau kira bagaimana perasaanku saat mendengar si anak desa itu lolos dari tuduhan kudeta? Dia bisa berbicara seperti pendeta tua—tenang, licin, da
Kerajaan Surya Manggala dipenuhi awan kelabu saat langkah-langkah Raka bergema di lorong panjang istana. Suasana ruang sidang agung telah dipenuhi para pejabat tinggi, beberapa mengenakan jubah ungu lambang penguasa daerah, sebagian lagi berselubung kain gelap pertanda penasihat senior kerajaan. Di tengah ruangan, berdiri Mahapatih Maheswara, matanya tajam menatap Raka yang melangkah mantap ke hadapan mereka.Mahapatih Maheswara menyapa dengan suara berat,“Raka kau sebagai kades Kali Bening, kau telah kami panggil untuk menjelaskan desas-desus yang mencemaskan, kau merupakan lulusan terbaik Kerajaan saat ini. Benarkah kau hendak membangun kekuatan tandingan dan berniat menggoyahkan Surya Manggala?”Beberapa pejabat bergumam pelan. Tatapan-tatapan tajam menyelidik tiap gerak Raka. Namun pemuda itu berdiri tegak, tidak gentar.Raka menatap lurus ke arah Mahapatih, lalu menjawab dengan tenang, “Tuanku Mahapatih, sungguh hamba tak pernah berniat demikian. Hamba hanya seorang kepala desa