Share

3. Dina POV

"Jangan panggil saya Om!"

"Lalu?"

"Suka-suka kamu asal jangan Om," jawab Al asal.

"Eum, kalau gitu aku panggil siapa ya ...?" gumam Dina sembari mengetuk-ngetukkan telunjuknya di dagu. "Gimana kalau ... Oppa?" tanya gadis penggemar drakor itu berbinar. Ia jadi senyum-senyum sendiri membayangkan kedekatannya dengan Om-om di hadapannya akan seromantis drama Oppa-Oppa Korea yang biasa ditontonnya.

"Opa? Memangnya kau kira saya setua itu?" tanya Al dengan nada tinggi.

"Lho, kok tua sih, Om?" heran Dina.

"Opa gandengannya Oma, kan?" ucap Al polos mengundang tawa Dina.

Dina tertawa sampai terpingkal-pingkal di depan lelaki dewasa yang hanya melihatnya dengan pandangan penuh tanya.

"Kamu menertawai saya?" tanya Al dengan pandangan menyalang.

"Aduh, maaf ya, Om. Habisnya Om lucu sih.'' Dina berusaha menghentikan tawanya, sedangkan Al hanya menggeleng-gelengkan kepala. " Bocah sableng," gumamnya menggerutu.

"Oppa itu panggilan untuk lelaki yang lebih tua dalam bahasa korea, Om. Tapi biasanya ditujukan pada seseorang yang dikenal dekat." Dina menjelaskan makna dari panggilan sayang khas korea itu.

"Kirain Opa aki-aki," gumam Al pelan.

"Bukan, Om. Masa iya lelaki setampan Om disamain ama aki-aki?" sahut Dina memuji, "Jadi gimana?" lanjutnya.

"Terserah kamu aja lah," jawab Al tak mau ribet.

"Memangnya nama Om siapa?"

"Alfaro," jawab Al singkat.

"Oke kalau gitu sementara aku panggil Oppa aja, ya? Sambil memikirkan panggilan apa yang lebih pas untuk Om. Oke, Oppa Al?"

"Terserah," jawab Al singkat kemudian berlalu hendak menemui tante Merry. Namun baru saja ia melangkahkan kakinya, suara Dina kembali menghentikannya.

"Oppa Al ...," panggilnya dengan nada manja.

Al menghentikan langkahnya dan membalikkan tubuhnya malas.

"Apa lagi, Dina?" tanyanya gemas pada bocah cantik di hadapannya.

"Sarangheo, Oppa," ucap Dina dengan membentuk love menggunakan kedua ujung ibu jari dan telunjuknya yang ditautkan ala-ala drama korea.

"Kamu ngatain saya beo?" tanya Al tak terima.

"Ya ampun, Oppa, ini sarang-heo bukan sarang-beo!" jelas Dina dengan memaju-mundurkan icon hati yang dibentuknya, seolah menggambarkan sebuah jantung yang sedang berdebar-debar.

"Astaga, bahasa planet mana lagi itu? Udah ah, bisa stress saya lama-lama di sini," ucap Al sambil berlalu.

Dina tersenyum geli melihatnya,

"Sarangheo itu I Love You versi bahasa Korea, Oppa!" teriak Dina diiringi pintu kamar yang kembali tertutup menghilangkan punggung Al di balik sana.

Al yang samar-samar mendengar teriakan Dina hanya menggeleng-gelengkan kepalanya, "Mimpi apa gua semalam? Bisa-bisanya gua mau kawinin bocah tengil macem Dina," batinnya sembari tersenyum tipis, menyadari tingkah konyol Dina yang cukup menghibur malamnya.

Hal yang sama juga tengah terjadi pada Dina di dalam kamar, ia tengah senyum-senyum sendiri melihat dirinya yang sedari tadi meledek calon suami dadakannya.

"Kira-kira panggilan apa ya yang cocok untuk om Al?" gumamnya mulai bertanya-tanya.

"Apa Mas ya? Mas Al? Kaya suaminya mbak Andin di sinetron ikatan cinta, dong? Haha. Lagipula kayanya terlalu mainstream deh manggil suami dengan sebutan Mas,'' lanjutnya.

Ia lanjut berpikir,

"Eumm, Atau kakak aja ya? Kak Al? Ah, tapi panggilan itu membuatku teringat pada orang yang saat ini sangat kubenci. No ... No ... Nggak mungkin aku panggil kak," gumamnya lagi.

Dina menghela nafasnya, kemudian kembali menghembuskannya.

"Hem ... Kalau Abang cocok nggak, ya kira-kira? Bang Al? Kayanya cocok sih panggilan itu buat Om Al yang badannya kekar kaya preman. Tapi kok rasanya kaya kurang nyaman, ya?"

"Bang ... Bang Al ...? Bang ...? Idih, ngeri ah, kaya sensual banget kedengarannya, kurang terasa romantisnya," ucap Dina mencoba mempraktikkan memanggil Al dengan sebutan Abang.

"Ah pusing juga ya pilih panggilan buat si Om. Mas enggak, Kakak enggak, Abang juga enggak, apa Akang aja ya? Atau ... Ayang? Wkwkwk Ya Allah, aneh banget, kaya ABG labil aja ayang-ayangan." Dina menertawai dirinya sendiri, merasa lucu melihat dirinya sibuk mencari panggilan yang pas untuk calon suaminya.

Merasa belum juga menemukan solusi, dina memutuskan untuk sejenak mengisitirahatkan diri dari memikirkan panggilan apa yang cocok untuk calon suaminya.

Ia berjalan ke arah jendela di hadapannya. Dibukanya jendela itu perlahan, hingga dingin angin malam menyeruak menerpa wajah cantiknya. Dina memejamkan mata, menikmati belaian angin malam yang begitu menyegarkan.

"Aku tak menyangka secepat ini akan sampai di tahap ini. Kehidupanku mengalami perubahan yang begitu drastis sejak kematian Ayah dan Ibu yang terjadi begitu tiba-tiba. Kecelakaan yang merenggut nyawa mereka itu membuat Aku yang awalnya hanyalah gadis kecil manja, kini harus berhadapan langsung dengan kejamnya dunia.

Sebelumnya hal yang memenuhi pikiranku hanyalah bagaimana aku merancang masa depanku. Tentang kuliahku yang baru menginjak semester tujuh. Tentang karirku yang baru akan dirintis. Tak pernah sedikitpun terbesit untuk memikirkan sebuah pernikahan.

Namun ternyata, takdir tentang pernikahan itulah yang terlebih dulu menyapa. Tapi tiada yang bisa kuungkapkan saat ini selain rasa syukur yang tiada tara. Bersyukur aku dipertemukan dengan Om tampan yang bersedia menghalalkanku sebelum ia menyentuh tubuhku. Yang menyelamatkanku dari dosa terhina seorang wanita.

Allah begitu baik terhadapku, hampir saja aku putus asa dengan takdir-Nya, saat kedua kakak tiriku diam-diam menjualku ke tempat ini untuk melunasi hutang-hutang kedua orang tua kami.

Ku kira semuanya akan berakhir hina di ranjang ini, ku kira kehormatanku akan terenggut paksa dan menyisakan penyesalan sepanjang masa. Tapi, lagi-lagi Allah Maha Baik, ia tak akan membiarkan hambanya yang bertakwa jatuh ke jurang kenistaan. Tiada yang mustahil jika kita mau menunjukkan usaha, tidak begitu saja pasrah pada takdir yang menimpa.

Karena kita tidak pernah tahu, ada hikmah apa di balik setiap kejadian. Semuanya tergantung pada bagaimana sudut pandang kita dalam menilai setiap takdir yang datang menyapa.

Bisa saja Allah menjatuhkan kita ke dasar lautan, karena Dia ingin melihat bagaimana kita akan survive di sana. Apakah kita akan pasrah dan membiarkan diri tenggelam, atau justru berusaha bertahan dengan terus berenang dan mencari sumber penyelamat.

Mungkin saja di balik rencana itu Allah ingin kita menyadari kuasa-Nya, ingin kita menyadari bahwa ada kehidupan indah di dasar sana. Bahkan mutiara yang berharga hanya bisa didapat oleh mereka yang mau menyelami lautan.

Tidak ada yang tidak mungkin bagi-Nya, bukankah Nabi Yunus dapat bertahan hidup di dasar laut dengan perantara ikan yang melahapnya? Karena pertolongan Allah akan selalu ada, asalkan kita mau berusaha dan meminta.

Mungkin ini juga menjadi salah satu jawaban dari doa kedua orang tuaku, yang memberiku nama Addina Amalia Zahra, dengan harapan aku menjadi sosok wanita yang selalu mengamalkan aturan agama sesuai dengan makna dari nama tersebut.

Ah, mengingat mereka berdua aku jadi rindu, apakah mereka kini tengah berbahagia? Melihat anak gadisnya akan segera menikah?" batin Dina sembari menerawang cakrawala yang membentang indah.

Tiba-tiba suara pintu yang dibuka mengejutkannya, dengan cepat Dina menoleh ke arah pintu, tampak di sana Tante Merry ditemani dua anak buahnya baru saja membuang dan menginjak puting rokok mereka asal.

Tante Merry berjalan semakin mendekat, ia tersenyum penuh makna ke arahnya.

"Hai, Din. Lu udah siap? Tuan Alfaro sudah menunggumu di depan," ucap Tante Merry sembari mengitari dirinya yang tengah berdiri di sisi jendela, pandangannya terus melekat menjelajahi setiap inci dari tubuhnya.

Dina menegang, merasakan sikap tante Merry yang begitu menyeramkan.

"Mimpi apa gua semalam? Tiba-tiba mendapat rejeki nomplok begini? Kedatangan Lu ke tempat ini benar-benar membawa banyak keberuntungan, Din," lanjut tante Merry masih dengan berputar-putar mengelilingi dirinya.

Kemudian tante Merry menghentikan langkahnya tepat di hadapan Dina, ia mengangkat wajah Dina kasar, "Lu memang cantik sih, tapi gua nggak nyangka kalau si Al sampai bakal ngebeli Lo dari gua buat koleksi pribadinya," ucap Merry seraya memandang kedua mata Dina lalu melepas tangannya dari wajahnya.

Ucapan tante Merry sontak membuat Dina terkejut, "Om Al membeliku dari tante?"

"Yups, karena gua nggak bakal biarin dia bawa Lu pergi gitu aja, harus ada yang dia bayar dari barang berharga macam Lu, bener-bener pembawa keberuntungan kan, Lu? Hahaha," ucap tante Merry sembari tertawa terbahak-bahak.

"Astaghfirullahal 'Adziim ...," Lirih Dina pelan, ia tak menyangka keputusannya meminta Al untuk menikahinya akan semerepotkan ini.

"Dan Lu mau tau? Dia bayar berapa buat dapetin Lu?" tanya tante Merry lagi dan di jawab anggukan kepala oleh Dina, Ia begitu penasaran sebanyak apa Om Al-nya itu mengeluarkan uang untuk menyelamatkannya dari Neraka dunia ini, dan ia bertekad akan menganggapnya sebagai hutang yang harus dibayar.

"Alfaro bayar Lu senilai ...."

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Wellasari
karakter Dina nya agak aneh dari yg jual mahal tiba2 jadi centil
goodnovel comment avatar
NEULIS NIZAM
wahhhhh.... al brani bayar brp itu buat ngambil dina????
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status