"Jadi kita mau langsung pulang atau gimana, Pak?" tanya Sopir pribadi Al setelah melihat tuannya selesai dengan aktifitas teleponnya. Sedari tadi ia sibuk menghubungi banyak orang untuk membantunya mempersiapkan acara pernikahan esok.
"Sebentar." Al meminta tenggang waktu untuk menjawab."Din," panggil Al membuyarkan lamunan Dina yang sedari tadi hanya terdiam memikirkan ucapan tante Merry tentang Al yang membeli dirinya seharga Bar miliknya.Ia menerka-nerka, berapakah harga Bar terbesar se-Surabaya itu jika dirupiahkan? Sanggupkah ia mengembalikan jumlah itu pada Al?"Ya, Om?" sahut Dina yang belum sepenuhnya sadar.Al menoleh dengan pandangan menyalang."Ah, maksudnya, Oppa Al," lanjutnya dengan senyuman bersalah."Nggak ada panggilan yang lebih enak didengar apa?" protes Al."Aku masih memikirkannya, Oppa, memangnya ada apa?" jawab Dina."Di mana kamu tinggal sebelumnya?" Al bertanya tanpa basa-basi."Kenapa Oppa tanya begitu? Oppa mau kembalikan aku ke tempat asalku?" tanya Dina heran. Setelah membayar dengan harga yang begitu besar, mana mungkin lelaki di hadapannya itu akan melepasnya begitu saja."Saya butuh beberapa data kamu untuk mengurus pernikahan di KUA," jelas Al tanpa basa-basi.Dina tersenyum, tak menyangka lelaki di hadapannya itu begitu antusias mempersiapkan pernikahan mereka. Ia memang tidak mengenal sosok yang akan menikahnya itu, tapi dalam hati ia meyakini, bahwa Al adalah jawaban dari doanya yang Allah kirimkan untuknya."Sebelumnya aku ngekost, Oppa, di area dekat Universitas Airlangga.""Kalau tempat tinggal orang tuamu?" tanya Al lagi.Dina menghela nafasnya berat, "mereka sudah tenang di surga," jawabnya dengan pandangan kosong, tersirat kepedihan dari sorot matanya."Oh, Sorry, saya nggak tahu," ucap Al sesal."Nggak apa-apa," sahut Dina tersenyum tegar."Lalu wali nikahnya?""Wakil hakim saja, Oppa.""Baiklah, Data kamu lengkap di kost-an? KTP, KK, Ijazah?" tanya Al lagi."Lengkap, kok," sahut Dina."Kalau gitu kita ke sana. Supri, mana handphone kamu," pinta Al pada sopirnya."Ini, Pak."Al meraih ponsel yang diberikan Supri, kemudian menyerahkannya pada Dina."Tentukan titik lokasinya di Maps, biar bisa jadi petunjuk jalan untuk Supri!" titah Al pada Dina."Nggak usah, Oppa, biar aku pandu aja pak Sopirnya," tolak Dina tak merasa keberatan harus memandu jalan."Nggak usah bantah, udah cepetan cari!" titah Al tak terbantah. Segera Dina mencari titik kost-annya di Maps, kemudian kembali menyerahkan ponsel itu ke Al."Supri, kamu ikuti petunjuk jalan ini, ya!""Baik, Pak.""Dan kamu, tidurlah! ini sudah lewat tengah malam," titah Al membuat hati Dina menghangat. Walau ia tampak sibuk menelpon sana sini, tapi perhatiannya tak luput dari bocah tengil yang berkali-kali menguap di sisinya."Walau gayanya badboy, tapi ternyata perhatian juga nih Om-Om," batin Dina sembari melirik Al."Nggak usah senyum-senyum, dah buruan tidur! Perjalanan ke kost-anmu masih setengah jam lagi.""Aku belum ngantuk," jelas Dina merasa tak enak jika harus tidur sedangkan yang lain terjaga."Ya terserah kamu kalau begitu," jawab Al singkat kemudian kembali sibuk dengan ponselnya.Suasana hening, tak ada lagi obrolan di antara mereka, membuat Dina semakin tak dapat menahan kantuknya, tanpa ia sadari akhirnya ia tertidur juga."Din ..." panggil Al masih fokus dengan ponselnya, tapi tak ada sahutan."Dina ..." panggil Al lagi, namun Dina tetap tak menyahuti.Al meletakkan ponselnya di saku, kemudian menoleh ke sisinya, tampak Dina yang tengah tertidur dengan memeluk tubuhnya sendiri.Al tersenyum tipis, "Supri, tolong AC-nya dikecilkan!" titah Al yang mengira Dina tengah kedinginan.****"Saya terima nikah dan kawinnya Addina Amalia Zahra binti Almarhum Surya Saputra dengan mas kawin tersebut dibayar tunai." Al mengucap ijab qobulnya dengan mantap."Bagaimana saksi? Sah?""Sah!""Alhamdulillahirobbil 'Alamin."Acara prosesi pernikahan yang diadakan pagi itu telah usai. Semalaman Alfaro mengurus segala sesuatunya, menggerakkan anak buahnya untuk menyiapkan acara pernikahan dadakan. Hingga pagi ini akhirnya acara pernikahan yang sangat sederhana itu telah usai.Pernikahan itu hanya dihadiri oleh kedua mempelai, seorang Ustadz, seorang penghulu, Oma Rose--Nenek Al dan empat orang saksi.Pernikahan ini memang sengaja diadakan secara sirri, sebab semua prosesnya terjadi dalam kurun waku yang sangat singkat. Tak ada cukup waktu untuk mengurus banyak dokumen dan persyaratan untuk melaksanakan pernikahan yang Sah secara Negara.Alfaro hanya ingin segera mendapatkan apa yang diinginkannya, perkara administrasi dengan KUA akan diurusnya belakangan. Lagi pula Dina juga tak keberatan dengan hal itu.Dengan berbekal kehadiran empat saksi dan bukti dokumentasi, akan sangat mudah mengurus pernikahan di KUA."Al, kamu kenapa mau menikah nggak ngomong-ngomong dulu sama Oma? Kalau Oma tahu kan Oma bisa bantu menyiapkan segala sesuatunya," protes Oma Rose pada cucunya. Seorang wanita tua yang sangat menyayangi Alfaro."Sudah lah, Oma. Yang terpenting kan Al sudah menikah. Ini kan yang Oma inginkan sejak dahulu?" jawab Al dengan lowtonenya, lelaki dingin itu selalu berkata lembut pada wanita tua yang mencintainya dengan sepenuh jiwa. Baginya beliaulah satu-satunya orang yang harus dihormatinya sepeninggal ayah dan ibunya."Kamu itu ya, suka aneh-aneh aja kelakuannya. Sukanya ngerjain orang tua deh. Untung Oma nggak jantungan!" keluh sang Nenek dengan gaya tuanya.Pagi-pagi sekali memang Al meminta Asisten pribadinya menjemput sang nenek tanpa pemberitahuan terlebih dahulu sebelumnya. Dan saat wanita tua itu tiba di kediamannya, ia disambut oleh beberapa orang yang sedang berkerumun untuk melangsungkan akad nikah. Semua yang serba tiba-tiba membuatnya terkejut dan menyimpan ribuan tanya dibenaknya."Iya, Maafin Al, Oma. Lagian Al udah nggak sabar pengen cepet nikahin dia, masalahnya dia nggak mau Al sentuh sebelum Al nikahin," jelas Al berterus terang sembari melirik Dina yang sedari tadi hanya terdiam."Ya memang begitu yang bener, bersyukur kamu ketemu sama perempuan macam dia, berasa dapat rejeki nomplok tau nggak Oma liatnya," ucap Oma Rose sembari berjalan mendekati Dina.Melihat Oma Rose yang mendekat, Dina segera beranjak dari tempatnya, kemudian meraih tangan keriput wanita tua yang masih tampak cantik itu untuk diciumnya."Oma ..." sapanya ramah."Hai, Nak. Siapa namamu?""Dina, Oma," jawab Dina tersenyum manis."Cantik," pujinya sembari membalas senyum Dina."Terima kasih, Oma," balas Dina ramah."Gimana ceritanya kamu bisa nikah sama cucu Oma? Kok kamu mau sih, Din sama Al?" tanya Oma Rose penasaran."Habisnya Oppa Al tampan, Oma, Kiyowo,'' ucap Dina dengan mimik wajah imutnya."Oppa Al? Kaya di film-nya lee min hoo aja kamu manggilnya?" sahut nenek kekinian itu."Kok Oma tahu, sih?""Tau, dong, kan Oma penggemar drakor," jawab Oma Rose."Wah, beneran, Oma? Sama dong dengan Dina," sahut Dina antusias."Kamu juga suka drakor? Wah, kebetulan sekali, jadi Oma punya teman se-frekuensi sekarang," ucap Oma Rose tak kalah antusias."Iya, Oma," sahut Dina tersenyum hangat, nenek suaminya itu begitu ramah dan penyayang."Gimana kalau sekarang kita nonton drakor? Di Channel langganan Oma ada tayang series baru hari ini," ajak Oma Rose."Wah, boleh, Oma."Kemudian Oma Rose membawa Dina menuju ruang keluarga."Lho, Oma, istri Al mau dibawa kemana?" tanya Al yang baru menyadari istrinya diculik oleh sang Oma."Nonton drakor bentar," teriak Oma Rose."Oma ... Dina harus istirahat. Din, sebaiknya kamu ke kamar!" titah Al pada Dina."Al ini masih siang, keburu amat sih? Tunggu malam aja, lah. Dina biar temani Oma dulu," sahut Oma Rose kembali merangkul Dina berjalan menuju ruang keluarga. Sedang Dina hanya bisa menurut dengan sesekali memandang suaminya iba."Astagaa Oma! Pending lagi deh!" ucap Al pasrah.Shodaqallahul'adziim ...Dina segera mengakhiri bacaan Al Qur'annya saat mendapati suaminya telah datang dari mengantar Oma. "Aa' sudah datang?" tanyanya sembari berdiri mendekat ke arah Al. Dina segera meraih tangan Al dan menciumnya saat ia telah berada di hadapan suaminya.Perlakuan Dina membuat Al menegang, ia tak menyangka bahwa gadis yang dinikahinya atas dasar simbosis mutualisme itu akan bersikap begitu manis padanya."Kamu nggak perlu melakukan itu pada saya, Din," ucap Al sembari menarik pelan punggung tangan yang baru saja dikecup penuh hormat oleh istrinya."Memangnya kenapa?''"Karena kamu tahu sendiri apa alasan saya menikahi kamu, jadi nggak perlu terlalu bersikap seperti suami istri pada umumnya," jawab Al dingin.Dina tersenyum, "Apapun alasan Aa' menikahi aku, tetap kenyataannya saat ini Aa' adalah suami aku. Aku tetap harus memperlakukan Aa' sebagaimana mestinya, karena ini merupakan kesempatan untuk aku mendapatkan pahala dalam pernikahanku," jelas Dina membuat A
"Cantik," puji Al dengan pandangan dan senyuman penuh makna."Astaggaaaahh, bisa copot ini jantung kalau dibiarin gini terus," batin Dina tak mampu lagi menahan gejolak di hatinya."Bentar A'," ucap Dina membuat fokus Al buyar."Kenapa, Din?""Dina deg-degan A'," ucap Dina sembari menutup wajah dengan kedua telapak tangan. Membuat Al menahan tawa melihat tingkah polos istrinya."Gadis ini masih sangat polos dan lugu, sebenarnya apa yang terjadi padanya, mengapa ia bisa berada di tempat tante Merry?" batin Al mulai bertanya-tanya."Lucu ya, kamu," ucap Al sembari mengacak rambut Dina asal. Pandangannya yang sempat menggelap kini berubah menghangat. Dina dengan segala kepolosannya justru mewarnai malam yang sangat dinantikannya.Biasanya, ia hanya melewati malam dengan peluh kenikmatan, menuntaskan hasratnya dengan ketergesa-gesaan, sekedar untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya, tanpa merasakan adanya suatu yang dapat menyentuh hatinya.Tapi malam ini, berkali-kali ia merasakan desiran asing
"Oh, jadi gitu alasannya. Kalau bekas Aa' sendiri bagaimana?'' tanya Dina to the point membuat Al memandangnya penuh makna." Tergantung." Al menjawab setelah berpikir beberapa saat."Tergantung apa, A'?""Tergantung apa kata nanti, bakal ketagihan atau nggak," jawab Al asal. Dina tersipu mendengar jawaban suaminya."Dina berharap Aa' selalu ketagihan," ungkapnya malu-malu, yang hanya dibalas dengan pandangan lekat oleh Al."A' boleh aku tanya satu hal lagi?" "Boleh.""Apa benar Aa' membeliku dari tante Merry?""Ya," jawab Al singkat."Kenapa Aa' lakukan itu?" tanya Dina penasaran."Lantas saya harus bagaimana? Saya tidak bisa membawa kamu begitu saja dari tempat itu. Ibarat kata kalau si Merry itu pedagang, maka kamu adalah barang dagangannya. Mana mungkin saya bisa membawa barang dagangannya cuma-cuma?" jelas Al panjang.Dina tertegun, karena apa yang suaminya katakan memanglah benar dan masuk akal. Tapi, ia tak menyangka bahwa suaminya harus membayar semahal itu untuk membawanya
"Ke rumah sakit? Mau ngapain A'?""Saya mau ajak kamu ke dokter kandungan," jawab Al singkat.Dina menahan tawa, "Ngapain ke dokter kandungan A'? Kan aku nggak hamil? nggak mungkin, kan, A' bikin se3malem paginya langsung jadi, emang adonan donat?" lawak Dina di sertai tawanya merasa aneh dengan suaminya."Kita ke dokter kandungan mau konsultasi KB untuk kamu.'' Al menyampaikan rencananya dengan lugas, membuat Dina seketika menghentikan tawanya."KB, A'? Aa' ingin aku KB?" tanya Dina tak memahami maksud keinginan suaminya."Iya.""Tapi kenapa A'? Aa' pengen kita pacaran dulu ya?'' goda Dina dengan gaya riang khasnya."Saya tidak ingin punya anak!" jawab Al datar."Deg!"Bagai disayat belati, mendengar itu Dina hanya terdiam, tak lagi berucap sepatah katapun. Rasanya begitu sakit mendengar ucapan suaminya yang tak ingin memiliki anak darinya."Ya sudah, kamu siap-siap, saya tunggu di depan," lanjut Al lagi yang tak menyadari perubahan sikap Dina."Iya A'." Al berlalu meninggalkan Dina
"Siapa lelaki itu? Kenapa Dina kelihatan happy banget ngobrol sama dia?" batinnya bertanya-tanya."Supri!" panggil Al pada sopir pribadinya dengan pandangan masih melekat pada istrinya yang tengah asyik bercengkrama dengan lelaki lain."Ya, Pak?""Kamu lihat lelaki yang bersama istri saya itu, perhatikan wajahnya baik-baik!" titah lelaki dengan mata elang itu penuh emosi."Sudah?""Sudah, Pak.""Setelah kamu antar saya ke kantor, segera kamu kembali ke sini. Saya ingin kamu pantau terus gerak-gerik Dina, siapa saja orang-orang yang dekat dengannya. Cari tahu siapa lelaki itu, lalu informasikan pada saya!" Al kembali memberi perintah pada Supri."Siap, Pak.""Jangan lupa ganti baju kamu, ya, jangan pakai baju sopir, karena Dina akan mengenali. Belilah kaos dan celana juga topi seperti yang kebanyakan mahasiswa itu kenakan, untuk penyamaran kamu selama penyelidikan,"Al memperingati lagi."Baik, Pak!''Kemudian Al tampak mengutak-atik ponsel di tanganya,"Sudah saya transfer 1 juta untuk
"Lu apaan sih, Al? Main lempar bolpoin sembarangan!" keluh Reno–asisten pribadi Al sembari menggosok-gosok keningnya.Reno merupakan sahabat karib Al saat kuliah di Amerika, dia sosok yang cerdas juga mumpuni di bidang arsitektur, sehingga Al merekrutnya sebagai tangan kanannya di perusahaan propertinya."Ren? Sejak kapan lu di sana?" tanya Al yang baru menyadari kehadiran Reno."Sejak lu kesambet terus main lempar bolpoin sembarangan," sindir Reno sembari berjalan dan duduk di hadapan Al."Sorry, sorry, Bro. Gue nggak sengaja," sesal Al."Kesambet apa sih Lu, Al? Emosian aja? Ada masalah lu?" tanya Reno tetap perhatian."Nggak pa-pa, nothing problem. Lu ada perlu apa datang kemari? Kita nggak ada meeting kan hari ini?" tanya Al berusaha mengalihkan pembicaraan."Gua emang sengaja datang kemari buat nengokin keadaan, Lu. Si Alice cerita katanya lu lagi banyak pikiran, ampe nggak fokus kerja. Kenapa sih? Nggak biasanya deh seorang Alfaro yang terkenal workaholic ini sampai nggak fokus
Al berjalan cepat memasuki rumahnya yang bak istana, di depan ia bertemu Bi Ina yang sedang membereskan ruang tamu."Bi, Dina sudah datang?""Sudah, Tuan muda."Setelah itu ia segera bergegas menuju kamarnya.Braaak! Al membuka pintu dengan kasar."Astaghfirullah Aa', pelan-pelan dong, buka pintunya, ngagetin aja," protes Dina yang sedang membereskan baju kotornya."Suka-suka saya lah, kamar, kamar saya," jawab Al kesal."Iya iya, maaf," ucap Dina kemudian mendekat ke arah suaminya, mencium punggung tangannya penuh hormat, kemudian mengambil alih tas kerja di tangannya, juga membantunya melepas jas yang dikenakannya. Membuat Al sejenak membisu, merasa tertampar dengan sikap manis istrinya, padahal baru saja ia berlaku kasar padanya."Kok Aa' pulang cepat? Ini baru selesai Ashar, lho! Belum juga jam 4, kirain aku kalau kerja kantoran tuh pulangnya jam limaan," celetuk Dina sembari membereskan barang bawaan A
Tante Merry?" batin Dina terkejut saat melihat nama yang tertera di hp suaminya. Dina memandang suami di sisinya, begitupun dengan Al yang membalas tatapan Dina. Mereka saling tatap dalam beberapa saat."Angkat aja, A', nggak apa-apa," ucap Dina berusaha tetap tersenyum. Ia harus sadar dan terus ingat akan perjanjian pra nikahnya dengan Al, bahwa ia tak akan menuntut kesetiaan. Bahwa ia tak akan mengekang hidup Alfaro dengan pernikahannya."Kenapa dia sama sekali tak merasa berat ya mengizinkan gue mengangkat telepon tante Merry? Apa sebegitu tidak berartinya gue sebagai suaminya? Apa dia sama sekali tidak takut kalau gue akan berpaling darinya dan bermain-main dengan wanita lain?" batin Al yang justru merasa jengkel melihat respon Dina yang biasa-biasa saja.Al yang semula enggan mengangkat telepon Merry kini berbalik menjadi antusias, ia berpikir inilah saatnya ia melakukan pembalasan pada Dina."Memangnya dia pikir hanya dia yang bisa bermain-main dengan lelaki lain?" batin Al kesa