Share

5. Sentuhan Om Bujang

Shodaqallahul'adziim ...

Dina segera mengakhiri bacaan Al Qur'annya saat mendapati suaminya telah datang dari mengantar Oma.

"Aa' sudah datang?" tanyanya sembari berdiri mendekat ke arah Al. Dina segera meraih tangan Al dan menciumnya saat ia telah berada di hadapan suaminya.

Perlakuan Dina membuat Al menegang, ia tak menyangka bahwa gadis yang dinikahinya atas dasar simbosis mutualisme itu akan bersikap begitu manis padanya.

"Kamu nggak perlu melakukan itu pada saya, Din," ucap Al sembari menarik pelan punggung tangan yang baru saja dikecup penuh hormat oleh istrinya.

"Memangnya kenapa?''

"Karena kamu tahu sendiri apa alasan saya menikahi kamu, jadi nggak perlu terlalu bersikap seperti suami istri pada umumnya," jawab Al dingin.

Dina tersenyum, "Apapun alasan Aa' menikahi aku, tetap kenyataannya saat ini Aa' adalah suami aku. Aku tetap harus memperlakukan Aa' sebagaimana mestinya, karena ini merupakan kesempatan untuk aku mendapatkan pahala dalam pernikahanku," jelas Dina membuat Al menatapnya tak percaya. Namun ia lebih memilih untuk tak terlalu memikirkannya. Baginya, apapun yang dilakukan Dina padanya, selama itu tidak mengganggu kenyamanannya, maka ia akan biarkan saja. Yang terpenting tujuannya menikahi gadis cantik itu segera tercapai.

"Aa' butuh apa? Mau mandi? Tadi udah Aku siapin tuh," jelas Dina lagi.

"Iya, saya mau mandi. Tapi sebentar, tadi kamu panggil saya siapa?" tanya Al yang baru menyadari panggilan baru untuknya.

"Aa," jawab Dina cepat.

"Aa'?" tanya Al heran.

Dina mengangguk, "kenapa? Aa' nggak suka aku panggil gitu? Kalau gitu nanti aku pikirkan lagi gantinya," sahut Dina tak ingin membuat suaminya merasa tak nyaman.

"Bukan, bukan nggak suka. Cuma kenapa kamu pada akhirnya memilih untuk memanggil saya dengan sebutan itu?" tanya Al penasaran, ada hangat dalam hatinya kala mendengar Dina memanggilnya dengan sebutan khas orang sunda itu.

"Ya, jadi setelah aku pikir-pikir memang sepertinya panggilan itu yang paling pas di hati, karena dengan begitu aku lebih bisa merasakan dekat dengan Aa', sehingga ada feel tersendiri saat memanggil Aa' dengan sebutan itu.

Sebenarnya mungkin karena panggilan itu sudah nggak asing aja sih di telinga, almarhumah ibuku orang sunda, beliau memanggil Ayahku dengan sebutan itu. Ibu sosok istri yang sangat baik dan penyayang untuk ayah. Dan aku berharap bisa meneladaninya. Itu aja sih alasannya," jelas Dina pada Al.

Al hanya manggut-manggut paham, dalam hatinya ia bertanya-tanya, mengapa gadis di hadapannya itu begitu tulus menjalankan perannya sebagai seorang istri, padahal ia menikahinya sama sekali bukan atas dasar cinta. Tapi, lagi-lagi ia tak ingin terlalu memimirkannya.

"Ya udah, saya mau mandi dulu, kamu sebaiknya makan malam, di meja makan bi Ina sudah menyiapkan makan malam untuk kita," titah Al pada Dina.

"Aku tunggu Aa' aja ya makannya, lagian juga nanggung, bentar lagi waktu Isya', sekalian aku tunggu aja," jelas Dina yang masih mengenakan mukena.

Al memandang Dina dari atas ke bawah, melihat Dina dengan balutan mukena ia merasakan aura yang berbeda terpancar dari paras cantiknya. Kemudian ia mulai teringat, telah bertahun lamanya meninggalkan sholat.

"Kenapa A'? Tanya Dina membuyarkan lamunan Al.

"Nggak apa-apa, terserah kamu aja kalau memang mau menunggu," jawab Al kemudian berlalu.

Dina tersenyum, kemudian berjalan ke tepi ranjang, sekedar mengecek ponselnya yang baru saja ia nyalakan kembali setelah seharian ia tak sempat menyentuhnya. Mengecek beberapa info dari kampus tempatnya kuliah sembari menunggu waktu Isya' tiba.

Setelah membaca beberapa info yang di share di grup, Dina lanjut membuka beberapa pesan pribadi dari teman-temannya yang masuk. Saat asyik berbalas pesan tiba-tiba ada pesan masuk dari kakak tingkat yang diidolakannya.

"Hah, kak Ali kirim pesan?" kemudian dengan semangat ia membuka pesan dari idolanya.

[Hai, Din. Kemana aja baru keliatan online?]

"Ya ampun, jadi diam-diam dia merhatiin aku online atau engga?" batin Dina merasa bahagia, seperti remaja pada umumnya, yang akan berbunga-bunga hatinya kala seseorang yang dikaguminya memberikan perhatian spesial.

"Ngapain senyum-senyum sendiri?" suara bariton milik suaminya tiba-tiba memembuatnya terlonjat kaget.

"Astaghfirullah Aa', ngagetin aja sih?" gerutu Dina reflek. Ia terkejut mendapati suaminya yang tiba-tiba sudah keluar dari kamar mandi, tapi yang lebih membuatnya kaget adalah, kesadarannya bahwa kini ia wanita yang sudah bersuami. Tak sepantasnya ia menikmati berbalas chatt dengan lelaki lain.

"Aa' sudah selesai?" tanya Dina sembari memandang Al di hadapannya dengan penuh makna. Pasalnya suaminya itu hanya mengenakan handuk yang melilit di perut hingga lututnya, menampilkan bentuk kekar tubuhnya yang sangat menggairahkan. Kulit sawo matangnya yang masih setengah basah menambah kesan eksotis saat dipandang.

"Udah," jawab Al singkat.

Setelah itu terdengar suara Adzan dikumandangkan.

"Alhamdulillah, sudah masuk waktu isya'," gumam Dina pelan. "Aa' mau sholat Isya'? Yuk Dina tungguin, kita sholat bareng," ajak Dina pada suaminya.

"Nggak, kamu aja," jawab Al sembari mengenakan kaosnya.

"Kenapa? Aa' nggak sholat?"

"Engga, saya udah lama nggak melakukan ritual itu," jelas Al apa adanya, membuat Dina sedikit terkejut, kemudian memakluminya.

"Kenapa? Kamu mau maksa saya sholat? Saya nggak suka dipaksa-paksa," lanjut Al lagi.

Dina tersenyum, "Nggak, kok, A'. Aku nggak akan maksa Aa' untuk sholat. Karena agama Islam bukan agama yang suka memaksa ummatnya," sahut Dina ramah.

"Kalau nggak maksa ya nggak akan diwajibkan, Din," sahut Al santak sembari melempar asal handuk yang dikenakannya.

"Sholat diwajibkan bagi kita karena kita membutuhkannya A', bukan karena Allah yang butuh kita untuk sholat," jelas Dina membuat Al memandangnya penuh tanya.

"Apa manfaat sholat sehingga kita membutuhkannya? Bukankah sholat hanya ritual peribadatan antara hamba dengan Tuhannya?" tanya Al tak mengerti maksud dari ucapan Dina.

"Sholat memang ritual peribadatan A', tapi Tuhan tak akan memerintahkan kita melakukan hal yang merugikan diri kita.

Banyak manfaat yang kita dapat dari sholat, misalnya kesehatan jasmani dan rohani, secara jasmani gerakan sholat memiliki banyak manfaat untuk kesehatan tubuh kita, coba deh Aa' baca-baca artikel terkait itu. Banyak kok di mbah gugel. Selain itu, sholat juga bisa menyehatkan sisi rohani kita, karena dengan sholat kita akan mendapatkan ketentraman hati," jelas Dina membuat Al tampak berpikir.

"Lagipula kita nggak pernah dipaksa untuk sholat, kok. Kita tetap dibebaskan memilih kan? Bebas mau melakukannya atau tidak. Tentunya dengan konsekuensi masing-masing," lanjut Dina lagi menambah bahan pertimbangan untuk suaminya.

"Ya udah, kalau gitu aku sholat dulu ya, A'," pamit Dina pada Al yang masih terdiam mencerna penjelasannya.

"Ya, saya tunggu di meja makan," sahut Al kemudian berlalu.

***

Setelah menyelesaikan makan malam, Al dan Dina segera kembali ke kamar. Entah mengapa, Dina merasa sangat gugup saat berjalan beriringan menuju bilik yang sama dengan suaminya.

Pikirannya kini berkelana, membayangkan hal apa yang akan dilakukan lelaki dewasa itu padanya. Akankah malam ini menjadi malam bersejarah? Malam di mana ia harus menyerahkan mahkota kewanitaannya yang selama ini ia jaga hanya untuk suaminya.

"Kamu kenapa tegang gitu?'' tanya Al setelah mengunci pintu kamarnya, ia berjalan ke arah istrinya yang tengah terduduk di ujung ranjang, kemudian mengambil posis dan duduk di sampingnya.

"Eng ... Nggak apa-apa, A', " jawab Dina terbata.

"Kenapa? Kamu merasa gugup akan melawati malam ini bersama saya?" tanya Al sedikit ingin menggoda gadis yang kini pipinya mulai merona itu.

Dina hanya tertunduk tanpa menjawab sepatah kata pun.

"Rilex aja, itu biasa terjadi pada orang yang baru saja melakukannya. Kamu nggak usah khawatir, saya nggak akan menyakiti kamu," ucap Al sembari memegang kedua bahu Dina dan menatapnya penuh makna.

"Iya, A'," jawab Dina lirih.

"Ya udah, kalau gitu boleh sekarang saya buka penutup kepala ini? Sejak semalam saya sudah penasaran dengan wajah kamu tanpa jilbab ini," tanya Al meminta izin untuk membuka jilbab yang dikenakan istrinya.

Ucapan Al semakin membuat degub jantung Dina berlompatan tak karuan, kedua telapak tangan dan kakinya mendadak terasa dingin, ia benar-benar merasa gugup di hadapan suaminya.

Setelah mendapatkan lampu hijau dari sang pemilik raga, Al mulai menggerakkan tangannya untuk membuka jilbab yang menutupi kepala Dina. Ia memulainya dengan melepas peniti yang dikenakan Dina, lalu meletakkannya di nakas, setelah itu dengan perlahan Al menurunkan kain yang menutup kepala istrinya itu ke arah belakang, ada desiran hebat yang dirasakannya kala melakukan hal itu pada Dina, desiran hangat yang belum pernah ia rasakan sebelumnya, walau ini bukan kali pertama ia melucuti busana wanita.

Perlahan namun pasti, kain jilbab itu akhirnya tertanggalkan, menampakkan rambut pirang Dina yang bergelombang, sungguh sangat sesuai dengan bentuk wajahnya yang cantik nan imut.

Sesaat Al memandangi Dina dengan penuh ketakjuban, kemudian tangannya mengarah ke bagian belakang kepala Dina, melepas sebuah jepit yang menyanggul rambut panjangnya. Setelah itu membiarkan mahkota istrinya itu terurai indah. Al meletakkan jepit itu di nakas, kemudian dengan perlahan merapikan letak rambut gelombang milik gadis yang sedari tadi hanya menundukkan pandangannya pasrah.

Al meraih dagu Dina dan mengangkatnya, ingin melihat bentuk wajah istrinya dengan lebih detail, "Lihat saya, Din," titahnya pelan.

Perlahan Dina mengangkat pandangannya, memberanikan diri memandang suami di hadapannya, "Ayo, Din, kamu bisa, kamu pasti bisa," batinnya menyemangati diri sendiri.

Al tersenyum saat kedua mata bulat istrinya itu memandangnya, ia lalu menggerakkan jemari yang mulanya berada di dagu ke arah Pipi Dina, memberikan sentuhan halus di pipi mulus milik istrinya, membuat gadis di hadapannya semakin deg-degan tak menentu.

"Cantik," puji Al dengan pandangan dan senyuman penuh makna.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
NEULIS NIZAM
suka bgt dgn karakter dina yg lembut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status